Chapter 394 - Pertunjukkan Tunggal

Bangunan-bangunan yang hancur dan mayat-mayat yang rusak bertebaran. Orang-orang menangis dan berteriak.

Semua orang yang dapat bertarung dalam Tempat Penampungan Baju Baja, tidak peduli dari komplotan mana, bergabung dalam pertarungan itu. Tidak ada yang ingin melihat Tempat Penampungan Baju Baja hancur. Jika mereka kehilangan kamarnya masing-masing, yang merupakan tempat yang aman bagi mereka, semuanya akan menjadi sulit dalam Tempat Suci Para Dewa.

Terutama bagi komplotan yang lebih besar dan para pedagang, kehilangan kamar mereka berarti kehilangan gudang yang aman atau tempat transisi, yang akan menimbulkan kerugian yang sangat besar.

Banyak barang-barang berharga disimpan dalam kamar-kamar ini. Jika dihancurkan oleh pencerewet emas, banyak orang akan menjadi mendadak miskin dalam semalam. Banyak panah yang beterbangan ke arah pencerewet emas seperti hujan, namun sama sekali tidak melukai makhluk itu. Di mata pencerewet emas, serangan itu hanya hujan rintik-rintik.

Bahkan Kelingking yang merupakan petarung kelas pertama dalam Tempat Suci Para Dewa Tahap Pertama juga tidak dapat melukai pencerewet emas dengan senjata berdarah sakral. Ketika ratusan senjata yang berbeda mengenai pencerewet emas, makhluk itu hanya menggoyangkan badannya untuk melepaskan diri dari senjata-senjata itu dan menghancurkan segalanya. Siapapun yang kebetulan berdiri di dekat tapaknya akan segera menjadi kubangan lumpur.

Darah mengalir seperti sungai.

Terlihat seperti dunia kiamat dalam Tempat Penampungan Baju Baja. Dengan suara teriakan dan longlongan, setiap orang akan merinding walaupun itu adalah tengah hari.

"Mundur... Mundur…" Kelingking memerintahkan semua orang untuk mundur. Bukan karena dia tidak ingin mengulur waktu bagi para pedagang dan wanita yang tidak mampu bertarung, tetapi karena dia tidak dapat lagi bertahan. Dalam waktu singkat, Komplotan Tangan telah kehilangan beberapa anggota intinya.

Situasi Komplotan Baju Baja dan Para Murid tidak lebih baik daripada Komplotan Tangan. Selain itu, Komplotan Baju Baja telah menderita banyak kerugian.

Banyak anggota dari Komplotan Baju Baja adalah murid sekolah militer. Pendidikan yang mereka terima membuat mereka lebih berani mengorbankan jiwanya. Namun, tidak peduli betapa beraninya mereka, tidak ada gunanya di hadapan pencerewet emas.

Darah membuat hati orang bergetar dan kematian membuat orang merasa putus asa.

Pada saat ini, bahkan jika Komplotan Baju Baja ingin mundur, sudah terlambat, mengingat kecepatan pencerewet emas. Tubuh raksasanya tidak mempengaruhi kecepatannya. Jika tidak ada orang yang dapat mengalihkan perhatian makhluk itu, tidak ada orang yang dapat lolos darinya.

Komplotan Baju Baja menjadi garis pertahanan pertama. Sedangkan anggota lainnya menjadi putus asa dan hampir melancarkan serangan bunuh diri, mereka tiba-tiba melihat singa emas pembunuh itu berhenti.

Semua orang tersentak. Singa emas mendongakkan kepalanya, melihat ke langit, dan wajahnya tampak marah.

"Apa yang dapat menyebabkan kemarahan pada makhluk yang menakutkan ini?" Semua orang mengikuti tatapan singa itu dan menjadi tercengang.

Monster dalam baju baja giok jatuh dari langit. Walaupun ukurannya jauh lebih kecil daripada singa emas, dia terlihat lebih ganas.

Di belakang binatang berbaju baja berdiri seorang pria dengan rambut emas dan baju baja merah, tampak seperti Apollo.

"Han Sen…" Banyak orang yang mengenal hampir tidak dapat menahan diri untuk berseru.

Saat orang-orang terkesima, singa emas itu tiba-tiba melonglong dan melompat ke udara, melemparkan dirinya pada raja cacing batu emas.

Melihat tatapan pencerewet emas, Han Sen tahu bahwa makhluk itu telah mengenali dirinya. Mata singa itu dipenuhi dengan kebencian. Han Sen yakin makhluk itu ingin mencabik-cabik dirinya.

"Mari kita selesaikan semuanya di sini dan sekarang." Han Sen meraih pisau belati serigala kutukan dan menatap pada pencerewet emas.

Bum!

Pencerewet emas menghantam raja cacing batu emas yang telah bertransformasi. Walaupun raja cacing hanya berukuran sepersepuluh dari pencerewet emas, dia tidak mundur setelah benturan itu. Delapan cakar yang tajam mencengkram ke dalam bulu-bulu pencerewet emas.

Grrrrr!

Pencerewet emas merasa sakit dan melonglong, Tapaknya memukul raja cacing batu emas, menyingkirkan cacing sehingga menimbulkan kerusakan pada beberapa bangunaan dan hancur.

Saat pencerewet emas meletakkan tapak ada raja cacing batu. Jantung Han Sen mulai berpacu seperti mesin, hampir melompat keluar jantungnya.

Tenaga dalam dan darah dengan cepat mengalir dalam tubuh Han Sen, membuatnya terbakar dengan tenaga yang meledak-ledak.

Pisau belati serigala kutukan hampir menyatu dengan Han Sen dan menusuk mata pencerewet emas.

Sebelumnya, Han Sen bahkan tidak dapat merusak mata bayi pencerewet emas. Namun, Han Sen sudah jauh lebih kuat. Dengan pisau belati jiwa binatang serigala kutukan super di tangannya, Han Sen berbeda sekarang.

Pisau belati menusuk mata pencerewet emas dengan keras, seolah-olah menusuk karet.

Han Sen mengerahkan segenap tenaga dan mendorong pisau belati itu.

"Grrr!" Ketika darah mengalir, pencerewet emas itu melonglong, berusaha untuk memukul Han Sen dengan tapak depannya.

Saat Han Sen menusuk mata emasnya, dia sudah menendang wajah pencerewet emas agar mundur. Ketika dia berada di udara, raja cacing melemparkan dirinya ke bawah kaki Han Sen, membantu tuannya menghindar dari cakar pencerewet emas.

Dengan mata yang berdarah-darah, pencerewet emas memancarkan kebencian yang mendalam dengan mata yang tersisa. Dengan sebuah longlongan, dia dengan cepat memukul Han Sen dan raja cacing batu emas sekali kali dengan kecepatan yang luar biasa.

Han Sen melihat dengan dingin. Berpijak pada punggung raja cacing batu emas, dia menghindari cakar dan menusuk mata lainnya.

Ketika pencerewet emas berusaha untuk menarik kembali tapaknya untuk memukul Han Sen, raja cacing batu telah membenamkan cakarnya pada tapak singa, ekornya menusuk bulu singa, membuat pencerewet emas itu berteriak.

Han Sen melemparkan dirinya pada singa, menusuk mata lainnya. Darah tiba-tiba membuat mata emas pencerewet itu menjadi merah.

Grrr!

Terus menerus melonglong, pencerewet emas dengan cepat bergegas ke salah satu arah, merobohkan bangunan dengan jumlah yang tak terhitung. Dia bahkan mendobrak tempat penampungan dan melarikan diri.

Melihat pencerewet emas pergi karena dipermalukan, sorak sorai kerumunan itu meledak dalam tempat penampungan. Banyak yan meneriakkan nama Han Sen.

Namun, Han Sen tidak memiliki waktu untuk merespon. Berdiri di belakang raja cacing batu hitam, han Sen dengan cepat mengejar pencerewet emas. Kali ini, dia tidak akan melepaskan mahkluk itu lagi.