Chapter 392 episode 391 (S2)

" Ma, sudah ngobrolnya kami lapar." Ucap Kevin.

" Oh iya, mama sampai lupa. Mari Ros, kita makan malam dulu. Tapi sebelum makan, saya mau mengajak kamu menemui papanya Kevin."

Menik menganggukkan kepalanya. Dia mengikuti nyonya Paula menuju sebuah kamar. Di dalam kamar itu papanya Kevin terbaring lemah.

" Pa, ini calon menantu kita namanya." Nyonya Paula bingung mau menyebutkan nama Menik. Tapi Kevin langsung membantu mamanya untuk menyebutkan nama Menik.

" Namanya Samudera Nuansa Pagi di panggil Menik." Ucap Kevin.

" Menik." Ucap papanya terbata-bata.

" Ya pak." Ucap Menik.

Pria paruh baya itu melihat wajah Menik dengan sangat lekat sambil tersenyum.

" Apa papa merestui hubungan kami." Tanya Kevin.

" Iya." Ucap papanya terbata-bata.

" Baiklah, ayo kita makan malam. Biarkan papa beristirahat." Ucap nyonya Paula. Ketiganya keluar dari kamar dan menuju ruang makan. Di meja makan sudah terhidang makanan rumahan yang sengaja di buat nyonya Paula untuk menyambut Menik.

" Lihat Ros, semua makanan ini saya yang masak. Coba kamu cicipi apa yang kurang dari masakan saya." Ucap nyonya Paula.

" Wah ibu pintar memasak." Puji Menik.

Mereka mulai menikmati makan malam dengan hening. Tidak terdengar suara sama sekali. Hanya dentingan suara garpu dan sendok yang berperang di atas piring masing-masing.

Setelah selesai makan malam nyonya Paula membawa Menik menuju ruang keluarga. Dan Jesy menghidangkan cemilan untuk mereka di sana.

" Apa yang kurang dari masakan saya." Tanya nyonya Paula.

" Tidak ada yang kurang bu, nyaris sempurna." Puji Menik.

" Kamu tau, saya belajar memasak itu secara berulang-ulang. Dan ternyata berhasil." Ucap nyonya Paula.

" Kamu panggil tante jangan ibu, kesannya saya seperti ibu negara." Ucap nyonya Paula sambil tertawa.

" Hahaha, iya tante."

Mereka tertawa bersama.

" Ros, tante tau. Pasti kamu bersedih ketika mendengar kalau Kevin akan bertunangan dengan orang lain."

Menik diam dan hanya menundukkan kepalanya.

" Kevin memang sudah berusaha menjelaskan kepada tante tapi tante terus memaksanya. Ternyata perbuatan tante sungguh keterlaluan. Karena telah membuat hati kamu dan Kevin hancur." Ucap nyonya Paula pelan.

" Tante jangan di bahas yang telah lalu. Cukup masa lalu dijadikan pembelajaran hidup buat kita."

" Iya kamu benar. Tapi tante tidak enak hati melihat kamu sakit dan itu karena saya."

" Mama sudahlah, jangan menyalahkan diri." Ucap Kevin.

" Baiklah, mama tidak akan bersedih lagi. Tapi izinkan mama ikut serta membantu persiapan pernikahan kalian." Ucap nyonya Paula semangat.

" Persiapan? Nanti tante kami belum memikirkan itu." Ucap Menik sambil melirik Kevin.

Kevin mengerti arti lirikan itu. Dimana dia harus membantunya untuk menjelaskan kepada nyonya Paula.

" Nanti ma, jangan terburu-buru. Pernikahan itu di lakukan sekali seumur hidup. Jadi harus di pikirkan secara matang." Ucap Kevin.

" Ya, makanya dari sekarang kita buat list apa saja yang harus di persiapkan." Ucap nyonya Paula.

Kendala Kevin dan Menik cuma satu yaitu restu dari Bima. Dan tidak mungkin mereka mengatakan kepada wanita paruh baya itu kalau saudara kandung Menik tidak merestui hubungan keduanya.

Setelah mengobrol panjang lebar, akhirnya Menik pamit pulang. Dan Kevin mengantarkannya pulang. Tapi sebelumnya Menik pamit kepada nyonya Paula dan Jesy. Tidak lupa wanita paruh baya itu memeluk erat tubuh Menik dan mengecup dahinya. Terlihat kalau nyonya Paula sangat menyayangi Menik seperti anaknya sendiri.

Di dalam mobil.

Menik banyak diam, dia memikirkan semua perlakukan yang di dapatkannya dari nyonya Paula. Dia sempat berpikiran jelek kalau wanita paruh baya itu akan menentang hubungan keduanya. Tapi ternyata semua pikiran jeleknya salah. Nyonya Paula menyambutnya dengan penuh suka cita.

" Kamu melamun." Tanya Kevin.

" Eh iya enggak." Menik gugup.

" Apa yang kamu lamunkan?"

" Entahlah, aku sempat berpikir kalau mamamu tidak merestui hubungan kita. Tapi ternyata aku salah."

" Kan sudah aku bilang kalau mama akan merestui hubungan kita. Sebelumnya aku juga sudah mengatakan kepadamu kalau mama sendiri yang memintaku untuk menyematkan cincin itu kepada pujaan hatiku."

" Iya kamu benar, tapi." Menik menggantung kalimatnya.

" Tapi apa?"

" Bagaimana dengan Bima?"

Kevin menghela nafasnya. Mereka masih harus melewati satu rintangan lagi yaitu Bima.

" Agak susah menaklukan hati Bima. Apa hatinya sekeras batu." Ucap Kevin.

" Enak aja. Dia pria yang berhati mulia. Tidak pernah berbicara kasar kepada siapa pun. Cuma kepadamu saja dia kasar." Ucap Menik membela adiknya.

" Tapi tetap saja dia berhati batu, sudah jelas kakaknya bahagia bersamaku tapi dia tetap dengan pendiriannya kepala batu."

" Apa! Enak saja kamu bilang adikku kepala batu. Kami dilahirkan dari satu perut yang sama. Kalau dia kepala batu, aku kepala apa?" Menik sewot.

" Kepala gilingan." Ucap Kevin.

" Apa! Berani sekali kamu mengatai aku kepala batu gilingan. Kamu memangnya kepala apa?"

" Kepala rumah tangga." Ucap Kevin santai. Sambil meminggirkan mobilnya di tempat yang sepi.

" Jangan alihkan pembicaraan kalau aku lagi marah. Baik kami memang keluarga kepala batu. Dan kamu tidak punya kepala." Ucap Menik sewot.

Kevin hanya melihat calon istrinya yang marah tidak berhenti. Omelannya melebihi emak-emak yang lagi memarahi anaknya.

" Asal kamu tau walaupun kami kepala batu tapi kami saling mencintai." Ucap Menik marah.

" Kalau kalian saling mencintai dan mengasihi kenapa dia tidak merestui hubungan kita. Ayo kenapa?"

" Ya itu semua karena kamu. Kalau kamu tidak menyakiti perasaanku pasti dia tidak akan membencimu. Pokoknya semuanya salah kamu." Ucap Menik masih sewot.

" Sstt." Kevin meletakkan jari telunjuknya di atas bibir Menik. Tangan kirinya sudah berada di pinggang Menik.

Melihat Kevin bersikap seperti itu Menik langsung diam.

" Kamu mau apa?" Tanya Menik bingung.

" Mau menyumpal mulutmu."

" Menyumpal? Walaupun mulutku kamu sumpal, aku tidak akan berhenti marah."

" Apa kamu yakin." Ucap Kevin.

" Yakin." Belum sempat Menik melanjutkan kalimatnya, bibir Kevin sudah berada diatas bibirnya.

" Apa yang kamu lakukan." Menik berusaha mendorong tubuh Kevin.

" Menyumpal mulutmu agar tidak cerewet." Ucap Kevin.

Kevin sudah mencium bibir Menik yang ranum. Menik berusaha untuk melepaskan ciuman yang di berikan Kevin kepadanya. Tapi dia tidak kuasa ketika lidah calon suaminya sudah ngabuburit di dalam mulutnya. Dia ikut terbuai dan membalas ciuman itu. Sampai akhirnya dia tersadar ketika ada sorot lampu dari arah depan. Dan bisa di pastikan itu dari lampu sorot kendaraan yang melewati mereka.

" Cukup, aku tidak akan marah lagi." Ucap Menik mendorong tubuh Menik.

Kevin melepaskan ciumannya sambil tersenyum penuh kemenangan.

" Kamu boleh kok marah terus." Ucap Kevin licik.

" Ya, tapi kalau aku marah kamu sumpal pakai bibirmu." Gerutu Menik.

" Tapi kamu menikmati juga." Ejek Kevin.

" Tidak." Menik malu pipinya langsung merona merah.

" Tuan Ziko bilang kalau wajah seseorang merona biru tandanya dia malu. Dan pipimu sekarang biru, akui saja kalau kamu menikmati ciuman dariku." Goda Menik.

" Enggak, ciumanmu tidak sedap." Jawab Menik gugup.

" Tidak sedap ya. Baik sekarang kita ulangi lagi. Apa ciumanku membuat kamu melalang buana atau malah pingsan." Ucap Kevin.

" Stop. Jangan di lanjutkan lagi. Aku tidak mau kita di tegur karena melakukan itu di sini."

" Baiklah, percobaan hari ini kita akhiri. Dan prakteknya akan kita lanjutkan ketika malam pertama."

Menik membelalakkan matanya. Dia masih malu mengingat kejadian barusan. Apa lagi malam pertama, dia tidak membayangkan akan semerah apa pipinya.

" Like, komen dan vote yang banyak ya, terimakasih."

ig. anita_rachman83