Setelah pernikahan tadi pagi, Pak Ramli dan Bu Romlah kembali pulang ke rumah, sedangkan Intan tetap di rumah sakit bersama Ricko, Pak Bambang, dan Bu Sofi.
"Intan, malam ini kamu pulang sama Ricko ya? Besok kalian urus surat pernikahan kalian di KUA," ucap Pak Bambang pada Intan.
"Iya Pak Dhe," balas Intan sambil tersenyum.
"Kok panggilnya ‘pak dhe’? Sekarang kamu sudah jadi menantu Pak Dhe, jadi panggilnya ‘papa’," jelas Pak
Bambang sambil tersenyum.
"Iya Pa," balas Intan.
Sore hari Intan ikut pulang ke rumah Ricko. Selama perjalanan tidak ada yang berbicara. Intan lebih memilih memandang keluar dari kaca jendela mobil. Setelah memarkirkan mobil di garasi, Ricko turun dari mobil diikuti Intan. Intan memandang ke sekeliling rumah itu.
"Kok sepi Mas?" tanya Intan pada Ricko.
"Tentu saja, ini rumahku sendiri bukan rumah papa," jawab Ricko datar.
Setelah sampai di depan pintu sebuah kamar, Ricko membukanya.
"Ini kamarmu," ucap Ricko lalu pergi ke lantai atas ke kamarnya sendiri.
Intan pun masuk ke kamar itu lalu menutup pintunya. Ia melihat ke sekeliling lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Hmm kasurnya nyaman banget, kamarnya juga besar, ada kamar mandi dalam juga," gumam Intan senang. Ia pun segera membuka tas yang ia bawa tadi yang berisi pakaian ganti, handuk dan perlengkapan yang akan ia butuhkan. Ia mengambil handuk dan pakaian ganti lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Setelah mandi dan berganti pakaian, Intan berbaring di atas tempat hingga akhirnya tertidur pulas karena tubuhnya merasa sangat lelah.
Sementara itu Ricko di kamarnya di lantai atas sedang duduk di sofa membaca e-mail yang di kirim Lia sekretarisnya. Ia membaca dan membalas e-mail itu lalu membaringkan tubuhnya di ranjang.
"Apa - apaan papa ini, masa menyuruhku menikahi anak ABG dan polos seperti itu. Apa yang harus aku katakan pada Rossa nanti?" gumam Ricko. Ia pun memejamkan matanya sambil berpikir hingga akhirnya tertidur pulas.
Malam hari Intan merasa haus dan lapar, ia pun keluar dari dalam kamarnya mencari letak dapur, karena ini pertama kalinya ia menginjakkan kakinya di rumah ini dan belum berkeliling untuk mengetahui isi dari rumah ini.
Sesampainya di dapur, Intan membuka tudung saji di meja makan dan menemukan roti tawar beserta berbagai macam rasa selai. Ia pun mengoles selai nanas di atas selembar roti lalu memakannya. Setelah itu ia membuka kulkas dan menemukan berbagai macam buah. Ia pun mengambil sebuah apel dan menuang susu ke dalam gelas lalu duduk di meja makan sambil memakan apelnya.
Ricko menuruni tangga lalu berjalan ke dapur dan melihat Intan sedang duduk di meja makan, ia pun menghampirinya dan duduk di sampingnya.
"Berapa umurmu?" tanya Ricko pada Intan.
"Delapan belas tahun, Mas," jawab Intan singkat.
"Kamu masih sekolah?" tanya Ricko lagi.
"Iya, SMA kelas 3," jawab Intan. Ricko pun menghembuskan nafas dengan kasar dan memejamkan matanya sebentar.
Ya ampun papa, bahkan kamu menikahkan aku dengan anak yang masih sekolah, batin Ricko gemas.
"Apa kamu senang dengan pernikahan ini?" tanya Ricko lagi.
"Tentu saja tidak, aku dipaksa bapak. Aku belum mau menikah, aku masih ingin sekolah, kuliah, bekerja, dan menikah suatu saat nanti dengan orang yang kucintai dan mencintaiku tentunya," jawab Intan.
"Okey, mari kita membuat perjanjian," ucap Ricko bersemangat.
"Perjanjian apa?" tanya Intan tidak mengerti.