Tombak itu berasal dari ksatria kumbang dan dapat dibandingkan dengan senjata jiwa binatang berdarah sakral manapun, namun tombak ini tetap tidak dapat menembus bulu bayi singa. Bagaimana mungkin?
Bahkan jika singa emas itu adalah seekor makhluk yang kuat, bayi ini baru saja dilahirkan dan sudah memiliki fisik yang begitu kuat.
Han Sen tidak dapat melukai bayi singa tetapi berhasil mengganggunya. Distimulasi dengan rasa kesakitan, bayi singa membuka matanya. Walaupun matanya belum terbuka seluruhnya, wajah ganas terpancarkan dari pupil mata emasnya.
Berhasil bangkit, bayi singa itu mengaum dengan lembut, melemparkan dirinya ke Han Sen.
Walaupun belum stabil, wajah bayi singa itu cukup ganas.
Han Sen menggenggam kepalanya dan menusuk mata bayi singa dengan tombak. Han Sen menggunakan kekuatan perputaran kali ini, dan kepala tombak menikam mata bayi singa seperti bor elektrik.
"Ngaum!" Bayi singa berteriak kesakitan dan berguling.
Han Sen menjadi lebih terkejut. Tombak ditusuk dengan sekuat tenaga dan ditujukan pada mata, yang merupakan bagian yang paling rentan dari seluruh badan. Namun, mata bayi singa masih utuh.
"Sial! Tidak mungkin melukainya." Han Sen bertarung dengan bayi singa menggunakan tombak, tetapi tombak itu seperti mainan di hadapan bayi itu. Walaupun dapat membuat singa kesakitan, namun tidak dapat melukainya.
Han Sen hampir meragukan tombak itu apakah palsu dan menggantinya dengan pedang berlian dan seruit pisau tiga. Namun, apapun senjata yang digunakan, dimanapun dia menyerang, singa emas itu hanya merasa sedikit kesakitan.
Singa emas itu, sebaliknya, menjadi semakin ganas. Perlahan-lahan, dia dapat menstabilkan dirinya dan menjadi lebih kuat dan lebih cepat.
Walaupun bayi singa belum dapat menimbulkan ancaman bagi Han Sen, dia akan dapat melakukannya segera. Karena Han Sen tidak dapat melukainya, bayi singa ini tidak terkalahkan.
Ketika bayi singa merasa lelah, dia akan berbaring dan beristirahat. Ketika dia lapar, dia akan memakan darah emas. Seiring dengan berjalannya waktu, bayi singa menjadi lebih kuat dan lebih kuat lagi.
Han Sen merasa kesal. Dia telah menggunakan segalanya yang dia miliki, tetapi tidak ada cara untuk membunuh bayi singa.
Akhirnya, Han Sen memutuskan untuk terbang dengan membawa kristal emas ketika bayi singa masih kecil.
Bukan karena dia tidak ingin membunuh bayi singa itu, tetapi karena dia tidak dapat melakukannya. Dia telah mencoba segalanya tetapi tetap tidak dapat menembus bulunya. Tidak ada gunanya tetap bertahan di sana.
Han Sen terbang ke angkasa sambil memegang kristal emas, sedangkan bayi singa mengaum dan berlompatan di bawah. Sayangnya, bayi singa masih bayi dan tidak dapat bekerja setingkat dengan orang tuanya. Walaupun dia dapat melompat sampai setinggi 3 kaki, itu tidak terlalu berpengaruh bagi Han Sen.
"Gila!" Han Sen melirik bayi singa, meninggalkan gunung emas, dan mendarat di pulau.
Ada banyak makhluk di dalam lautan, maka Han Sen tidak terbang terlalu jauh dengan kristal emas. Jika dia kebetulan bertemu dengan makhluk yang kuat, maka akan banyak masalah.
Di pulau, yang hanya ada singa emas yang telah mati dan bayi singa, dia seharusnya akan aman untuk sementara selama bayi singa itu belum dapat turun dari gunung.
Han Sen berencana untuk memakan kristal emas dulu kemudian meninggalkan pulau.
Berlomba dengan waktu, Han Sen menjilat kristal emas begitu dia mendapatkan kesempatan. Ketika dia meminum cairan emas sampai kenyang, dia tiba-tiba mendengar suara, "Sari kehidupan dari makhluk super Singa Emas dikonsumsi. Satu geno super diperoleh."
Han Sen tiba-tiba melebarkan matanya, seolah-olah tersambar petir. Dia hampir mengira ada yang salah dengan kupingnya.
Han Sen: belum berevolusi
Status: tidak ada
Masa hidup: 200
Persyaratan untuk evolusi selanjutnya: 100 poin geno
Poin geno yang diperoleh: 100 poin geno biasa, 100 poin geno primitif, 84 poin geno mutan, 61 poin geno sakral, 1 poin geno super.
Han Sen tercengang cukup lama, dan tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Dia tertawa begitu keras hingga keluar air mata.
"Gen super…Gen super! Ha, ha, ternyata ada gen super di atas gen sakral. Gen sakral bukan akhir…" Han Sen tidak tahu bagaimana mendeskripsikan kebahagiaannya.
Manusia menemukan Tempat Suci Para Dewa selama hampir dua abad, dan telah berkembang terus menerus. Pada awalnya, sulit bagi manusia untuk bertahan hidup di sana. Sulit bagi para pemula untuk bahkan membunuh seekor makhluk mutan, apalagi mahkluk berdarah sakral.
Namun, dengan perkembangan seni geno hiper dalam evolusi dari semakin banyak orang, semakin mudah untuk berburu makhluk-makhluk tingkat tinggi.
Dalam beberapa dekade terakhir, dalam Tempat Suci Para Dewa Tahap Pertama, ada semakin banyak orang yang berevolusi dengan setiap jenis poin geno maksimal.
Namun, sampai sekarang, belum ada orang yang mengeluarkan konsep gen super, yang mungkin berarti belum ada orang yang pernah membunuh makhluk super sebelumnya.
Bahkan jika seseorang melihat makhluk super, kemungkinan besar orang itu tidak mempunyai kemampuan untuk membunuhnya. Han Sen telah menyaksikan sendiri betapa kuatnya Singa Emas tersebut situ. Bahkan bayi Singa Emas juga cukup menakutkan.
Han Sen sudah termasuk orang-orang terbaik dalam Tempat Suci Para Dewa Tahap Pertama, namun dia bahkan tidak dapat melukai makhluk super yang baru dilahirkan. Mudah dipahami mengapa manusia belum mempelajari kehadiran makhluk super dan gen super.
Bahkan jika seluruh Tempat Penampungan Baju Baja menyerang Singa Emas dewasa, Han Sen yakin hasilnya tetap akan berupa kematian semua manusia.
Sama halnya ketika tidak ada orang yang memaksimalkan poin geno berdarah sakral atau memperoleh jiwa binatang berdarah sakral, tidak ada orang yang dapat membunuh makhluk berdarah sakral.
Ketika Anak Surga membunuh pembunuh berdarah, dia masih harus menggunakan panah jiwa binatang berdarah sakral.
Sekarang, manusia tidak memiliki poin geno super maupun jiwa binatang super, maka hampir mustahil untuk membunuh makhluk super.