Chapter 153 Membayar Kerugian

Masih di kontrakan sempit. Masih menunggu tanpa kepastian. Beratnya menunggu yang tak pasti.

Suara keras volume hp membuat Arandita

bangun dari lamunan panjangnya mengenai sekertaris Han. Mengenai benang takdir yang ia ikat dengan tangannya sendiri. Dia segera

bergerak cepat mengambil hpnya.

“ Datang ke kafe XX jam 11 siang

ini.”

Hanya itu. Sesaat Aran membisu

sambil menatap layar hp. Berfikir.

“ Hei belum tentukan ini darinya.

Bisa jadi ini hanya pesan spam nyasar.” Aran membawa hpnya kembali ke karpet.

Kembali duduk bersandar. Dia melihat pesan dihpnya lagi. Jam 10 lewat limabelas

pesan itu masuk. Satu pesan lagi masuk membuatnya terlonjak. Dia melemparkan hp

ke atas tempat tidur. Lalu pergi menyambar handuk dan bergerak cepat ke kamar

mandi. Tidak lupa keramas, malu mengingat kejadian yang lalu.

“ Habis kau terlambat sedetik

saja.” Bunyi pesan yang mengisyaratkan siapa pengirimnya.

Hei, memang dia punya hak apa

mengancamku begitu. Diakan bukan majikanku. Lagian memang aku salah apa. Tapi

kenapa aku juga takut si.

Aran sudah naik ojek online.

Meminta driver segera menuju lokasi. Dia mengecek lagi hpnya. Melihat jam yang

tertera. " Maaf kak bisa cepat, hidup dan mati saya tergantung ini." Berteriak kencang supaya di dengar si driver. Motor terus melaju. Rambut melambai kemana-mana. kering tertiup angin. Aran bahkan tidak mengikatnya karena tadi masih basah.

Masih jam 11 kurang sepuluh menit,

saat dia sudah masuk ke dalam kafe. Aran mengedarkan pandangannya berkeliling.

Tidak ada yang dia cari. Seorang pelayan menghampirinya.

“ Maaf, saya sudah ada janji dengan

tuan Han. Apa dia sudah memesan tempat?” Bertanya sambil matanya masih  berkeliling,

dan kembali melihat layar hpnya. Memastikan belum jam 11 tepat.

“ Silahkan nona ikuti saya.” Pelayan

wanita itu mempersilahkan Aran mengikuti langkahnya.

Hah! Apa dia sudah datang? Habislah

aku.

Aran berjalan dalam diam, matanya

saja yang berkeliling, namun langkah kakinya mengikuti wanita yang berjalan di

depannya. Sambil menahan nafas. Berhentilah dia di depan pintu.

“ Silahkan nona, tuan Han sudah

menunggu anda.”

“ eh baik. Terimakasih.”

Aran memasuki pintu. Dia sudah

melihat. Sekertaris Han sudah duduk di dalam. Laki-laki itu melihat jam

tangannya saat melihat Aran mendekat.

“ Duduklah, kau masih punya waktu

dua detik.”

Apa! jadi dia benar-benar akan

menghukumku kalau aku terlambat. Memang apa salahku?

“ Kenapa tuan memanggil saya

kemari?” yang ditanya diam tidak menjawab. Dia mengambil amplop coklat yang ada

di depannya. Lalu dilemparkannya di depan Aran. Gadis itu binggung. Menebak apa

yang ada di dalamnya. Sejauh ini dia tidak menduga apa-apa.

Tunggu, apa itu dosa masalaluku

kepadanya. Hei, kau tidak bisa memakainya untuk mengancamku. Kaukan sudah

mengampuni dan melepaskanku dulu.

“ Apa kau tidak punya kaca di

rumah?” Han bicara sambil menatap Aran tanpa berkedip. Membuat yang di tatap

langsung kehilangan 99 persen kepercayaan diri.

“ Eh ia?”

Kenapa dia tanya tentang kaca.

Aran refleks membetulkan rambutnya.

Dia tidak mengikat rambutnya karena tadi masih basah. Segera dia merapikan

rambut dan menyelipkan di belakang telinga. Berfikir kalau kata-kata tentang kaca, karena penampilannya yang sekarang.

Memalukan sekali.

“ Bagaimana kau dengan tidak tahu

malunya memakai nama dewi kecantikan sebagai nama penamu.” Seringai tipis

ditangkap Aran sekilas dibibir Han. Gadis itu terperanjak saat mencerna kalimat

ejekan itu.

Apa! Aran meraih amplop yang ada di

depannya dengan cepat. Tangannya mulai bergetar melihat lembar demi lembar

kertas-kertas itu. Semua hal ada di sana. Bahkan sampai nama akun yang dia

pakai untuk menerbitkan novel-novelnya. Sampai pada jumlah tagihan listrik,

internet dan telfon yang dia pakai. Jumlah pinjaman uangnya di bank yang dia

pakai untuk membeli rumah orangtuanya. Semua detail, sampai alamat dan nama

orangtuanya. Dia menatap sekertaris Han. Perasaan takut menyelimuti seluruh

tubuhnya saat ini. Namun dia berusaha tidak menunjukannya. Dia benar-benar

berhasil menenangkan hatinya yang berdegup. Jangan sampai bibirmu bergetar

begitu pikirnya. Hingga dia mencengkram ujung jarinya di bawah meja.

Dia benar-benar harimau gila yang

tidak akan melepaskan mangsanya.

“ Memang apa salah saya sampai tuan

memeriksa kehidupan pribadi saya sampai sejauh ini.” Berhasil, Aran bisa bicara

dengan lancar. Tanpa menunjukan rasa takut. Nalurinya sebagai reporter dimasa

lalu terpakai pada situasi semacam ini.

Tapi, Aran salah. Han sudah membaca

semua itu. Dia mengenal gadis di hadapannya dengan cukup baik, melalui

informasi yang di dapatnya selama dua hari ini. Serangga penggangu yang dia

lepaskan dulu. Karakter berani dan nekadnya menjadikan Han sedikit tertarik

padanya. Kalau saja gadis lain, mungkin dia sudah menangis, lari, atau memohon.

Tapi Aran berbeda, dimatanya yang tidak mengenal takut itu sepertinya bisa

berguna pikir Han.

“ Huh! Kesalahan. Baru beberapa

hari lalu kau sudah lupa. Kau menabrakku di toko buku.”

Apa! memang kau terluka! Geram

karena kesal mendengar apa yang dikatakan sekertaris Han. Memang tanganmu patah

karena aku menabrakmu.

“ Tuankan tidak terluka. Bahkan tergorespun

tidakkan.” Protes kecil.

“ Tidak terluka." berdecak kesal " Kau tahu, karena

kau menabrakku aku teringat kembali pristiwa menyebalkan itu. Bukankah sudah

kubilang padamu untuk menghilang tanpa jejak. Jangan pernah muncul di hadapanku

lagi. Menghilang dari bumi ini kalau perlu.”

Apa kau menyuruhku mati!

“ Maaf.” Mulai sadar tidak akan

menang dengan argumen apapun yang diberikan. Mungkin saja dia bisa memakai

senjata yang dia pakai dulu, hingga laki-laki ini  melepaskannya. Bisa jadi kali ini berhasil

juga pikirnya. “ Maafkan saya tuan, saya akan pergi dan menghilang dari kota ini.”

“ Huh! Terlambat.” Han menjawab cepat.

“ Apa! Kenapa?”

Salahku apa lagi kali ini.

“ Kau harus membayar kerugianku.”

Apa! Gila ya!

“ Berapa yang harus saya bayar

tuan, untuk mengobati kerugian tuan.” Sok bertanya, walaupun dia tahu, dia tidak punya uang untuk bisa membayarnya. Dan dia bisa menebak, nominal yang akan di sebutkan laki-laki di depannya ini pasti tidak masuk akal.

Han menyebutkan nominal uang yang

jumlahnya sama dengan sepuluh kali lipat gajinya di stasiun TVXX dulu.

“ Sudah gila ya!” Aran menutup

mulutnya. “ Maaf tuan.” Dia mengambil kertas yang menumpuk di hadapannya. “Tuan

bahkan tahu berapa saldo rekening saya. Saya cuma rakyar miskin yang tidak

punya apa-apa. Bagaimana saya bisa membayar uang sebanyaak itu.”

Lihat, dia menyeringai lagi. Mau

apa sebenarnya dia.

“ Kalau begitu bayar dengan

tubuhmu.” Wajah Han terlihat sangat senang mengatakannya.

“ Apa!” Aran refleks menyentuh

bajunya. Menatap benci pada laki-laki dihadapannya. Dia bahkan menarik kursinya mundur.

Diakan bukan tipe laki-laki gila

perempuan, kenapa dia mau tubuhku.

“ Huh! Selain miskin, nekad, kau

juga benar-benar tidak tahu diri ya. Beli kaca sebesar tubuhmu, biar kau bisa

melihat wajahmu setiap hari. Kau sama sekali bukan seleraku.”

Kesal sekaligus lega yang di

rasakan Aran.

“ Lalu maksud tuan apa dengan tubuh

saya.” Nada protes dalam kata-katanya, kenapa mengucapkan kalimat yang bisa membuat orang salah paham.

Walaupun tidak cantik, akukan tetap perempuan.

“ Bekerja padaku. Gunakan tubuh dan

tenagamu untuk membayar kerugianku.”

Kenapa Han tertarik pada Aran sejauh ini karena resume yang dia terima setelah menyelidiki masa lalu gadis itu. Sebagai reporter pekerja keras dan nekad. Dia juga punya ban hitam ilmu beladiri populer di negara ini. Dan yang utama, dia tidak pernah menunjukan rasa takutnya.

Bekerja padanya? Sebagai karyawan

antarna Group. Tidak, tidak mungkin dia sebaik itu.

“ Apa sebagai karyawan Antarna

Group?” bertanya juga, berharap dalam hati kalau memang begitu adanya. dia akan punya status.

“ Lagi-lagi kau tidak tahu malu ya.” kata-kata yang langsung menyadarkan Aran siapa laki-laki di hadapannya.

Lihatkan, tidak mungkin kau sebaik

itu.

“ Pekerjaanmu hanya melakukan apa

yang diperintahkan padamu.”

“ Apa tuan mau saya jadi pelayan?”

Budak lebih tepatnya. Aran menyeringai dalam hatiya.

“ Iya.” Han menjawab santai dan jelas.

Apa! jadi benarkan.

“ Aku akan memberimu pekerjaan yang

sangat penting. Jangan kuatir, aku akan mengajimu dengan gaji tiga kali lipat

dari yang kau dapat dari stasiun tv.” Glek, lagi-lagi Aran menelan ludah

menghitung nominal uang yang bisa dia dapat. “ Tapi tentu saja, itu tidak

gratis, kau harus membayarnya dengan nyawamu.”

Sudah ku duga.

“ Tuan tidak sedang menyuruh saya

melakukan tindakaan kriminalkan?” Pertanyaan yang seharusnya tidak di tanyakaan.

“ Memang kau pikir membutuntiku,

mengambil vidio dan foto-fotoku diam-diam bukan tindakan kriminal.” Telak

menjadi panah beracun yang menghujam tubuh Aran.

“ Maaf.” Menundukan kepala dalam. Menyesal dengan pertanyaannya.

Walaupun takut, tapi dia juga

merasa penasaran dan tertantang. Lebih-lebih saat menghitung nominal uang yang

bisa dia dapat setiap bulannya.

Tunggu, jangan serakah. Kau hampir

mati karena keserakahanmu Aran. Kau juga tidak tahu pekerjaan apa yang harus

kau lakukan. Harimau gila ini bahkan sampai bawa-bawa nyawa segala. Ayo berfikir.

Uang, uang malah itu yang

berkelabat dipikiran Aran. Bayar pinjaman bank dan hidup dengan normal. keluar dari kontrakan sempitmu.

Ia, ia aku tahu. tapi ini nyawa taruhanku. Nyawa!

“ Bolehkah saya memikirkannya dulu

tuan. Berikan saya waktu untuk berfikir.” Berfikir jernis selama beberapa hari. itu pasti cukup. Aran akan menimbang untung dan ruginya. Jelas-jelas dia akan untung jika melihat nominal uangnya. mungkin yang mematikan adalah kepada siapa dia bekerja. Tapi tunggu, dulupun lingkungan pekerjaannya tidak mudah. Tapi dia bisa setegar karang dan menjadi reporter yang diperhitungkan. Pasti sekarang kau juga bisa Aran. Begitu kata hatinya memberi semangat.

Ayo pulang dan berfikir jernih.

“ Baiklah.”

Untunglah, dia cukup baik juga

ternyata. Semoga kau aslinya orang baik tuan Han.

Sekertaris Han melihat jam

dipergelangan tangaannya. Aran berfikir mungkin dia sedang melihat tanggal atau

hari kapan dia harus memutuskan.

“ Aku beri kau waktu sepuluh

menit, dari sekarang.”

Apa! Gila ya!

“ Tuan.” panik.

“ Berfikirlah, waktu terus

bergerak.”

Aaaaaaa, dia memang harimau gila!

Bersambung

Sampai jumpa di update selanjutnya ^_^

Semoga kebaikan selalu hadir untuk kita semua.....