Hemm. Hemmm. Daniah mengerjapkan mata
pelan. Menguceknya perlahan. Merasai pagi yang sudah mulai menganti malam di luar sana. Dia bisa merasai udara yang berbeda dari semalam. Tapi kenapa tangan dan
tubuh dibelakangnya ini masih mendekapnya dengan erat. Membuatnya heran. Seperti belum waktunya bangun. Padahal matahari pasti sudah mulai malu-malu menyibak embun pagi.
Ini bukan akhir pekankan? Kenapa dia masih tidur? Biasanya dia sudah mandi walaupun aku kesiangan sekalipun.
Daniah mengeliat, sambil mengoyangkan tubuhnya. Berharap Saga terbangun dengan sendirinya. Tapi tidak ada reaksi seperti yang dia harapkan.
“ Sayang, sudah pagi.” Menepuk
lembut tangan yang melingkar di tubuhnya. “ Bangun sayang.”
“ Hemmm.” Ternyata tuan muda sudah bangun pikirnya. Tapi dia tetap tidak bergerak.
Eh kenapa malah semakin memelukku.
Bukannya bangun, Saga malah semakin
membenamkan wajah ke punggung Daniah. Sambil mengusap-usapkan wajahnya di kulit punggung, menciumi
punggung Daniah yang terbuka. Daniah mengoyangkan tubuhnya keras berusaha melepaskan diri.
“ Sayang, nanti sekertaris Han
datang, kamu belum siap. Ayo mandi, biar kusiapkan air untuk mandi ya?” Pelukan belum juga mengendur. Daniah masih belum bisa bergerak.
“ Hari ini dia tidak akan datang.” Gumam-gumam pelan, di balik punggung Daniah.
Eh kenapa? Apa dia sakit? Menjawab dengan
mengeryit sendiri. Tidak mungkinkan? Eh, tapi diakan manusia. Daniah selalu lupa, kalau sekertaris Han itu juga manusia biasa.
Daniah memutar tubuhnya. Langsung merasa menyesal kenapa
dia melakukannya, sekarang Saga membenamkan wajah di area favoritnya. Yang pasti dia akan banyak maunya. Eh, dia tidak bereaksi, pekik Daniah heran. Saga hanya
diam saja dan hanya terdengar tarikan nafasnya pelan. Daniah bahkan sampai
berkata dalam hati tumben. Padahal biasanya, tidak perlu ditanya.
“ Sayang.” Sepertinya ada yang aneh
dengan hari ini. Suaminya bersikap tidak seperti biasanya. Daniah menyadari dengan jelas perubahan sikap itu. “Apa kamu baik-baik
saja?”
Masih diam. Daniah membelai lembut
rambut Saga, mencium keningnya sekarang. Saga masih diam.
" Kenapa?" Tanyanya lagi.
Tuan Saga benar-benar bersikap tidak seperti biasanya.
“ Hari ini, hari peringatan kematian
paman.”
Paman? Apa itu maksudnya ayah
sekertaris Han.
Daniah tidak bicara lagi. Laki-laki
yang di sebut Saga dengan panggilan paman adalah sekertaris ayahnya. Salah satu dari orang-orang penting
yang berada di samping Saga saat terberatnya. Dia juga ayah sekertaris
Han. Hari ini, bukan hanya hari yang berat untuk sekertaris Han. Tapi juga hari
yang penuh kenangan bagi Saga. Daniah memilih tidak bicara apapun dan hanya
mengalirkan dukungan lewat tepukan lembut di bahu suaminya.
Waktu bergerak lambat. Saga tidak mau menunjukan wajahnya.
“ Menangislah sayang kalau kamu
ingin mengingat paman dalam kenanganmu.” Mengusap-usap punggung lagi. Daniah bisa merasakan bagaimana ikatan batin mereka, dari apa yang sudah diceritakan suaminya. Kalau paman, pernah menjadi kekuatan baginya. Kalau paman adalah penopang yang membantunya berdiri dengan tegak. “ Sekarang ada aku, yang akan
di sini menemanimu.” Tak ada suara. Tapi selang tidak lama terdengar isak
lirih yang tertahan. “Tidak apa-apa sayang. Tidak apa-apa.” Lembut Daniah bicara menenangkan. Membuat suara tangis itu mengeras.
Aaaaaa, tuan Saga. Kau sudah hidup
dengan bekerja keras menjadi kuat selama ini. Menangislah sekarang kalau kau
ingin menangis. aku akan mendengar dan memeluku.
Bahkan Daniahpun ikut menangis di ujung matanya.
Memalukan sekali, bagaimana aku
bisa menangis di depannya tadi.
Saga yang sudah sepenuhnya kembali pada kesadaraan normalnya. Setelah menangis dan mandi. Menyesali perbuatannya. Saat ini Daniah benar-benar telah melihat sisi dirinya yang lain.
“ Sudah lebih baik sayang?” Daniah berdiri
di depan Saga sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil. Menundukan wajah
untuk mempertemukan pandangan mereka. Dia tersenyum karena melihat raut malu di
mata Saga yang langsung mengalihkan pandangan. “ Muah.” Daniah menundukan badan
bertumpu di kaki Saga. “Hadiah untuk suamiku yang sudah hidup dengan tegar dan
kuat selama ini.”
“ Apa coba.” Meraih pinggang Daniah
dan memeluknya. Tangan Daniah membelai kepala Saga. Dengan posisinya yang berdiri, tinggi Saga saat duduk hanya seperutnya. “Terimakasih untuk ada di
sampingku hari ini.” lirih terucap dari mulut Saga.
Begitulah, Selalu akan ada cerita sedih di balik
kisah kehilangan seseorang yang dicintai. Bagi Saga, paman sudah seperti
ayahnya sendiri. Laki-laki yang mencintainya melebihi kecintaannya pada
putranya sendiri. Hari ini biasanya dia akan berdiam diri di rumah. Sampai menjelang
siang barulah dia keluar, teman-temannya sudah menunggu untuk bersama
menuju makam paman.
“ Kenapa kalian tidak pergi
bersama?” Sekarang Daniah menyisir rambut Saga. Setelah rapi tidak lupa satu
ciuman hangat di kening suaminya. “Sekertaris Han pasti akan lebih senang kalau
kau menemaninyakan?”
Saat peringatan kematian tuan
besarpun Han selalu setia di samping Saga.
“ Dia tidak suka orang lain
melihatnya saat dia lemah.”
Karena itulah Saga selalu datang ke
makan paman setelah Han pergi. Pura-pura tidak tahu kalau Han menundukan kepala dan menitikan airmata. Karena laki-laki itu tidak pernah menunjukan kesedihannya pada orang lain. Padanya sekalipun.
“ Sayang.” Daniah meraih tangan
Saga. Menepuknya pelan. “ Bukankah kamu jauh lebih senang kalau ada yang
menemanimu di saat terberatmu. Aku rasa begitu pula sekertaris Han.” Karena Daniahpun merasakan itu. Ketimbang dia sendirian menitikan airmata, dia akan lebih bahagia ada Raksa di sampingnya. Seperti itulah dia melewati bertahun-tahun di depan makan ibu setiap hari peringatan kematiannya.
Pergilah bersama ke makam paman. Temani sekertaris Han seperti dia selalu ada di sampingmu. Begitulah akhirnya, karena ide Daniah, Saga menghubungi semua teman-temannya.
" Dua jam lagi kita bertemu di makam pamam." terkirim ke semuanya. Karena dua jam lagi Han pasti sudah berdiri diam di depan makam paman.
" Apa aku boleh ikut? aku akan mengajak Aran juga." Daniah bertanya. Dia ingin menunjukan rasa simpatinya pada Han. Berterimakasih juga pada paman yang sudah bersama Saga selama ini. Sekalian mendekatkan Aran. Mungkin saja keberadaan gadis itu bisa sedikt menghibur hati sekertaris Han.
" Niah, kalau kau kelewat perduli pada Han, aku akan cemburu juga." Menusuk pipi Daniah dengan jarinya. Setelah itu menjatuhkan kepala ke bahu. "Sudah kukatakan jangan membuatku cemburukan. Atau aku tidak akan membiarkanmu berbagi udara dengan laki-laki lain." Bicara pelan di dekat telinga.
" Haha sayang apa si." Please jangan gila. Karena tahu ultimatum itu bisa saja benar-benar terjadi kalau sampai dia melebihi batas. " Aku hanya ingin jadi perantara Han dan Aran. Supaya sekertaris Han tidak merebutmu dariku."
" Apa!" tertawa dengan jawaban Daniah.
" Ya, supaya dia berhenti mencintaimu dan hanya memikirkanmu. Kau tahu apa yang dia jawab saat aku bertanya padanya pilih Aran atau Amera." Semangat mengadu.
" Dia menjawab apa?" terselip senyum di ujung bibir Saga karena tahu maksudnya. Karena dia sendiri yang mengetikan jawaban itu untuk menjahili Daniah.
" Dia jawab dia memilihmu." Cemberut kesal. "Jadi untuk melindungimu aku harus menjodohkannya dengan wanita lain."
Mengemaskan sekali. Aku jadi teringat semua pesannya kemarin. Dia milikku, dia cintaku. Aku ingin mendengarnya dari mulutmu langsung.
" Katakan!"
" Apa!" Binggung.
" Pesan yang kau tulis pada Han kemarin."
" Apa?" Terkejut.
Bagaimana dia tahu. Sekertaris Han tidak mungkin lapor padanyakan, atau tidak mungkin dia yang sebenarnya membalas pesankukan.
Aaaaa, malunya. aku bilang apa saja ya kemarin.
" Sayang, aku tidak tahu maksudmu. Lagi pula aku lupa apa yang kutulis untuk sekertaris Han kemarin."
" Lupa? Mau kuingatkan?" Tertawa senang melihat Daniah yang panik sekaligus malu.
" Haha, sayang. Sebaiknya kau bersiap-siap sekarang. Aku juga mau bilang pada Aran untuk bersiap-siap." Bangun dari duduk, dengan cepat melangkah menuju pintu.
" Kau mau kemana? Kita masih punya banyak waktu."
Epilog
" Nanti akan ada teman-temanku. Mereka semua sedikit tidak waras seperti Harun. Jadi aku mau kau tidak meladeni mereka."
" Ia sayang."
" Tidak perlu tersenyum pada mereka. Sebagian dari mereka masih jomblo."
" Ia sayang."
" Aku serius!"
Sepertinya aku percaya mereka agak sedikit tidak waras, untuk mengimbangimu yang diluar normalnya manusia.
" Niah."
" Ia aku Niahmu. Hanya Niahmu." Puas!
Dan hari itu sekertaris Han terlihat layaknya manusia pada umumnya. Wajahnyapun terlihat mengantung mendung.
Bersambung
note author :
Hallo semua, aku LaSheira.
Terimakasih untuk kalian yang sampai sejauh ini masih setia menunggu kelanjutan TMTM. Terimakasih untuk semua apresiasi kalian dan dukungan kalian baik untuk novel TMTM ataupun untukku selalu author novel ini. Salam hangat semua, jaga kesehataan tubuh kalian. Semoga selalu dalam keadaan sehat ^_^
Sampai jumpa di update selanjutnya.