Malam panjang belum berakhir bagi
Daniah. Sebelum mata laki-laki itu terpejam sepertinya dia pun tidak boleh
lengah sedikit pun.
“ Mana Hp ku?”
Daniah menyerahkan hp dari tangan
pak Mun. Seperti halnya Daniah, Pak Mun mengikuti langkah kaki Saga menuju ruang
kerjanya. Saga menyuruh Pak Mun tidak ikut masuk, kepala pelayan itu menundukan
kepala lalu beranjak pergi. Sekarang hanya ada Daniah, seperti digiring menuju
lubang neraka dia masuk ke dalam ruang kerja Saga.
“ Carikan buku di rak yang judulnya ini!”
Daniah menerima selembar kertas
tulisan tangan Saga, sebuah judul buku. Dia mencari-cari di rak judul buku yang
dimaksud. Sepuluh menit berlalu, dia belum menemukan buku yang dicarinya.
“ Apa kau tidak bisa membaca?”
“ Maaf.”
Dia sadar dia sedang dikerjai habis-habisan
oleh laki-laki di depannya. Walaupun sambil mengutuki Saga sepanjang ia
melakukan perintah, dia tetap tersenyum sambil menyelesaikan tugasnya. Hebat
ya, tolong beri dia penghargaan untuk akting terbaik.
Akhirnya buku yang dicari ia
temukan, bergegas ia menyerahkan buku.
“ Sepertinya kalau ada perubahan
suasana di rak buku akan terlihat lebih bagus.”
Apa ini, kenapa aku sudah merinding duluan. Daniah mengusap tengkuknya.
“Susun buku sesuai warna cover,
sepertinya kelihatan lebih bagus kalau disusun sesuai warna.”
Benar kan, benar dugaan ku kan. Sudah
gila ya, kamu pikir ini baju. Dia menaikan level mengerjai ku.
“ Aku mau membaca buku di kamar. Selesaikan sebelum waktunya tidur.”
“ Baik tuan.”
Saga berjalan keluar, diikuti sorot
tajam mata Daniah. Laki-laki itu sadar, kalau Daniah sudah sangat kesal. Dia
tergelak di belakang pintu yang tertutup.
Kenapa mengerjainya membuat ku
bersemangat begini ya.
Daniah mengambil foto setiap sudut
rak buku yang akan dibongkarnya. Dia tahu laki-laki gila itu akan menyuruhnya
menata ulang buku-buku ke tempatnya semula lagi setelah dia menyusun sesuai
warna.
Kau pikir aku bodoh, aku sudah kau
kerjai berulang kali setelah masalah meluruskan rambut. Kau pernah menyuruh ku
mengantri seprei tempat tidur dengan warna yang tidak biasa kau pakai. Tapi
setelah aku selesai menganti seprei kau bilang matamu sakit melihat warna
mencolok itu. Haha, aku tidak bisa kau kerjai lagi.
Daniah sudah menyelesaikan separuh pekerjaanya.
Dia mau istirahat dulu, duduk
di lantai, dia meluruskan kakinya, lalu menarik tumpukan buku untuk dijadikannya
bantal. Persetan dengan si gila itu pikirnya. Kalau perlu dia akan tidur disini
dan tidak kembali kekamar.
Daniah mengambil hp, dia memandang
foto di layar depan hpnya. Fotonya dan Raksa. Rasanya kalau tidak memikirkan
adiknya dia juga ingin lari dari tempat ini. Tapi kalau memikirkan adiknya yang
bahkan belum lulus kuliah sudah harus hancur terpuruk membuatnya harus kuat
bertahan.
“ Hallo dek, sedang apa?” Daniah menelfon adiknya.
“ Kak Niah, sedang belajar untuk ujian. Kak Niah sedang apa?”
“ Istirahat dirumah.”
Aku sedang menyusun buku di ruang kerja laki-laki gila itu.
“ Bagaimana perusahaan ayah dek, semua berjalan dengan lancarkan?”
“ Semua sudah stabil, kak Niah tidak perlu mengkhuatirkan kami. Ayah dan ibu hidup dengan sangat baik.”
“ Kamu juga harus begitu donk.” Suara Daniah dibuat seceria mungkin.
“ Kak Niah baik-baik saja?” Namun suara Raksa di sebrang sana terdengar getir.
“ Ia, kak Niah baik-baik saja
di sini. Aku bisa makan enak dan tidur nyenyak. Bisa bekerja seperti biasa, kamu
jangan kuatir.”
Kalau perusahaan ayah sudah stabil
artinya laki-laki itu tidak bisa mengunakannya untuk selalu
mengancam ku kan. Dia gak mungkin bisa membuat perusahaan ayah bangkrut dalam
sekejap kan.
Tapi tiba-tiba sebuah slide tergambar jelas di pikiran Daniah. “ Aku bisa menolong keluarga mu,
tapi aku juga bisa menghancurkannya seperti serpihan debu.”
Ternyata dia bisa melakukan semua itu ya.
“ Maaf nona muda.”
Daniah terlonjak, dia bangun dari
posisinya tiduran. Melihat apa Saga juga muncul. Dia bernafas lega karena hanya
pak Mun. Bergegas dia matikan hp, adiknya di sana pasti kebinggungan.
“ Saya bawakan makanan dan minuman untuk nona.”
“ Terimakasih pak mun. Bapak baik sekali.”
“ Tuan muda yang memberikan untuk nona”
Dia belum benar-benar kehilangan nurani disituasi seperti ini rupanya.
“ Tuan muda juga berpesan”
“ Apa?” Daniah seperti sudah bisa menebak kata-kata selanjutnya pak Mun.
“ Nona diminta mengembalikan buku ketempat semula, menyusun sesuai warna cover akan membuat tuan muda binggung kalau mau memilih buku. Begitu pesannya.”
“ Sialan!”
Pak Mun terkejut mendengar kata-kata Daniah.
“ Haha, maaf pak, saya tidak memaki tuan Saga sumpah.”
Aku bakar kata-kataku tadi yang mengatakan dia punya hati nurani.
“ Nona muda diminta segera menyelesaikan
pekerjaan di sini dengan segera. Karena tuan muda juga sudah mau tidur.”
Terus apa hubungannya denganku, aku masih
banyak pekerjaan yang harus aku lakukan. Bahkan sampai pagi aku akan tidur di
sini.
“ Tolong pak mun layani tuan Saga
ya, saya mau menyusun ulang buku-buku ini ke tempatnya semula. Mungkin saya juga
gak akan kembali ke kamar malam ini.”
“ Baik nona. Tapi apa nona tidak
mau meminta bantuan pelayan lain untuk membantu nona.”
“ Eh memang boleh.” Wajah Daniah berbinar.
“ Tentu saja, setahu saya tuan muda tidak mengatakan kalau nona harus mengerjakannya sendirian kan.”
Daniah seperti mendapatkan oase setelah perjalanan panjangnya. “ Kalau gitu bapak bisa tolong panggil pelayan yang lain.”
Pak Mun terdiam. Kenapa lagi ini pikir Daniah.
“ Kenapa pak?”
“ Tapi masalahnya tidak ada yang boleh masuk keruangan ini tanpa izin tuan muda.”
“ Bunuh saja saya pak!” Daniah berteriak kesal. “ Terimakasih makanan dan
minumannya ya pak, silahkan keluar saya mau melanjutkan pekerjaan saya.”
Pak Mun dengan wajah tanpa ekspresinya keluar ruangan.
Daniah ambruk duduk lagi mengutuki
pak Mun, apa laki-laki itu sudah sama tidak warasnya seperti majikannya. Suka
melihatnya menderita karena kesal. Kenapa juga sudah memberinya angin segar,
lalu membantingnya jatuh ke lantai keras.
Awas kamu ya pak Mun.
BERSAMBUNG...................