Di sebuah ruang kamar VIP rumah sakit HUSADA berbaring laki - laki berusia 56 tahun bernama Bambang. Dia mulai sakit beberapa hari yang lalu, entah apa penyebabnya, karena selama ini dia baik - baik saja. Semakin hari sakitnya semakin parah dan tubuhnya melemah. Dokter pun sudah angkat tangan. Istrinya setiap hari menangis di sampingnya. Dia memiliki 2 orang anak, 1 orang laki - laki berusia 28 tahun bernama Ricko, dan 1 orang perempuan berusia 20 tahun bernama Sita.
Dia juga memiliki sahabat dekat yang kedekatannya melebihi keluarganya bernama Pak Ramli. Setiap ada masalah mereka selalu saling membantu. Bahkan jika dia dinas di luar daerah yang jauh dari rumahnya, dia selalu menginap di rumah sahabatnya tersebut. Oh iya Pak Bambang adalah seorang polisi sedangkan Pak Ramli adalah seorang pengusaha kecil. Mereka tidak sengaja bertemu di jalan dan akhirnya hubungan mereka semakin dekat.
Karena beberapa hari yang lalu sibuk dengan pekerjaan, hari ini Pak Ramli baru bisa menjenguk Pak Bambang di rumah sakit. Perjalanan dari rumah Pak Ramli ke rumah sakit menempuh waktu 3 jam.
Saat Pak Ramli dan Pak Bambang berbincang - bincang di dalam kamar, istri Pak Ramli dan istri Pak Bambang berbincang - bincang di luar kamar.
"Maaf Pak Bambang, saya baru bisa menjenguk hari ini," ucap Pak Ramli pada Pak Bambang meminta maaf.
"Tidak apa - apa Pak Ramli, terima kasih sudah datang menjenguk saya," balas Pak Bambang dengan tersenyum.
"Bagaimana keadaan Pak Bambang?" tanya Pak Ramli prihatin.
"Rasanya, umur saya sudah tidak lama lagi Pak," jawab Pak Bambang pesimis.
"Jangan bicara seperti itu Pak, Pak Bambang harus kuat," kata Pak Ramli memberi semangat.
"Pak Ramli, hubungan kita sudah sangat dekat seperti saudara. Saya tidak pernah bertemu dengan orang, teman, ataupun sahabat sebaik Pak Ramli. Kalau saya pergi nanti, hubungan kita hanya akan tinggal kenangan," ujar Pak Bambang panjang lebar.
"Pak Bambang pasti sembuh, jangan bicara yang tidak - tidak Pak," kata Pak Ramli.
"Saya berharap kita bisa menjadi keluarga yang sesungguhnya. Sebelum saya pergi, saya ingin menikahkan anak laki - laki saya Ricko dengan putri Pak Ramli," kata Pak Bambang.
"Tapi, putri saya masih sekolah Pak. Dia masih SMA dan ia tidak akan mau menikah mudah," balas Pak Ramli.
"Saya mohon Pak, saya ingin menjalin hubungan keluarga dengan Pak Ramli sebelum saya meninggal. Saya sudah tidak kuat lagi, saya mohon pernikahannya dilaksanakan di kamar ini. Di depan saya 3 hari lagi," ujar Pak Bambang memohon.
"Iya Pak, akan saya bicarakan dengan istri dan anak saya dulu. Semoga mereka mau menyetujuinya," balas Pak Ramli mengiyakan permintaan Pak Bambang.
Sesampainya di rumah, hari sudah malam. Pak Ramli mendiskusikan perbincangannya dengan Pak Bambang pada istrinya, tentu saja istrinya menolak. Anak gadisnya masih sekolah, masa depannya masih panjang. Tidak mungkin dia membiarkan anaknya menikah muda.
"Bu, Pak Bambang sudah banyak membantu kita. Ayolah kita penuhi permintaan terakhirnya," bujuk Pak Ramli pada istrinya.
"Tapi Pak, Intan masih muda, apa bapak tega merenggut masa depan anak kita?" ucap Bu Romlah istri Pak Ramli.
"Pokoknya 3 hari lagi Intan harus menikah dengan anak Pak Bambang. Titik!" seru Pak Ramli lalu berdiri
meninggalkan istrinya di ruang tengah sendirian.
Setelah itu Bu Romlah menghampiri kamar Intan. Ia melihat anak gadisnya yang tertidur lelap lalu menitikkan air matanya karena tidak bisa berbuat apa - apa untuk anaknya. Ia sangat paham dengan sifat suaminya yang keras kepala dan tidak bisa dibantah.
Ke esokan harinya saat sarapan pagi bersama, Pak Ramli mengutarakan maksudnya pada Intan.
"Intan, 2 hari lagi kamu harus menikah dengan anak teman Bapak," ucap Pak Ramli pada Intan tiba - tiba.
"Intan kan masih sekolah Pak, apalagi 2 hari lagi? Bapak bercanda ya?" balas Intan tidak percaya.
"Bapak serius Intan, lusa kamu ikut Bapak ke rumah sakit. Kamu tahu kan Bapak tidak suka dibantah!" ucap Pak Ramli tegas.
"Tapi Pak, gimana dengan sekolah Intan? Tinggal beberapa bulan lagi Intan lulus Pak," ujar Intan pada bapaknya.
"Kamu masih bisa melanjutkan sekolahmu bahkan kuliah pun kamu juga bisa Intan," balas Pak Ramli.
"Tapi Intan masih belum mau menikah Pak, Intan masih ingin bebas. Intan selalu menuruti kata - kata Bapak. Bahkan saat Bapak melarang Intan pacaran, Intan juga nurut sama Bapak. Intan mohon Pak jangan nikahkan Intan. Bu, tolong Intan Bu," mohon Intan pada ibunya dan mulai menangis. Ibunya hanya bisa menunduk sambil meneteskan air matanya.
"Cepat habiskan sarapanmu! Segera berangkat ke sekolah!" perintah bapaknya. Intan pun menghabiskan makanannya meskipun rasanya sangat sulit untuk menelan. Ia sudah tidak nafsu makan lagi.