Rasa putus asa dan tak berdaya membuat Lu Botao meringis.
Tangan iblis ada di mana-mana. Di semua jenis permainan Tangan Dewa yang Lu Botao telah alami, dia tidak pernah merasa begitu tak berdaya sebelumnya.
Siapapun lawan yang dia temui, bahkan meski dia kehilangan poin banyak pun, dia selalu memiliki alasan untuk menuntaskan permainan.
Akan tetapi, permainan ini berbeda.
Titik cahaya manapun yang Lu Botao ingin sentuh, lawannya akan selalu mendahuluinya. Bukan tanpa sengaja. Tanpa ragu. Lu Botao tidak pernah berpikir kalau dia sangat ingin memperoleh satu poin begitu besar.
"Satu poin... Yang aku mau hanyalah satu poin..." sebagai anggota Akademi Militer pusat Aliansi, Lu Botao adalah pemain tangguh. Orang lain mungkin akan menyerah pada titik ini, tetapi dia masih bertahan.
Dengan cepat Lu Botao menyadari betapa sulitnya mendapat satu poin.
Brak!
Titik cahaya terakhir dihancurkan dan Lu Botao tercengang. 100 banding 0. Skor di layar membuat Lu Botao jatuh lemas.
"Botao, bukannya kau mencoba menjadi pria jantan?" tanya Liang Yiming tidak yakin. Lu Botao tidak seperti melakukannya dengan sengaja. Akan tetapi, tidak ada penjelasan lain bagi Lu Botao untuk mendapat poin nol.
Lu Botao tidak membalas. Sambil duduk kembali dan menatap gambar hologram, dia cepat-cepat mengirim undangan ke lawannya untuk bertanding lagi.
Lawannya setuju dan game dimulai kembali. Lu Botao menatap gambar hologram bagaikan monster menatap buruannya, sambil mengumpulkan kekuatannya untuk menyiapkan serangan bertubi-tubi.
Saat game dimulai, Lu Botao kehilangan seluruh kepercayaan dirinya di bawah tangan iblis.
Tidak mungkin... dia tidak bisa menyentuh apapun...
Menggunakan kekuatan dan perhitungannya, Lu Botao menyadari kekuatan dan strateginya sia-sia di hadapan tangan iblis.
Tangan itu ada di mana-mana. Dan Lu Botao merasa ada sepasang mata iblis menembus jiwanya juga. Titik cahaya manapun yang dia ingin sentuh, sang iblis akan selalu ada terlebih dahulu, menghancurkan harapannya.
"Tidak, ini tidak mungkin..." Lu Botao merasa tangannya membesar, mengisi ruangan di sekitarnya, dan dia menjadi semakin kecil dan mengecil, sekecil sebuah mainan.
Brak!
Permainan bahkan belum berakhir, tapi Lu Botao telah merosot dari kursinya, seluruh kepercayaan dirinya dan keberaniannya lenyap.
Liang Yiming di sebelahnya juga bermandikan keringat dingin. Di pertandingan kedua, dia mencoba membayangkan dirinya sebagai Lu Botao, dan dia langsung ikut merasa tak berdaya, karena dia menyadari dia tidak akan mampu menyentuh apapun juga. Itu bukan salah Lu Botao. Lawannya bersikap seakan dia bisa membaca pikiran orang.
"Lu Botao, apa ini Ji Yanran dari Blackhawk? Kamu yakin ini bukanlah evolver?" Liang Yiming tidak percaya orang ini adalah murid sekolah militer.
"Aku tidak tahu..." Lu Botao juga tidak yakin. Dia melihat ID lawannya dan berkata, "Ini ID miliknya dan ini juga diperuntukkan bagi yang belum berevolusi. Evolver harusnya tidak bisa memasuki tempat ini."
Liang Yiming mendengar teori Lu Botao dan setuju. Jika lawannya adalah evolver, orang itu akan dikirim ke ruangan berbeda.
Tapi beberapa evolver yang belum terdaftar di Aliansi masih bisa memasuki ruang peruntukan orang yang belum berevolusi. Jadi ada masih kemungkinan.
"Jika orang ini belum berevolusi, ini sangatlah menakutkan. Mungkin hanya monster dari sekolah kita yang bisa menandinginya." kata Liang Yiming.
"Siapa dirimu..." Lu Botao duduk kembali dan mengirim pesan pada lawannya.
Lu Botao dan Liang Yiming menatap layar hologram, menanti balasan.
Di Blackhawk, Ji Yanran duduk di pangkuan Han Sen dan menyaksikan pacarnya bermain dengan satu tangan.
Sekarang dia tahu bagaimana dia kalah darinya di pesawat ruang angkasa. Kecepatan dan prediksinya seakan di luar kemampuan manusia.
Dari sudut pandangnya, jemarinya yang menari hampir terlihat seperti jari pianis.
"Kau membuatku takut." saat Han Sen menyelesaikan permainan, Ji Yanran menghela nafas.
"Kenapa?" Han Sen berbisik di telinganya.
"Kau membuat lawanmu tidak mendapatkan poin." kuping Ji Yanran memerah.
"Dia melirik pacarku. Itu tidak bisa dimaafkan." Han Sen melihat telinga mungilnya dan menciumnya.
Ji Yanran merasa tersengat listrik dan bergidik.
Saat itulah, pesan dari Lu Botao muncul. Han Sen melihatnya dan menjawab, "Aku pacar Ji Yanran."
Dia menyatakan teritorinya.
"Apa kau murid Blackhawk?" pesan Lu Botao datang lagi.
"Ya," jawab Han Sen. Lalu dia keluar dari ruangan itu. Dengan perempuan cantik di pelukannya, dia tidak berminat berbincang dengan laki-laki.
Ji Yanran menyadari sesuatu dan pipinya bersemu merah. Melihat wajah cantiknya,Han Sen tidak bisa menahan godaan lagi.
Meskipun mereka ada di tempat umum dan tidak bisa melakukan banyak hal, Han Sen cukup menikmatinya.
"Hei dua sejoli, berhenti pamer seperti itu." Qu Lili tiba-tiba muncul di samping mereka.
Ji Yanran langsung bersemu merah dan lari dari Han Sen.
Melihat teman sekamarnya yang tersipu-sipu dan Han Sen yang berdiri, Qu Lili tersenyum, "Yanran, jenius, aku tidak bermaksud mengganggu kalian. Hanya saja Ji Yanran berjanji padaku hari ini dia akan menemaniku memilih seni geno hyper. Dan ini sudah lewat waktu janjian kami."