Chapter 30 - Iron Man

"Halo, paman Dimas, paman bisa cari info mengenai nama Ali di gedung perkantoran di sentral senayan jakarta??? oh iya tolong sekalian mobil saya juga saya tinggalkan di depan gedung sekitar sana" nada Adith berbicara bukan bersikap sebagai atasan melainkan lembut dan sopan seperti seorang keluarga yang membuat pak Dimas tak bisa berkata apa-apa.

"Ba... Baik tuan!!! " suara pak Dimas serak dan tercekat menahan tangis. Ia tak menyangka akan mendengar panggilan itu setelah sekian lama.

"Saya akan berusaha sebaik mungkin! " Tambahnya lagi setelah menarik nafas dalam.

"Terimakasih paman! " Adith menutup telponnya dan membanting tubuhnya di atas ranjangnya yang empuk.

"Jantungku berdetak sangat kencang! setelah sekian lama akhirnya aku menemukanmu kak.. aku tak menyangka bisa melihatmu, mencium aromamu. Aroma yang bisa membuatku melupakan masa itu. Aroma yang...." Adith tiba-tiba menghentikan kalimatnya. Bagaimana mungkin bisa ia menjabarkan seorang laki-laki se spesifik itu dan membuat jantungnya berdetak hebat.

Sejak pertama kali ia bertemu dengan Ali 10 tahun yang lalu Adith sangat mengaguminya dan menganggapnya sebagai kakak. Namun seiring berjalannya waktu tak di sangkanya rasa itu berubah menjadi sesuatu yang menggelitik hatinya. Senyum Ali saat mengajaknya main, sikap lembut Ali yang selalu memperhatikannya, lalu lagu yang selalu mereka nyanyikan berdua dimana Ali menganggap Adith sebagai seorang Iron Man.

"Aku ingin menjadi kekasihmu" Ucap Ali kepada Adith dengan suaranya yang cempreng.

"Ali kita lagi main rumah-rumahan. Aku memang jadi Iron Mannya tapi kamu tidak bisa jadi kekasihku" Adith membantah dengan suara polos.

"Tapi aku suka sama Iron Man!!! " Ali berdiri sambil memegang kedua pinggangnya menghadap Adith.

"Aku hanya mau sama perempuan cantik" Adith berteriak keras.

"Aku akan jadi perempuan cantik kalau besar dan akan menikahimu meskipun kau menolakku" Balas Ali dengan suara yang tak kalah keras.

"Tapi kau kan laki-laki jadi takkan pernah bisa jadi perempuan" Adit juga tak mau kalah.

"Eh,,, kenapa bertengkar sih??? " Ibu Adith datang menengahi.

"Ini nih ma,, masa Adith ngomongin aku...." Suara alaram terdengar memecah ruangan membuat Adith terbangun dari tidurnya.

"Aaahh... Sial,, gara-gara kalimat kak Ali sampai sekarang aku masih menganggap serius perkataan itu!" Adith mengusap wajahnya dengan kasar.

"Tidak aku suka perempuan!!! ya benar... perempuan! " Adith meyakinkan dirinya dengan mengingat Alisya. Perempuan yang kini mulai menguasai separuh hatinya. Adith berlari dengan semangat sambil bergaya dengan keren di depan cermin sambil memasukkan tangannya di dalam saku celana tidurnya.

"Aku sangat keren meski baru bangun tidur! " Pujinya pada diri sendiri.

Dengan berlenggak lenggok ia berjalan menuju kamar mandi bersiap untuk ke sekolah.

"Dithya, kamu sudah bangun? sarapa dulu..." Suara ibu Adith mengagetkan Adith yang sedang berlenggak lenggok membuatnya terpeleset. Bunyi gedubrak terdengar sangat besar membuat ibu Adith menerobos masuk.

"Kamu nggak apa-apa Dith?? " Ibunya segera menuju kesumber suara. Begitu melihat Adith yang sedang menggelepar berusaha melepaskan tangannya dari saku celananya membuat ibu Adith bukannya khawatir tapi malah tertawa melihat anaknya yang tergeletak menutup kepalanya ditembok.

"hahahahahaha,,, kamu ngapain sih?? aku pikir kamu terjatuh tapi melihat modelmu yang seperti ini aku tidak tahan" Ibunya dengan cepat mengeluarkan Handphonenya dan memotret model Adith yang tergeletak tapi dengan gaya keren yang cukup konyol karena tangannya yang masih berada di saku celananya sewaktu terjatuh.

"Mama ngapain sih... bukannya dibantu malah di foto" Adith mengeluh kesal.

"Model kamu menggelepar kayak ikan layur Dith! " Adith yang mengenakan kaos longgar berwarna putih yang kontras dengan tubuhnya yang halus putih bersinar membuat ibu Adith membayangkan Anaknya seperti ikan Layur.

*****

"Alisya, kamu baik-baik saja?? " Rinto menyerbu melihat Alisya yang sudah duduk dikursinya.

"Iya" jawabnya pendek.

"Kamu kemana semalam??? " Karin yang baru masuk juga ikut menyerang Alisya.

"Aku hanya memberi mereka sedikit pelajaran! " Alisya cuek dengan nada suara yang sedikit marah.

"Rintoo,,, to.... Aku lihat motor aku di parkiran..." Yogi berlari masuk kedalam kelas tidak menyadari kalau Alisya sudah berada dalam kelas juga.

"Sya,, maafin aku! aku tidak bermaksud menyembunyikan apapun dari kamu!" Karin mendekati Alisya dan memasang wajah memelas.

"Ini bukan salah Karin Sya, aku yang memintanya untuk menyembunyikannya karena itu bisa membuatku tampak tidak keren! " Rinto tersenyum kecut.

"Ayolah Sya,, sudah cukup kamu tidak mengangkat telponku yang sudah sampai 100 kali... aku berusaha minta maaf Sya! tadi juga aku kerumah nenek menjemputmu sambil memakai motor! kamu tau kan aku takut naik motor tapi demi kamu aku beranikan diri loh" Karin menyodorkan kunci motor yang bergantungan doraemon.

"Aku akan memaafkanmu jika menceritakan semua yang tidak aku ketahui" Alisya memandang tajam ke arah Karin.

"Baiklah!!! aku akan menceritakan semuanya!" Karin menghela nafas pasrah.

"Dimulai dari Rinto dan menghilangnya Miska yang aku tau semua menceritakannya bahwa itu berhubungan denganku" Tegas Alisya.

Mata Karin seketika membelalak. Ia mungkin bisa menceritakan semuanya mengenai Rinto, tapi untuk masalah Miska, Yuyun dan Nely ini akan membuat Alisya shock. Karin tak yakin harus berkata apa tau bagaimana cara ia menyampaikannya. Ia sangat takut dengan kondisi mental Alisya terlebih lagi dia yang masih dalam keadaan emosi.

Karin tau kalau alat yang diberikan oleh Adith telah banyak membatu kondisi Alisya selama ini tapi akan sangat berbahaya bagi Alisya jika mengetahui dan mengingat kejadian saat itu. Alisya akan berada dalam kondisi kritis. Tubuh Karin bergetar hebat tak tahu harus bagaimana. Ia hanya bisa terdiam hingga bel sekolah berbunyi.

"Kamu masih punya kesempatan hingga pulang nanti. hari ini kita masih akan belajar hingga larut! " Alisya sengaja memberi waktu kepada Karin.

Rinto dan Yogi memandang Karin dengan pandangan bingung. mereka tak mengerti kenapa butuh waktu lama bagi Karin hanya untuk menceritakan yang sebenarnya kepada Alisya.

"Kamu baik-baik saja? " Rinto bertanya setengah berbisik.

"Aku baik baik saja! " Karin mengangguk pelan.

"Ada apa?? kenapa kamu begitu tertekan?" Yogi khawatir melihat wajah pucat Karin.

"Alisya ada segalanya bagiku! Aku sangat menyayanginya dan aku juga tak ingin terjadi sesuatu yang buruk padanya!" Suara serak Karin membuat gusar Rinto dan Yogi.

"Kamu sungguh sahabat yang baik Karin! " Yogi berusaha menenangkan Karin.

"Apa yang kamu takutkan??" Rinto melembutkan suaranya.

Karin melirik kearah tempat duduk Alisya memastikan keberadaanya.

"Dia sedang ke perpustakaan mengambil buku tugas tambahannya!" Yogi mengingatkan.

"Alisya memiliki trauma karena kejadian 10 tahun lalu ketika Alisya mengalami penculikan dan mendapatkan penyiksaan yang luar biasa! Si penculik adalah seorang psikopat yang memiliki gangguan seks dengan melecehkan anak-anak kecil laki-laki. Dan ketika mengetahui Alisya yang seorang perempuan membuag si psikopat itu menyiksa dan memukul Alisya yang masih berumur 8 tahun. Pukulan yang mendarat di pipi Alisya mengakibatkan ia mengalami gangguan mental Misophonia" terang Karin yang suaranya semakin serak.

"Misophonia??? " Rinto mengerutkan keningnya.

"Misophonia adalah gangguan mental dimana penderita membenci suara orang makan, menguap, mendengkur, batuk bahkan suaru seseorang bernafas. Untuk itulah Alisya sangat sensitif tehadap suara-suara bising" Tambah Karin dengan air mata yang mengalir.

Rinto dan Yogi mulai paham dengan kondisi Alisya yang selama ini membuat mereka bingung namun tak berani bertanya mengenai hal tersebut. Rinto dan Yogi masih terdiam terpaku menyerap semua kalimat yang di lontarkan oleh Karin.

"Aku takut jika Alisya mengetahui yang sebenarnya mengenai apa yang dilakukan Miska kepadaku dapat membuatnya semakin parah karena perbuatan Miska mirip seperti apa yang di alami Alisya. Terlebih lagi tempat Miska menyekapku adalah gudang yang juga tempat dimana Alisya di culik lalu" Karin menambahkan.

Rinto dan Yogi tenggelam dalam pikiran masing-masing. Mereka tak menyangka seorang wanita yang memiliki kodrat lemah lembut harus melewati begitu banyak penderitaan terlebih lagi harus dialamimya sewaktu ia masih sangat belia dan belum mengerti bagaimana kejamnya dunia. Anak sekecil itu harusnya masih penuh dengan tawa dan bermain sepuas hati tanpa memikirkan apapun. Hati Rinto dan Yogi sesak memikirkan posisi Alisya yang mana dikemudian hari ia juga harus kehilangan ibu yang sangat dicintainya.