Banyak murid yang menguping percakapan antara teman-teman Han Sen, mereka mencoba untuk mendengar perspektif orang dalam.
Namun, mendengar apa yang dikatakan oleh Wang Mengmeng, semua semuanya melihat padanya seolah-olah dia gila.
Bahkan teman sekamar Han Sen juga merasa jawaban Wang Mengmeng sama sekali tidak ada hubungannya. Tidak mungkin Han Sen berpikir mengalahkan Jing Jiya adalah hal yang mudah.
Seseorang yang dapat menembakan serangkaian sepuluh panah dengan busur 16,0, dan sembilan di antaranya berputar, tidak pernah kalah dengan mudah. Apakah Han Sen dapat mengalahkannya masih merupakan sebuah pertanyaan.
Orang-orang yang menguping perkataan Wang Mengmeng memastikan bahwa dia pasti adalah seorang penggemar berat, yang kata-katanya tidak dapat dipercaya.
Situ Xiang dan Chen Ling juga merasa terkejut dengan pilihan Han Sen. Chen Ling bertanya pada Situ Xiang, "Pelatih, aku tidak tahu banyak tentang panahan. Tetapi bukankah busur 11,0 lebih lemah daripada busur 16,0?"
Situ Xiang mengangguk dan berkata, "Jika mereka berada pada tingkat yang sama, busur 16,0 lebih kuat daripada busur 11,0."
"Lalu mengapa Han Sen memilih busur 11,0? Dengan kekuatannya, bahkan jika dia tidak dapat menggunakan busur 16,0, dia tetap dapat memilih busur 15,0 dan 14,0 bukan?" Chen Ling merasa bingung.
Situ Xiang tersenyum masam dan berkata, "Aku juga tidak mengerti. Jika harus ada alasan, mungkin dia ingin mengalahkan kedua kakak beradik itu dengan busur yang sejenis."
"Apakah itu memungkinkan?" Walaupun Chen Ling tidak memahami panahan, dia tahu betapa sulit mengalahkan Jing Jiya dengan busur yang lemah.
"Aku tidak tahu." Kata-kata Situ Xiang agak konservatif, karena dalam pandangannya, Han Sen akan habis.
Melihat panah Han Sen, wajah Jing Jiya menggelap. Dia tidak dapat lagi menahan diri untuk bersikap sopan dan bertanya dengan sinis, "Kakak, apakah kau benar-benar akan menggunakan busur itu?"
"Apakah tidak boleh?" Han Sen berkata dengan tenang.
"Tentu," Jing Jiya mengambil nafas dalam-dalam dan mencoba untuk menenangkan dirinya. Dia tahu bahwa menjadi gelisah dan tidak sabar adalah hal yang tidak boleh dilakukan sebelum duel. Walaupun dia tidak ragu bahwa dia akan menang, dia tidak ingin menganggap enteng lawannya.
Tidak peduli apa busur yang dipilih oleh Han Sen, Jing Jiya memutuskan untuk berusaha sekuat tenaga dan tidak memberikan Han Sen kesempatan sama sekali.
"Karena kamu tidak merasa keberatan, mari kita mulai." Han Sen tidak ingin membuang waktu lagi. Setelah duel, dia harus pergi ke Tempat Penampungan Agung. Perjalanan itu akan memakan waktu setidaknya satu bulan, dan dia harus bergegas.
"Oke," jawab Jing Jiya. Dia berjalan menjauh dari Han Sen dan berhenti ketika mereka berjarak 220 kaki.
Jing Jiya berbalik dan berkata kepada Han Sen sambil tersenyum, "Kau mengalahkan kakakku pada jarak ini. Bagaimana kalau kita memiliki duel dalam kondisi yang sama?"
Jing Jiya sudah memikirkan hal ini sejak lama. Dia ingin membalaskan dendam kakaknya pada jarak yang sama.
"Terserah," kata Han Sen dengan cuek.
"Pelatih Situ Xiang, apakah kau bersedia meniupkan peluit?" Jing Jiya bertanya pada Situ Xiang sambil tersenyum.
Situ Xiang mengangguk, terdiam, dan meniup peluit di lehernya.
Semua mata tertuju pada Han Sen dan Jing Jiya. Saat peluit ditiup, Jing Jiya menembakkan rangkaian yang sama dari sepuluh anak panah pada Han Sen.
Karena busur itu kuat, sepuluh panah itu segera berada di wajah Han Sen.
Jing Jiya mengetahui dengan sangat baik bahwa walaupun sepuluh panah tampaknya disejajarkan, mereka akan menyebar seperti badai di wajah Han Sen dan memblokir setiap arah, berkat teknik berputar.
Jing Jiya telah bekerja keras berlatih panah berputar untuk mengalahkan Han Sen dengan cara ini. Dia harus mengalahkan Han Sen dengan trik Han Sen sendiri untuk membersihkan nama kakaknya.
Han Sen melihat apa yang dilakukan Jing Jiya, tetapi hanya menembak satu panah dengan tidak bersemangat. Tampaknya dia bahkan tidak menarik tali sepenuhnya.
Dan dia juga tidak melakukan tembakan kedua. Meletakkan busur, Han Sen berdiri di sana dan menyaksikan.
"Sepertinya Han Sen sudah menyerah."
"Dia bahkan tidak ingin menang. Tidak heran dia mengambil busur 11,0."
"Jenius telah jatuh. Ini duel yang membosankan."
"Ini memalukan karena Jing Jiya memperlakukannya dengan serius. Dia tidak hanya tidak menghormati lawannya, dia juga tidak menghormati dirinya sendiri."
"Apakah itu jenius yang sama dengan yang dulu aku puja?"
"Sepertinya dia bukan orang yang sama setelah kecelakaan itu."
Situ Xiang juga merasa sangat kecewa. Seingatnya, Han Sen bukan orang yang mudah putus asa, apalagi membuat gerakan yang sama dengan menyerah. Namun, dia pernah melihatnya dengan mata sendiri. Situ Xiang berpikir, apakah raja panahan telah hilang selamanya?
Bahkan Jing Jiya juga tersentak dengan tingkah laku Han Sen. Dia ingin mengalahkan Han Sen, tetapi bukan dengan cara seperti ini. Pecundang dan keahlian yang parah, buat apa dia membalas dendam walaupun dia dapat mengalahkan Han Sen? Ini mungkin lebih mempermalukan kakaknya Jing Jiwu.
Kalau Jing Jiwu telah kalah pada jenis, Jing Jiya dapat menerimanya. Namun, tampaknya Jing Jiwu kalah pada seorang bajingan.
Han Sen, di sisi lain, merasa puas dengan tembakan yang dia lakukan. Kekuatan panah berputar tidak bergantung pada kecepatan maupun kekuatan, tetapi bagaimana dia merentang.
Walaupun panah berputar Jing Jiya tampak mengesankan, di mata Han Sen, panah-panah itu nyaris tidak berputar.
Walaupun tembakan Han Sen tidak cepat, tetapi dia membawa kekuatan berputar yang bahkan tidak dapat dibayangkan oleh Jing Jiya.
Selain itu, tembakan Han Sen juga melambangkan pemahamannya tentang kekuatan perputaran dan Ledakan Yin yang selama dua tahun terakhir. Walaupun tidak cepat, Han Sen merasa cukup puas dengan apa yang telah dia lakukan.
Panah Jing Jiya sudah tiba, awalnya hampir bertabrakan dengan panah yang ditembakan oleh Han Sen.
Semua penonton melihat apa yang dapat dilakukan Jing Jiya dan mengetahui bahwa panahnya dapat berputar dengan aneh dan menghindari panah Han Sen. Oleh karena itu, walaupun Han Sen juga telah membuat panahnya berputar, tidak akan merubah apapun.