Saat Han Sen meninggalkan ruangan latihan, dia merasa sangat lelah. Pembuluh darah menonjol di seluruh tubuhnya, yang terlihat menyeramkan.
Han Sen tahu itu karena dia menggunakan Mantra Klenik terlalu lama, yang membebankan tubuhnya.
Jika jantung dan pembuluh darahnya tidak diperkuat selama tahap pertama Mantra Klenik, organ tubuhnya mungkin sudah meledak.
Bahkan setelah peningkatan, tubuhnya masih belum bisa menahan beban berat itu. Saat ini, Han Sen sangat kelelahan sampai sulit berdiri.
Tadinya dia ingin berlatih Pengalihan sedikit lagi, tapi tidak bisa. Sambil duduk sendirian di ruangan latihan, Han Sen memutuskan untuk kembali ke asrama saat dia pulih.
Berita terdengar di ruang latihan, yang sebagian besar tentang Tempat Suci Para Dewa, seperti seseorang telah pergi ke Tempat Suci Para Dewa Keempat, seseorang telah menjadi Setengah Dewa, dan seseorang telah menjadi bangsawan berdarah sakral.
Menonton sebentar, perhatian Han Sen tiba-tiba tertuju pada sebuah berita. Itu adalah berita singkat yang dibacakan oleh pembawa berita, yang segera tenggelam oleh banyak berita yang hampir sama.
Akan tetapi, Han Sen tiba-tiba bersemangat. Dia segera menyalakan jaringan komunikasinya dan mulai mencari di Jaringan Langit. Dengan cepat, Han Sen menemukan informasi berguna dan matanya berbinar-binar.
Berita itu tentang Penampungan Agung di Tempat Suci Para Dewa Pertama. Seseorang menemukan makhluk berdarah sakral yang kuat di pegunungan dekat Penampungan Agung. Hampir seluruh Penampungan Agung bekerja sama memburu makhluk itu, tapi mereka bahkan tidak mampu melakukannya, hingga menyebabkan banyak kehilangan dari Penampungan Agung.
Han Sen menemukan komentar soal hal ini dari orang-orang di Penampungan Agung. Karena banyak dari mereka yang telah melihat makhluk berdarah sakral itu, penggambaran mereka sangat jelas.
Makhluk itu seperti kura-kura, segelap tinta dan sebesar mobil. Badannya sangat keras sampai-sampai senjata berdarah sakral tidak bisa menggores cangkangnya.
Kura-kura itu tidak cepat, jika tidak akan banyak lagi korban yang berjatuhan karenanya.
Banyak yang percaya kura-kura hitam itu bahkan lebih kuat dari kura-kura bercangkang kristal berdarah sakral, dan seharusnya menjadi kura-kura terkuat yang pernah orang-orang saksikan di Tempat Suci Para Dewa Pertama.
Banyak orang menceritakan kejadian pertarungan itu, yang meyakinkan Han Sen bahwa itu sepertinya makhluk super.
Menurut orang-orang di Penampungan Agung, kura-kura hitam jelas lebih kuat dari makhluk sakral biasanya. Tidak ada senjata berdarah sakral yang mampu melukainya. Dan kelemahannya hanyalah kecepatan. Jika tidak, lebih dari setengah Penampungan Agung akan mati sia-sia di sana.
Jika mereka tidak terlalu melebih-lebihkan, Han Sen yakin kura-kura itu pasti makhluk super.
Dalam setengah tahun, Han Sen telah meningkatkan kekeuatannya dan mencari tahu tentang makhluk super. Lagi pula, bahkan jika dia mampu membunuh makhluk super, setidaknya harus ada seekor untuk dia bunuh.
Akan tetapi, makhluk super bahkan lebih langka dari makhluk berdarah sakral. Kura-kura ini satu-satunya kandidat yang Han Sen lihat dalam setengah tahun.
Han Sen melihat lagi seluruh diskusi tentang kura-kura itu dan tahu bahwa kura-kura hitam itu datang dari laut. Seseorang mencoba memburunya setelah melihatnya. Mereka bukan hanya gagal, tapi juga kehilangan banyak orang hebat.
Kura-kura hitam kini telah mendaki Pegunungan Perunggu. Karena orang-orang dari Penampungan Agung tidak bisa membunuhnya, mereka tidak peduli untuk mengejarnya. Saat ini, yang mereka tahu hanyalah makhluk itu ada di suatu tempat di Pegunungan Perunggu.
Han Sen masih berpikir apakah dia harus pergi ke Penampungan Agung. Dia pernah kesana sekali dan tahu benar jalan ke sana. Jika dia terbang melintasi rawa gelap, dia bisa sampai dalam semalam.
Namun, dia belum menuntaskan fase ketiga panjang umur dari Mantra Klenik. Han Sen tidak yakin dia cukup kuat untuk membunuh makhluk super, yang membuatnya masih ragu-ragu.
"Saudaraku, kau menghabiskan waktu terlalu lama menggunakan peralatan holografis dan kau mandi keringat. Kau harus cukup minum." Seseorang tiba-tiba muncul di samping Han Sen, melemparkan botol air padanya.
Yang membuatnya terkejut, orang itu ternyata Jing Jiya. Jing Jiya terus menunggu Han Sen untuk menantangnya duluan, tapi tidak ada yang terjadi. Jing Jiya menyadari Han Sen lebih dewasa dari yang dia pikir, benar-benar tidak terpengaruh oleh rumor.
Namun, Jing Jiya bukanlah orang yang gampang menyerah. Setelah mendapat pesan kalau Han Sen berada di ruang latihan, dia segera datang dan menunggu Han Sen di sana.
Sebenarnya, dia sudah ada di sana cukup lama. Setelah Han Sen keluar dari perangkat, dia duduk di dekat Jing Jiya, tapi Jing Jiya tidak langsung mendatanginya. Murid baru itu pergi membeli dua botol air terlebih dahulu sebelum dia duduk di samping Han Sen.
"Tenang, aku tidak meracuni airnya," kata Jing Jiya tersenyum.
"Terima kasih kalau begitu." Han Sen membuka botolnya dan meminum setengah isinya. Dia memang banyak berkeringat dan dehidrasi. Karena lelah, Han Sen tidak peduli untuk berdiri dan membeli air. Kini karena Jing Jiya memberinya botol, dia dengan senang hati menerimanya.
Jing Jiya menatapnya tertarik. "Kau benar-benar tidak takut aku mungkin meracuni airnya?"
"Adik Jing Jiwu tidak akan melakukan hal seperti itu," kata Han Sen santai. Sebenarnya, dia bahkan tidak takut jika ada racun di dalamnya. Selain itu, tidak ada alasan bagi Jing Jiya melakukannya di tempat umum, karena kamera terpasang di mana-mana, dan mustahil baginya untuk membuktikan diri.
Ucapan Han Sen membuat Jing Jiya terdiam. Murid baru itu tidak menyangka Han Sen menaruh hormat pada kakaknya.
Akan tetapi, Jing Jiya harus mencapai tujuannya. Dia tersenyum dan berkata pada Han Sen dengan halus, "Aku bukanlah kakakku. Hanya karena dia tidak melakukan hal itu, bukan berarti aku juga tidak. Jika kau tidak bersedia menerima tantanganku, maka aku terpaksa akan menggunakan cara kotor meski aku tidak mau."
"Contohnya?" Han Sen meneguk sekali lagi airnya dan bertanya.
"Aku tahu ibumu bernama Luo Sulan dan penampungan dimana dia berada di Tempat Suci Para Dewa Kedua. Dan kau punya adik bernama Han Yan. Dia sangat imut dan pandai…" Jing Jiya selalu tersenyum tipis dan tampak tidak berbahaya. Saat para gadis melihatnya, jantung mereka akan berdebar.