Chapter 528 - Pengkhianatan Gin

Mereka telah tiba di sebuah tempat yang terlihat sebagai tempat untuk hotel sekaligus ruang karaoke. Tempat hiburan malam yang paling sering di jumpai di Jepang. "Tungggg.." Alisya membanting pemukul besbol di bawah kakinya dengan senyuman penuh kesiapan untuk bertempur. "Apa kalian sudah siap? Berikan pukulan yang cukup kuat dan keras!" Tegas Alisya mengingatkan mereka sebelum masuk. "Tentu saja! Kami siap kapanpun juga." Mereka dengan kompak bediri di belakang Alisya dengan melepas jam tangan dan menggulung lengan mereka untuk bersiap agar tidak mengotori pakaian mereka. "Tapi tolong sisakan nyawanya saja!" Ucap Alisya sekali lagi sembari mengangkat tongkat besbolnya ke atas bahunya dan berjalan dengan aura menekan yang sangat kuat. "Apa yang… Brakkkk!" Salah seorang dari mereka yang berbadan besar berdiri di depan pintu markas tersebut seketika terbang membentur pintu dan membuat pintu itu terbuka dengan sangat lebar. Alisya terus berjalan di depan dan melayangkan pemukul besbolnya dengan sangat kuat serta menghancurkan beberapa barang yang berada di sekitar sana. "Ada apa ribut-ribut di luar?" Tanya seseorang yang menjadi pemimpin di tempat tersebut. "Aniki, ada empat orang dengan tiga laki-laki dan satu wanita yang datang menerobos tempat ini." Seseorang masuk kedalam ruang pria itu untuk memberikan laporannya. "Huhhh? Apa maksudmu? Memangnya siapa mereka sampai dengan bodohnya mau menyerang tempat ini secara terang-terangan hanya dengan empat orang. Apa mereka tidak tahu siapa kita?" Dia segera membanting tangannya dengan sangat kesal ke atas meja. "Maaf, tapi itu.. aku mengenali salah satu dari mereka. Dan pria itu adalah Ryu, salah satu anggota elite yang memiliki posisi paling dekat dengan Hime dan juga CEO sementara Yamada Group." Suara bergetar karena ketakutan terhadap pemimpin nya yang tampak tidak senang tersebut. "Nani??? (Apa??)" Ia kembali berdiri dari tempat duduknya karena terkejut bukan main. Ia tak menyangka kalau seorang elite Tokyo akan berada di daerahnya. Terlebih dengan menciptakan kekacauan seperti itu.  "Ehemm.. kita tidak perlu khawatir, akan sangat bangus jika pria yang sudah menjadi salah satu incaran kita berada di sini. Jika kita benar-benar ingin menyingkirkan si tua bangka yang tidak mau pensiun itu, maka kita bisa memulainya dari orang kepercayaannya." Ia terlihat penuh percaya diri setelah sebelumnya sempat panik. "Hubungi semua anggota elite yang ada dan kirim mereka untuk segera menangkap mereka. Bunuh yang tiga orangnya dan cukup sisakan satu orang saja, yaitu Ryu." Perintahnya kepada bawahnya tersebut yang langsung membuatnya menunduk dengan cepat. "Aku sedikit mencurigai seorang wanita yang katanya datang bersama mereka." Suara seseorang yang berada di sofa di sudut kegelapan membuat pria itu menoleh dengan malas. "Apa yang perlu di khawatirkan dari seorang wanita? Jangan katakan kau akan takut hanya dengan satu orang wanita saja Gin." Ucapnya dengan terdengar meremehkan. "Huffttt, sebaiknya kau berhati-hati aniki. Aku hanya takut jika orang yang paling dekat dengan Hime bisa berada di sini dengan seorang perempuan, kemungkinan besar kalau wanita itu adalah Hime." Terangnya sekali lagi mencoba untuk mengingatkannya. "Puhahahahaha… Hime sudah lama meninggal, sudah 8 tahun sejak dia benar-benar pergi tanpa sekalipun memperdulikan organisasi kita yang semakin melemah karena kepemimpinan si tua bangka itu." Ia tertawa dengan keras mendengar apa yang dikatakan oleh Gin. "Brakkkk!" Tepat setelah itu, pintu ruangannya terbuka dengan sangat lebar. Menghamburkan 7 orang elite pilihannya terkapar dengan mudah di hadapannya. "Oyy Eji, harusnya kau menghadirkan mereka yang memiliki jabatan elite tingkat 1 untuk bisa menghadapi kami, karena jika tidak kau hanya akan merangkak dengan hina di hadapan kami." Ryu masuk dengan santai melangkahi mereka yang meringis kesakitan di bawah kakinya. Alisya segera melempar tongkat besbolnya kemudian duduk di Sofa dengan malas sedangkan Gin yang tampak terlihat kuatpun akhirnya berdiri dari sofa dan memasang jarak dengan Alisya. "Cihhh… sepertinya aku sudah meremehkan mu, tapi jangan harap kau bisa keluar dari sini dengan mudah" Eiji langsung melayangkan tinjunya namun bisa di hindari oleh Ryu dengan sangat mudah. Tendangan yang menuju padanya pun masih bisa di tepisnya dengan tendangan yang sama kuatnya hingga menimbulkan suara gedebuk yang cukup kuat. Ryu terlihat sangat santai sedangkan Eiji yang terus melayangkan pukulan dan tendangan terlihat cukup kesulitan. Melihat Alisya hanya terdiam dan tak bergeming duduk di sofanya tersebut, Gin merasa setidaknya dia harus membunuh Ryu saat itu sehingga dengan segera dia mengeluarkan senjata pistolnya. "Dooorrr" suara tembakan yang terdengar segera membuat Eiji menghindar, namun tempat dimana seharusnya Ryu berdiri malah tidak terlihat sama sekali. "Gin, kau adalah orang yang paling tenang selama bersamaku. Tapi kenapa kau sangat mudah terpengaruh hingga menjadi pengkhianat dalam organisasi." Ryu sudah berada di atas meja tepat di samping Gin sedang memegang senjata dengan ujung telunjuknya. "Ba… bagaimana bisa kau sudah berada disana dalam waktu singkat?" Gin terkejut melihat Ryu sudah berada di sebelahnya tanpa ia sadari sama sekali. "Aku pikir kau sebaiknya menghentikan ini, sebab kau tentu sudah pernah melihat wajah wanita yang ada disana bukan?" Ryu tampaknya sedang memberikan peringatan dan juga kesempatan kepada Gin. Alisya hanya duduk sembari memangku wajahnya menatap ke arah mereka dengan sedikit menahan diri. Sedang Rinto dan Karan hanya berdiri bersandar di pintu sembari memperhatikan semua itu sembari melipat tangan. "Gin, uteeehhh (Tembak!!!)" Perintah Eiji dengan sangat tegas, namun Gin yang melihat wajah Alisya setelah semakin lama semakin jelas ingatan yang terlintas sehingga dengan cepat Gin tertunduk membungkuk di lantai. "Maafkan saya Hime Sama, tapi saya tidak punya pilihan selain tunduk pada perintah mereka. Semenjak Ryu san meninggalkan kami, organisasi menjadi semakin kacau dan Toese-kai kembali memberikan tekanannya pada kami." Jelas Gin dengan wajah tertunduk tidak berani menatap ke wajah Alisya. "Sialan kau Gin! jika kau ingin melakukan pengkhianatan, seharusnya kau lakukan dengan benar dan sampai akhir." Eiji yang tidak terima dengan apa yang di lakukan oleh Gin saat ini segera membuatnya menarik senjata pistolnya yang di arahkan ke arah Gin. "Beberapa manusia bodoh memang tak pernah belajar dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain." Ucap Karan merasa kasihan, yang tepat dengan selesainya ia berbicara wajah Eiji sudah berada tepat di telapak kaki Rinto. "Huuuffft Ryu, kenapa kau tidak mengarahkan sampah ini ke hadapan Alisya saja? Bukan malah bersujud di hadapanku." Rinto merasa menginjak kepala pria itu dengan kesal. "Karena dia tidak pantas untuk berada di bawah kaki nona, aku tidak ingin membuat kaki nona kotor." Jawab Ryu santai sembari membersihkan kotoran di kakinya.