Chapter 188 Bulan Madu Selesai

Saga sudah bangun duluan. Mendapati

Daniah memeluknya erat membuat hatinya bergetar senang. Dia memang masih

seperti itu. Setiap hal yang dilakukan Daniah karena inisiatifnya selalu

membuatnya sangat bahagia. Dia merasa dicintai melebihi apa yang sudah dia

berikan untuk istrinya.

Setelah selesai mandi dan

mengeringkan rambut dia memanggil Han, selang tidak lama Han masuk membawa jus

segar dan potongan buah.

“ Duduklah, kau bawa yang kuminta.”

“ Ia tuan. Silahkan” Han

menyerahkan garbu kecil ke tangan Saga. Lalu mengeluarkan lembaran-lembaran

kertas dari amplop coklat  yang dia bawa di bawah nampannya tadi.

Kenapa aku merasa cemas ya. Apa

tuan muda benar-benar perlu tahu tentang ini. Kalau dia semakin gelisah dan

berfikir macam-macam bagaimana.

Han sedang berperang dengan

pikirannya sendiri selama Saga menghabiskan makanannya. Dia sudah mencari

banyak referensi, bahkan menghubungi dokter kandungan yang secara khusus sudah

ditunjuk sebagai dokter pribadi nona.

Saga meletakan gelasnya yang sudah

kosong, dan mengambil lembaran kertas yang di berikan Han. Matanya memicing

saat membaca apa yang tertulis di sana.

“ Kau tidak bercanda dengan semua

informasi inikan?” Tangannya bergetar, bahkan dia memukul bahu Han dengan

tumpukan kertas itu.  “ Bagaimana aku membiarkan

Daniah merasakan ini? Ini pasti gila?”

Benarkan, apa yang aku cemaskan.

Tuan muda tidak mungkin baik-baik saja setelah melihat ini.

Wanita memiliki kemulyaan yang di

anugrahkan Tuhan dengan bisa meneruskan keturunan. Kehamilan dan melahirkan

adalah hadiah Tuhan bagi para wanita. Dalam proses kehamilan ada banyak sekali

cerita dan drama. Bahkan di gambarkan seorang ibu yang melahirkan anaknya

merasakaan sakit seperti 20 tulang di tubuhnya dipatahkan.

Membaca itu tubuh Saga gemetar. Dia

menoleh ke tempat tidur dimana istrinya sedang terlelap di bawah selimut. Hanya

ujung rambutnya yang terlihat.

“ Tuan muda, pelankan suara anda.

Nona bisa terbangun.” Bahkan hanya dengan membaca informasi seputar kehamilan,

seharusnya membuat bulu kudu semua orang bergetar. Ibu merasakan sakit ketika

melahirkan seperti halnya 20 tulang ditubuhnya dipatahkan. Membayangkan rasa

sakitnya saja tidak akan tergambarkan dengan benar.

Masih memandang lembaran-lembaran

kertas itu tidak percaya.

“ Buatkan jadwal bertemu dengan

dokter kandungan Daniah, aku ingin mendengar semua penjelasan sejelas-jelasnya tentang

kehamilan, melahirkan juga datang bulan.”

“ Baik.”

Hah!

Saga menjatuhkan kepalanya di atas

sandaran kursi. Pikirannya terbang menjumpai wajah-wajah yang di sayanginya.

Menghampiri wajah ibunya yang sedang jauh di sana. Menemukan Jen dan Sofi, dua

wanita  yang akan selamanya dia anggap

anak-anak. Sebanyak apapun usianya, Saga hanya akan menganggap mereka dua bocah

yang harus selalu dia lindungi.  Juga

wanita yang dicintainya. Dia menatap nanar lagi, tubuh kecil di bawah selimut

itu. Benarkan dia bisa.

Ibu, kau hebat sekali ya. Apa dulu

Ayah juga menangis ketakutan saat melihatmu kesakitan melahirkan kami. Ayah,

apa kau tahu dulu ibu kesakitan, ah tidak mungkin kau tidak tahukan. Kau

mencintai ibu seperti aku mencintai Daniah.

Kata-kata Daniah kembali terngiang

dipikirannya. Bagaimana dia bisa bercerita tentang sosok ibu kandungnya, wanita

yang begitu dicintainya. Walaupun hanya ingatan samar tentang seseorang yang

sudah melahirkannya ke dunia. Ibu, sampaikapanpun tak akan pernah terlupakan. Begitu ujarnya.

Bagaimana sebenci apapun Daniah pada ibu tirinya dia adalah wanita yang sudah

melahirkan Raksa. Adik yang sudah banyak sekali membuatnya tegar dan bertahan

hidup di keluarganya. Hingga ujaran balas dendan yang pernah di sodorkan Saga

hanya di balas senyum olehnya. “ Bagaimanapun Raksa mencintai ibunya. Dan aku

sangat menyayangi Raksa.” Begitulah dia akhirnya menghentikan niatan Saga balas

dendan untuk semua perlakukan yang pernah ibu tirinya lakukan padanya.

Jangan marah pada ibu, mengalahlah.

Ibu sangat menyayangimu, apapun yang sudah ibu lakukan maafkan dia. Jangan marah pada ibu

hanya karena aku. Begitulah yang selalu diulang Daniah saat kerap beberapa kali

dia bersitegang dan beda pendapat dengan ibunya.

Ibu.

“ Tuan muda.”

“ Hemm.” Tersadar dari lamunan,

menatap Han. “ Apa?”

“ Saya juga merasa binggung dengan

kondisi ini, tapi ini kenyataan yang saya lihat setelah mencari info-info

seputar kehamilan.”

“ Apa?” Saga mengangkat kepalanya

tertarik.

“ Walaupun wanita mengalami

perjuangan luar biasa dari semenjak hamil sampai melahirkan, tapi mereka bahagia

dengan semua itu. Karena menjadi ibu adalah hadiah yang Tuhan berikan bagi

seorang wanita.”

Jadi jangan terlalu cemas tuan

muda, nona Daniah pasti merasakan itu juga.

“ Niah juga pernah mengatakannya.

Kalau Tuhan memberinya kesempatan dia akan bahagia menjalani semuanya. Tapi...”

tertahan kata-katanya. “Apa aku bisa melihatnya menderita begitu. Aku pasti

bisa gila.”

Han diam, karena dia tahu

jawabannya. Rasanya menyesal juga dia sudah menyodorkan kertas-kertas yang ada di hadapannya ini. Kalau saja tuan muda tidak tahu, tentu dia tidak akan secemas ini memikirkan. Selama ini dia sudah menantikan kehamilan Daniah. Anak yang akan dilahirkan Daniah sebagai bukti cinta kasih mereka.

Apa tuan muda akan berfikir ulang tentang keinginannya melihat nona hamil.

Dikepala Saga masih bermunculan

aktualisasi tentang informasi kehamilan, jika itu terjadi pada Daniah. Apa dia

akan sanggup melihatnya.

“ Apa perusahaan punya kebijakan

khusus untuk karyawan hamil dan melahirkan?” Tiba-tiba hal ini masuk ke

pikirannya. Di Antarna Group ada banyak sekali karyawan wanita yang statusnya

sudah menikah.

“ Cuti melahirkan selama dua bulan

tuan.” Menjawab sambil merapikan kertas-kertas berserak di atas meja.

“ Apa itu cukup?”

Saya juga tidak tahu tuan muda.

Belum pernah ada yang komplen mengenai kebijakan cuti melahirkan selama ini.

“ Bahas ini di internal kepegawaian,

untuk memberikan cuti sekaligus bonus khusus bagi karyawan wanita yang sehabis

melahirkan. Anggarkan perencanaannya mulai tahun depan.”

“ Baik.”

Nona, anda membawa banyak sekali perubahan di

Antarna Group.

Terdengar suara dari tempat tidur.

Membuat kedua lelaki itu menoleh.

“ Hei apa yang kau lihat?” Gusar

saat melihat Han juga melirik kea rah tempat tidur. “Sudah kubilang, jangan liat

istriku yang sedang tidur.”

Dia mengemaskan tahu, apalagi kalau

habis membuka mata dan kebinggungan.

“ Maaf tuan muda.” Han langsung

berpaling ke arah meja.

Memang ada bedanya begitu, nona

saat tidur sama tidak.

Saga bangun dari tempat duduknya

mendekati Daniah. “ Kau sudah bangun? Apa ada yang tidak nyaman.” Menyentuh

pipi Daniah yang masih berusaha mengumpulkan separuh nyawanya.

Hah! Aku ketiduran berapa lama ini.

Ahhh, banjir, aku harus ganti pembalut.

“ Aku baik-baik saja sayang. Aku

mau kekamar mandi.”

Saga sudah bangun dan mengambil

posisi mau mengendong Daniah tapi gadis itu benar-benar menolak dengan keras.

Bahkan memukul bahu Saga dengan bantal.

“ Aku bisa jalan, sudah sana, teruskan

saja pekerjaan kalian.” Melihat ke arah sekertaris Han. Melihat juga kertas

menumpuk di atas meja.

Mereka sedang bekerja ya.

Walaupun tidak rela akhirnya

dibiarkan saja istrinya itu berjalan sendiri ke kemar mandi.

Setelah melihat istrinya masuk dia kembali duduk.

" Kau lihatkan dia mengemaskan kalau habis membuka mata saat bangun tidur."

Mana saya tahu tuan, melirik saja tidak bolehkan tadi.

" Kau tidak akan tahu, kamu kan jomblo."

Hahahahahaahaha. Han

Beberapa saat terdegar Saga sudah menghela nafas, sepertinya dia sudah mengambil beberapa kesimpulan sambil menatap pintu kamar mandi. Kali ini suara air tidak terlalu terdengar.

" Sepertinya bulan madu kali ini sampai disini. " Han menghentikan pekerjaannya. Seperti yang sudah dia pikirkan. Tidak mungkin tuan muda akan membiarkan nona keluar, dan tidak mungkin pula berlama-lama di tempat ini jika tidak bisa melakukan apa-apa. "Hari ini kirim pulang para pelayan dan pengawal, sisakan saja seperlunya. Kita tidak mungkin melanjutkan agenda dengan kondisi Daniah yang begitu."

" Baik tuan muda, saya akan mengurusnya." Han sudah memasukan semua kertas ke dalam amplop coklat yang dia bawa. " Saya akan membereskan semuanya dan meminta pak Mun membawa makan siang ke kamar."

" Hemm."

Sepertinya bulan madu kali ini benar-benar tidak berjalan dengan baik. Ku pikir akan ada kabar menyenangkan tentang kehamilan nona. Tapi tuan muda malah terlihat gelisah.

Han meremas amplop yang dia bawa. Andai dia tidak menunjukan ini pasti akan lain ceritanya. Karena dia selalu seperti itu. Jika melihat Saga kecewa atau memikirkan sesuatu sampai seserius itu dia sudah merasa gagal melakukan kewajibannya.

Bersambung