Pusing. Kepalaku pusing, aku bahkan tidak
bisa tidur nyenyak. kening ku juga ma sih nyeri. Kata-kata tuan saga tentang mematahkan jari-jari terus
terngiang dikepalaku. Aku sampai mimpi dikejar-kejar jari-jari ku sendiri.
Daniah bengong sambil memegang sepatu Saga di pangkuannya. Duduk di sofa yang jadi tempat tidurnya kalau malam. Sementara Saga muncul dari ruang ganti sudah memakai
setelan jas. Rambutnya sudah tersisir dengan rapi. Membuatnya terlihat sangat
tampan. Kalau ada efek kilau cahaya, sudah bersinar punggungnya karena aura
sempurnanya. Dia berdiri sambil merapikan dasinya.
Haha, lihat dia, sudah bengong
seperti orang bodoh. Apa kata-kataku semalam keterlauan ya. Sepertinya dia
benar-benar ketakutan saat aku bilang akan mematahkan jari-jarinya. Benar-benar
hari pagi yang menyenangkan melihatnya begitu. Pagi-pagi Saga sudah punya
hiburan menarik. Setelah berguman agak lama dan selesai dengan urusan dasinya,
dia berjalan mendekat ke sofa. Dia duduk disamping Daniah dengan menjatuhkan
dirinya. Membuat Daniah terlonjak kaget. Refleks Daniah segera berlutut. Dalam diam dengan pikiran
sudah berlarian kemana-mana dia memakaikan kaos kaki.
Eh kenapa ini.
Saga menarik ujung rambut Daniah yang terurai. Membuat gadis itu merinding, pikirannya sudah mengajaknya mengingat sentilan keras dikeningnya semalam. Dia mengigit bibirnya kuat, kalau
tiba-tiba rambut itu ditarik.
“ Apa dari lahir rambutmu sejelek ini?”
Apa! Jelek! Ini rambut ikal
bergelombang tau. Banyak artis juga yang memakai tren rambut seperti ini
sebagai gaya hidup.
“ Ia tuan.” Hanya bisa menjawab dengan pasrah.
“ Luruskan rambutmu, mataku sakit
melihatnya.” Saga mengibaskan rambut yang dia pegang, setelah itu seperti habis
menyentuh benda menjijikan dia mengusapkan tanganya ke bahu Daniah. Gadis itu
mengigit bibirnya keras agar tidak merasa kesal.
Bagaimana laki-laki ini bisa menakutkan sekaligus menyebalkan begini.
“ Baik tuan saya akan meluruskan rambut saya.” Mendongak dengan tersenyum. “ Sudah selesai sepatunya.” Daniah bangun dari berlututnya. Tanganya terkepal kesal. Dia memaki sepanjang
perjalanannya dari kamar sampai kemeja makan.
Paginya yang menegangkan sekaligus
menyebalkan di kamar berdua dengan Saga, bukanlah akhir dari drama paginya.
Di meja makan sudah ada 4 orang duduk. Eh, kenapa bertambah satu lagi para
wanita yang meramaikan meja makan.
“ Kak Saga selamat pagi!”
Aku ingat, bukankah dia nona
Clarissa, wanita yang tiba-tiba mengibarkan bendera perang waktu acara
pernikahan. Tanpa aku tahu sebabnya.
Dia langsung mendekat menyambut
Saga yang menuruni tangga, melihat ke arah Daniah. “ Selamat pagi kakak ipar.”
Huh, dia memanggil Daniah dengan sebutan kakak ipar.
Aku cukup punya dua adik ipar,
tidak mau nambah lagi. Apalagi yang sifatnya seperti mu.
“ Kenapa kau disini.” Saga bertanya sambil berjalan menuju meja makan.
“ Aku dan Jenika pergi ke pesta kemarin, karena terlalu malam jadi aku menginap di sini.” Clarissa sudah akan
mendekat dan merangkul tangan Saga, tapi kalimat Saga kemudian membuatnya tidak
berani bertindak lebih jauh lagi.
“ Makan sarapanmu dan pulanglah!”
“ Baik kak.”
Kepala pelayan menarik kursi yang
biasa Saga tempati, Clarissa bergerak cepat mau duduk di sebelahnya tidak
perduli kalau Daniah berdiri di sampingnya. Saat Saga menoleh dan memberikan
pandangan menusuk Jenika segera menarik lengannya.
“ Itu tempat duduk kakak ipar.”
Walaupun kesal Clarissa memilih
menyingkir dan duduk di kursi yang kosong. Disamping Jenika, sementara Sofia
berpindah ke kursi di samping ibunya.
“ Selamat pagi Saga, sudah lamakan Clariss tidak menginap di rumah dan makan bersama.”
“ Pagi bu.”
Ahh, ternyata dia masih manusia,
dia masih menjawab salam selamat pagi dari ibunya. Daniah meletakan sarapan
kepiring Saga seperti sebelum-sebelumnya.
“ Habiskan makanan kalian, aku tidak mau mendengar ada yang bicara.” Satu kalimat itu sudah membuat semua orang yang ada di meja makan tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Bahkan Daniah
berusaha bernafas tanpa suara. Sarapan pagi ini sesunyi embun pagi yang menetes
dan menguap karena matahari. Daniah melirik semua orang di tempat makan ini,
mereka menghabiskan makanan dengan raut muka yang sama dengannya,
Aku benar-benar bersyukur bukan aku
saja yang gila menghadapi sifat dan kelakukan laki-laki ini. Menakutkan
sekaligus menyebalkan, dua kata itu sepertinya tidak cukup mewakilinya.
BERSAMBUNG