Han Sen merasa sangat senang. Dia sudah bersiap-siap untuk mencari makhluk penyendiri kelas atas lainnya di laut. Namun, tiba-tiba, bulu kuduknya berdiri, dan suasana hatinya yang riang gembira langsung dilenyapkan oleh firasat buruk.
"Berhenti! Jangan bergerak!" Han Sen berteriak pada Putri Duyung untuk menghentikan Istana Kristal. Dia juga ingin malaikat kecil itu menghentikan apa yang dia lakukan dan sama sekali tidak bergerak.
Sejauh yang mereka ketahui, Istana Kristal tidak dapat dihancurkan. Sekarang dia sudah aman di dalam, seharusnya sudah terbebas dari bahaya. Tetapi tetap saja, Han Sen merasa ada yang tidak beres. Dia tidak dapat menghapus perasaan tidak enak, dan karena khawatir, badannya terus menerus mengeluarkan keringat dingin.
Sejak dia mempelajari tahap pertama Kulit Giok, daya tangkap dan sensitivitasnya terus meningkat. Han Sen adalah seorang pria yang mampu merasakan apa yang sedang terjadi di sekitarnya.
Dia tidak bergerak sedikitpun. Dia menggunakan matanya untuk mengintip melalui jendela Istana Kristal untuk melihat laut dalam yang hitam dan menakutkan. Tidak ada yang aneh. Kawanan ikan berenang melewati jendela. Mereka terlihat senang.
Di dasar laut yang terbentuk dari pasir, berkelana berbagai jenis kehidupan laut.
Walaupun suasananya sangat tenang, Han Sen tetap merasa ada yang tidak beres. Badannya mulai bergemetar.
Tiba-tiba, seekor makhluk besar muncul di hadapan Han Sen. Seekor hiu perak sepanjang 30 meter. Tubuhnya dipenuhi dengan sisik metalik. Pada saat hiu itu berenang, gelombang besar menyertainya.
Hiu perak raksasa terlihat mengerikan. Tetapi setelah Han Sen mengamatinya dengan cermat, dia menyadari bahwa itu bukan inti dari kecemasannya. Dan itu bukan yang membuatnya merasa takut.
Hiu perak membuka mulutnya, berusaha untuk menelan sejumlah besar ikan. Seolah-olah mereka dapat dikonsumsi dalam satu lahap, ikan-ikan yang merasakan kondisi yang berbahaya mulai berenang dengan panik. Situasinya sangat kacau.
Saat ini, Han Sen melihat secercah cahaya biru di kejauhan. Ketika cahaya itu semakin mendekat, kekuatan sinar birunya semakin meningkat. Kemudian cahaya itu mulai berlompatan dengan aneh ke sekeliling.
Ketika cahaya biru semakin mendekat, kecemasan dalam hati Han Sen bertambah. Ketika cahaya itu akhirnya mencapai jarak yang bisa dilihat, Han Sen akhirnya mengetahui apa itu.
Itu adalah kuda laut setinggi 3 meter. Tubuhnya bersinar biru, seolah-olah terbungkus dalam bara api biru menyala.
Seekor kuda laut biru raksasa. Kulitnya walaupun berwarna biru, warnanya agak pudar seperti kulit pohon yang sudah termakan cuaca. Namun tidak demikian dengan sepasang matanya, berkilauan seperti sepasang safir berkualitas tinggi. Secercah cahaya biru yang dingin bersinar dari dalamnya. Jika kau menatap sepasang mata itu, akan terasa seolah-olah ditarik ke dalam sumur keputusasaan yang tidak berdasar.
Dahi Han Sen meneteskan keringat dingin, dan tetesan keringatnya sudah mencapai pipi. Ketika dia mengamati kuda laut, dia sama sekali tidak bergerak. Ternyata kehadiran kuda laut inilah yang membuatnya merasa ketakutan.
Ketika kuda laut mendekat, tubuh hiu perak raksasa terdiam di air. Dia kemudian mulai bergemetar, seolah-olah melihat sesuatu yang mengerikan.
Kuda laut tidak berenang dengan bergegas, sebaliknya dia membiarkan dirinya terbawa arus menuju ke hiu. Semakin kuda laut itu mendekat, hiu menjadi lebih bergemetar. Namun, dia tetap terkunci di posisinya, tampaknya tidak mampu bergerak.
Akhirnya, kuda laut mencapai hiu perak raksasa. Walaupun kuda laut itu tidak terlalu kecil, ukurannya menjadi kerdil jika dibandingkan dengan hiu perak. Betapa anehnya melihat seekor hiu perak sebesar itu merasa ketakutan dengan kuda laut yang begitu kecil! Sisik-sisik metalik ikan hiu bergemetar karena ketakutan.
Kuda laut biru menatap hiu sejenak, kemudian membuka mulutnya seperti speaker. Seberkas bara biru keluar dari mulutnya, namun tidak padam oleh air laut. Bara itu ditembakkan ke sisik hiu perak.
Bara biru kecil itu hanya seukuran kepalan tangan, tetapi ketika bersentuhan dengan hiu, seluruh badan hiu terbakar dalam bara api.
Bara api biru mengamuk di dalam air. Hiu perak raksasa merintih kesakitan, tetapi tetap tidak melarikan diri. Tubuhnya bergerak namun hanya karena menahan rasa sakit. Kondisi yang terlalu mengerikan untuk dilihat.
Sesaat kemudian, hiu perak raksasa menjadi arang. Di sini, di dalam laut, seekor hiu telah terbakar hampir menjadi abu. Bara api biru itu kemudian padam, sedangkan debu korbannya jatuh ke dasar laut menyatu dengan pasir.
Han Sen, setelah menyaksikan ini semua, merasa ketakutan. Dia tidak dapat menahan diri untuk berpikir, "Makhluk super. Ini pasti sesuatu di atas makhluk super di Tempat Suci Para Dewa Tahap Kedua."
Walaupun dia belum menyaksikan kekuatan nyata kuda laut, namun dia bisa menebak dari mana asalnya bara api biru itu.
Sementara Han Sen berdiri tanpa ekspresi dalam ketakutan, kuda laut menoleh ke arah jendela tempat dia menatap keluar. Tiba-tiba, tubuh Han Sen terasa kedinginan. Udara dingin menyerang jantungnya dan terus menyebar.
Yang dilakukan oleh kuda laut itu hanyalah menatap. Setelah itu, dia membalikkan ekornya dan pergi. Tidak lama kemudian, dia benar-benar menghilang dalam kegelapan laut dalam.
Ketika kuda laut itu pergi, Han Sen jatuh ke lantai seperti roboh karena kelelahan. Bajunya basah karena keringat.
"Sangat menakutkan. Berapa kuat mahluk super itu? Cara dia menatap dan cara dia bertindak cukup menakutkan," suara Han Sen bergetar saat berbicara.
Bara api yang dimuntahkan kuda laut itu telah membuat Han Sen ketakutan. Memikirkan bagaimana seekor makhluk dapat memiliki bara api yang dapat menghanguskan seekor makhluk berdarah sakral raksasa menjadi debu, sementara menyelam di dasar laut, adalah hal yang menakutkan.
Melihat arah kuda laut itu pergi adalah Tempat Penampungan Dasar Laut, Han Sen merasa ngeri. "Apakah Tempat Penampungan Dasar Laut yang bertempat di atas Tempat Penampungan Arwah Kerajaan?"
Sementara Han Sen masih diliputi rasa ketakutan, dia melihat bara api biru muncul dari kejauhan. Mahkluk malang mana yang telah menjadi mangsa kuda laut itu kali ini?
Han Sen menggertakkan giginya dan memerintah Putri Duyung untuk mengarahkan Istana Kristal untuk berlayar perlahan ke arah perginya kuda laut. Dia tidak berani terlalu cepat mengejarnya, dia terus menerus menatap bara api biru di kejauhan.
Han Sen merasa ini tidak adil dan ingin melihat apakah kuda laut adalah makhluk dari Tempat Penampungan Dasar Laut. Untuk mempelajari lebih dalam, dia sekarang harus membuntutinya.
Tidak lama kemudian, Han Sen merasa kecewa. Mereka tiba di sebuah wilayah yang tidak jauh dari Tempat Penampungan Dasar Laut, dan dia menyadari bahwa kuda laut itu memang menuju tempat ini. Di jalur ombak yang ditinggalkannya, sisa-sisa hangus dari berbagai makhluk laut telah menjadi asap di dasar laut. Mengapa dia melakukan ini?
Sekarang, dari kejauhan, Tempat Penampungan Dasar Laut sudah terlihat. Han Sen meminta Putri Duyung untuk berbalik dan pergi. Jika kuda laut biru memang datang dari sana, maka Han Sen tidak akan mengunjungi tempat ini selama bertahun-tahun.
Istana Kristal sedang dalam perjalanan pulang ketika Han Sen memperhatikan bahwa dasar laut menyala. Air di sekitar Istana Kristal sekarang menjadi berwarna biru, dan seterang pagi hari.
Wajah Han Sen berubah, seolah-olah dia telah terpikirkan sesuatu. Dia melihat balik ke arah Tempat Penampungan Dasar Laut dan melihatnya tertelan bara api biru. Tampak seperti api penyucian, di mana seberkas cahaya biru yang aneh membakar dengan ganas.