Chapter 207 Memasuki Rumah Utama

Di dalam kamar utama Saga sudah

siap dengan setelan jasnya. Semua sudah sempurna untuk penampilannya. Tampan,

jangan ditanya. Memang sudah seperti itu garis wajahnya. Tidak bisa di sangkal

atau dibantah siapapun. Daniah sampai mengerjapkan mata dan menelan ludah

sendiri. Memuji Saga.

Bagaimana dia bisa terlihat

sempurna dalam situasi apapun si, dan orang sempurna ini benar-benar suamiku.

Dan sekarang dia sedang duduk manis

di ruang ganti baju melihat Daniah yang mulai terlihat gusar setelah mengganti

bajunya untuk kesekian kali. Tapi Saga terlihat menikmati tingkah kesal

istrinya. Di sedang tersenyum melihat mimik wajah Daniah yang berubah-ubah.

Kalau saja kelakuanmu tidak seaneh

ini, kau pasti benar-benar sempurna tuan muda! Gerrrrr

Ntah sudah semasam apa wajah Daniah

saat ini, mungkin sudah mirip tumpukan pakaian tidak laku di sudut rukonya.

Yang harus di obral setengah harga baru di lirik pembeli.

“ Lepas! kau terlalu cantik memakai

itu.” Mulai lagi, masih dengan alasan yang sama yang di pakainya saat meminta

Daniah mengganti bajunya untuk pertama kali tadi. “ Aku tidak rela kau

menunjukannya pada orang lain.” Masih duduk dengan menopang tangannya memberi

penilaian. Sudah seperti juri peragaan busana yang seenaknya memakai standarnya sendiri dalam menilai.

Aaaaaaaa, aku ingin melemparkan

baju ini ke wajahmu tuan muda. Ayo lempar saja Daniah, walaupun dia murka yang

penting kau puas.

Tapi nyalinya masih seujung kuku

untuk menjalankan niatannya, akhirnya dia hanya bergumam-gumam kesal sambil

mengambil satu baju lagi di lemari. Tidak tahu sudah  pakaian keberapa yang dia pegang ini. Dia

melihat tumpukan pakaian di atas kursi. Makan siang bersama keluarga begitu

katanya tadi pagi. Alasan yang membuatnya harus gonta ganti baju tak terhitung

berapa kali.

Kalau cuma makan siang bersama

keluarga lalu apa bedanya dengan hari biasanya. Sarapan dan makan malam juga

selalu dilakukan bersama. Tapi tidak perlu memilih baju serepot ini.

Teriakan frustasi di dalam pikiran

Daniah. Bukannya cuma akan ada Ibu, jen Sofi dan Amera. Dan apa masalahnya

kalau mereka melihat penampilan seperti yang dia pakai sekarang.

“ Sayang, memang siapa yang mau

melihatku. Kan cuma ada ibu, jen dan sofi ditambah Amera. Aku pakai yang mana

aja sama sajakan.” Masih dengan wajah ceria dan full senyuman bicara, biar

urusan cepet selesai.

Lagi pula merekakan perempuan

semua!

“ Kau pikir Han dan pak Mun bukan

laki-laki!” Gusar. “ Kau anggap apa memang mereka selama ini?”

Terserah! Dasar gila. Memang kedua

orang itu bakal terpesona dengan penampilanku apa!

Menyerah kalah. Berdebat sekarang

pasti hanya akan membuatnya membuat aturan tidak masuk akal. Han, ialah dia

laki-laki. Tapi ini sekertaris Han lho, yang di kepalanya hanya ada tuan Saga.

Lalu pak Mun, Daniah mengeram kesal. Cemburu dengan pak Mun apa itu masuk akal.

“ Siapa suruh kamu terlalu cantik,

aku jadi tidak rela kamu di lihat orang lainkan.”

Hahaha.

Itu pujiankan sebenarnya, tapi

terdengar sangat tidak masuk akal bagi Daniah. Gadis itu mengalah, membuka lagi

baju yang sudah di pakainnya. Lalu kembali fokus memilih isi lemarinya.

Membolak balik beberapa helai baju sebelum menariknya keluar.

Ini dia.

Warna salem yang tidak mencolok

untuk kulitnya. Tidak akan terlihat gemerlap sama sekali, apalagi dengan riasan

tipis di wajahnya. Dia pasti kalah jauh dari Jen yang sangat pintar memadu

padan penampilan dan riasan wajah.

“ Kamu sengaja ya? Sekarang kamu

malah kelihatan lebih cantik dari pada pakai baju yang tadi!” Baru saja

memamerkan di depan Saga. Gemetar-gemetar tubuh Daniah menahan geram mendengar ucapan Saga barusan. Secepat kilat

di lepaskan baju yang bahkan pita di lehernya belum dia ikat. Di lemparkan baju

itu tepat mengenai wajah Saga yang masih duduk di kursinya. Daniah sendiri

terlonjak mundur, terkejut saat baju itu jatuh dan di tangkap tangan kanan

Saga.

“ Beraninya kau melemparkan baju ke

wajahku.” Meremas baju di tangan kanannya. Membuat Daniah mengkerut di tempatnya berdiri.

Dia marah!

“ Maaf sayang, aku benar-benar

tidak sengaja.” Masih berdiri di posisinya, belum berani mendekat.

“ Tidak sengaja! Kau pikir wajahku

ini keranjang baju.” Saga bangun dari tempat duduk. Mendorong Daniah sampai

membuatnya terduduk di lemari pakaian. “ Kau semakin berani ya sekarang.”

“ Haha sayang maafkan aku.. Jangan

marah, nanti ketampananmu hilang.” Menusuk-nusuk pipi Saga agar bibir itu tersenyum. “

Sayang maaf. Suamiku yang tampan dan baik hati. Ayo tersenyum, tersenyum.”

Ayo donk tersenyum!

“ Cium sepuluh kali ya, tapi janji

maafkan aku.” Daniah sudah menyentuh bibir Saga dengan jemarinya. Ternyata

keberaniannya menantang Saga masih di bawah rata-rata. Nyalinya menciut saat

melihat tatapan masam suaminya. “ Sayang.”

“ 20 kali.” Katanya cepat.

“ Ia 20 kali.” Terserah mau berapa

kali asal kamu tersenyum, begitu yang dipikirkan Daniah. Saat hitungan masih ke

sepuluh Saga sudah terlihat tergelak. Membuat Daniah lega.

Sial! Kenapa kamu mengemaskan

begini. Saga.

Wajah pias Daniah di mata Saga

terlihat semakin manis saja. Moment-moment di awal pernikahan saat melihat wajah Daniah seperti ini, semakin membuatnya semangat menjahili.

“ Lihat bahu ini, leher ini. Aku jadi tidak

mau kau menunjukan pada orang lainkan.” Mencium bahu Daniah lama. “ Aku ingin

menikmatimu sendirian saja.”

Sudah gila ya? Apa si maumu kenapa

merambah kemana-mana.

“ Sayang, jangan membuatku malu begitu

donk.” Kalau memuji ada batasannya juga kali, kalau tidak nanti berujung fitnah

keji di muka bumi ini. Siapa yang cantik coba, sudah seperti mengatakan kalau istrinya

secantik bidadari saja. “ Kalau begitu kamu yang pilih, aku pakai yang mana ya.”

Aku sudah lelah tahu! Dari tadi

salah melulu.

“ Aku lebih suka kamu tidak pakai

baju.”

Aaaaaaa, mau sampai kapan ini!

Sebuah mobil sudah memasuki gerbang

utama kawasan elite ibu kota. Ada kebanggaan sekaligus ketegangan di wajah orang-orang yang ada di dalam mobil. Ini untuk pertama kalinya mereka akan datang mengunjungi rumah menantu keluarga. Ah, mereka bahkan tidak memikirkan kebahagiaan untuk bisa bertemu anak mereka sendiri,

Daniah. Yang mereka pikirkan hanyalah, bisa mendapatkan undangan tuan Saga saja

sudah merupakan kebanggaan.

Raksa diam di kursi belakang. Pandangannya beralih dari jendela ke kursi di sampingnya.

Melihat Risya yang sedang asik dengan hpnya.

“ Aku akan mengambil foto Daniah

dan tuan Saga, sebagai bukti kalau aku ini.” Wajah Raksa langsung menunjukan rasa tidak suka. Karena jelas-jelas sekertaris Han sudah menjelaskan kemarin.

“ Kak, bukankah sekertaris Han

sudah mengatakannya. Kalau ini pesta pribadi kak Niah, dan tuan Saga tidak mau

ada yang di publikasikan.” Tangan Raksa di tepis saat akan merebut hp di tangan Risya. Gadis itu melotot sambil menyelamatkan hpnya, menyembunyikan di balik punggungnya.

“ Diam kamu ya, anak kecil tahu

apa!” menghardik adiknya kesal. Dia selalu saja melindungi Daniah dengan cara

apapun. “ Aku akan diam-diam mengambil foto. Asalkan tidak ketahuan tidak

masalahkan. Jadi jaga mulutmu itu jangan bicara yang tidak-tidak nanti.”

“ Simpan hpmu.” Ayah bicara tegas

dari belakang kemudi. “ Sedikit saja kau membuat kesalahan di depan tuan Saga,

kita semua yang akan menerima akibatnya.” Ayah tentu tidak akan pernah lupa siapa menantunya dan bagaimana watak menantunya.

“ Ayah.” Merengek. “ Ini juga demi

karirku, kalau tidak bisa di banggakan untuk apa punya kakak perempuan seperti Daniah yang menikah dengan tuan Saga.” Masih terbersit iri hati Risya kalau memikirkan, kenapa harus Daniah dan bukan dirinya yang sekarang di posisi nona muda Antarna Group.

“ Kak Risya.” Raksa merasa malu

sendiri dengan kata-kata wanita di sebelahnya. “ Bukankah kakak sudah minta

maaf pada kak Niah atas perlakukan kakak di masa lalu. Apa cuma sebatas itu

penyesalan yang bisa kak Risya lakukan.”

Ibu yang mau membela Risya langsung

terdiam. Permintaan maaf tidak tulus dan hanya sandiwara demi menyelamatkan hidup mereka di depan tuan Saga.

“ Aturan tuan Saga bukan sesuatu

yang bisa kak Risya anggap enteng. Apa kalian pikir kak Niah menjalani hidup

yang mudah bersama tuan Saga?” Tidak ada yang menjawab, akhirnya semua orang

membisu sampai di depan gerbang utama. Mobil yang mereka pakai di hentikan,

seperti prosedur yang di lewati Raksa saat mengunjungi Daniah, seperti itu pula

yang terjadi sekarang. Pemeriksaan identitas. Ayah membuka kaca mobil di sambut anggukan sopan penjaga pintu gerbang yang di temui Raksa kemarin.

Dia bicara sopan sesuai prosedur yang ada. Melihat Raksa, menggangukan kepalanya karena mengenali wajah Raksa. Tapi pemeriksaan identitas tetap di lakukan. Setelah semuanya selesai, dia bicara lagi.

“ Maaf tuan, perintah sekertaris

Han untuk menitipkan hp di sini.” Dia mengulurkan sebuah boks ke depan wajah Ayah sambil menundukan kepala.

“ Apa!” Risya menghardik penjaga

gerbang. “Ayah, apa ini tidak keterlaluan.” Melihat ke arah ayahnya di belakang

kemudi. “ Apa kalian tidak tahu siapa kami, kami keluarga nona muda kalian.”

Suara Risya terdengar nyaring, menantang.

“ Maaf nona ini perintah dari

sekertaris Han.” Tidak menurunkan tangannya.

“ Ayah!” Risya jengkel, bagaimanapun dia harus bisa memposting foto di akun sosial medianya. Untuk menambah follower tentunya. Ini kesempatan yang mungkin tidak akan dia temui lagi nanti.

“ Lakukan saja kak kalau kak Risya

mau masuk." pelan Raksa bicara sambil menyerahkan hp kepada Ayah " Ini rumah tuan Saga, aturannya yang berlaku di rumah ini.” Raksa

sudah mengalami ini kemarin, walaupun dia tidak di minta untuk menyerahkan

hpnya.

Akhirnya mobil bisa memasuki gerbang utama setelah semua hp masuk ke dalam boks yang di bawa penjaga gerbang. Risya memaki dengan suara kecil. Bahkan terdengar dia menjelekan Daniah. Ibu ikut menimpali karena merasa keterlaluan.

" Jadi sekarang kalian tahukan, bagaimana perasaan kak Niah ketika pertama kali masuk ke rumah ini?" Tidak tahu pertanyaan getir itu di tujukan Raksa untuk siapa. Tapi membuat semuanya langsung diam dan tidak bisa menjawab. " Kak Niah menjalani hidup yang tidak mudah untuk kita, setidaknya berterimakasihlah untuknya karena itu." Ucapnya menatap taman yang berderet di luar sana. Pepohonan dan bunga yang terlihat terawat dengan baik.

Semua tenggelam dalam diam. Ayah terlihat mencengkram kemudi. Mungkin dialah yang merasa bersalah.

Bersambung