Randika lalu membebaskan semua perempuan yang tertangkap itu. Namun setelah itu, terdengar suara gaduh dari luar dan mendatangi pintu besi basemen ini.
Beberapa orang dengan baju serba hitam masuk ke dalam. Mereka tidak peduli dengan Kevin yang masih berguling-guling kesakitan. Mereka hanya tertawa ke arah Randika.
"Wah wah ternyata Ares toh?" Salah satu dari mereka memecah keheningan. Dia menatap Randika bagai melihat sampah.
"Jadi kalian dari Jeratan Neraka?" Randika mengerutkan dahinya.
"Kalau iya kenapa?" Mereka semua segera menghalangi jalur kabur Randika. Jumlah mereka lebih dari 10 orang dan semuanya membawa pistol.
Kevin, yang berguling-guling kesakitan, melihat bahwa pengawalnya sudah tiba mulai tersenyum dan berteriak kepada mereka. "Cepat bunuh bajingan itu!"
"Mati kau Randika!" Mata Kevin dipenuhi api kebencian. Nanti dia akan bersenang-senang dengan mayat Randika dan memajang kepalanya sebagai piala kemenangannya.
Namun, tiba-tiba salah satu perempuan menginjak kembali alat kelamin Kevin.
"Ah!"
Rengekan Kevin terdengar lagi dan perempuan-perempuan itu meludahi Kevin.
"Simpan tenaga kalian buat nanti, masih ada masalah serius di hadapan kita." Kata Randika pada para perempuan itu. Dia lalu menatap para anggota Jeratan Neraka, "Syukurlah kalian datang, aku tidak perlu repot-repot mencari petunjuk lagi."
"Aku tidak tahu Ares ternyata suka membual." Ejek salah satu dari mereka. "Apakah kau pikir tempat ini juga markas kami?"
Randika tersenyum, "Di mana pun markas kalian berada, kalian pasti akan memberitahuku."
Setelah berkata demikian, Randika berubah menjadi gumpalan asap dan menerjang maju.
Ketika orang yang di depan hendak menembakkan pistolnya, di saat yang sama Randika sudah memegang pergelangan tangannya dan melemparnya ke temannya. Pistol yang terjatuh itu segera diambil Randika dan dia pukulkan ke salah satu kepala orang.
Tiga orang sudah dia kalahkan dalam sekejap!
Dor! Dor! Dor!
Para penjahat ini bahkan belum bisa bereaksi tetapi mereka sudah ditembaki oleh Randika. Dua orang dari mereka langsung mati di tempat.
Ketika mereka hendak membalas menembak, Randika memakai tubuh orang yang dia buat pingsan sebelumnya dan menjadikannya tameng.
Ketika peluru mereka habis, Randika kembali menjadi gumpalan asap dan melempar tamengnya itu. Dia segera menerjang kembali dan menendang salah satu dari mereka sekaligus mengambil kembali pistol yang baru. Randika lalu melompat untuk menghindari tembakan dan mendarat di salah satu bahu musuhnya. Dia langsung menembak ke kepalanya, isi kepalanya semburat di kakinya.
Dia lalu menggunakan mayat itu sebagai pijakan dan melesat ke arah musuhnya yang lain. Dalam sekejap, semua orang berhasil dia bunuh. Hanya tersisa 3 orang yang masih hidup tergeletak di tanah. Tangan dan kaki mereka telah dipatahkan oleh Randika jadi mereka tidak bisa berbuat macam-macam.
"Nah mari kita diskusi tentang di mana markas kalian." Ketiga orang ini mendongak dan melihat Randika sedang berdiri di atas mereka dengan senyumannya yang menakutkan.
"Ah omong-omong aku pinjam alat menyiksamu ya." Kata Randika kepada Kevin.
Melihat pemandangan berdarah ini, Kevin hanya meringkuk ketakutan di pojok.
...
Tidak butuh waktu lama untuk Randika mendapatkan informasi yang dia perlukan. Setelah mendapatkannya, dia membawa kelima perempuan itu keluar dari basemen terkutuk itu.
Setelah mereka ke halaman rumah, Randika memecahkan kaca jendela mobil yang terparkir di situ.
"Ayo semuanya naik."
Ketika mendengar perintah itu, semuanya naik ke mobil.
"Aku akan mengantar kalian ke tempat yang aman dulu." Kata Randika sambil menyalakan mobil. "Kita akan ke polisi untuk melaporkan hal ini."
Para perempuan ini terdiam. Kalau mereka melaporkan hal ini, maka semua orang akan tahu kejadian apa yang menimpa mereka. Jika ini terjadi, mereka tidak akan punya wajah untuk bertemu dengan orang.
Manusia itu termasuk makhluk yang aneh, mereka suka mengingat hal-hal buruk yang telah dilakukan orang tanpa pernah mengingat kebaikan yang dilakukannya sebelumnya. Ketika kenalan, tetangga, sahabat mereka mengerti bahwa mereka diperlakukan sebagai budak seks, entah hinaan seperti apa yang menanti mereka. Setidaknya mereka akan dicap sebagai pelacur.
"Jika kalian tidak melaporkan kejadian ini, Kevin tidak akan mendapatkan hukuman yang dia pantas dapat. Kalian mau Kevin bebas?" Randika mengerti apa yang ada di benak mereka. "Aku punya teman di kantor kepolisian, dia pasti melindungi identitas kalian. Kita akan bertemu dengannya sesampainya di sana. Tetapi pada akhirnya ini tetap keputusan kalian, aku akan menghormati apa pun yang kalian putuskan."
Mendengar penjelasan Randika, salah satu dari mereka menjawab. "Baiklah, aku akan bersaksi terhadap Kevin. Kita harus memastikan dia menerima hukuman yang pantas!"
"Setuju!"
"Baiklah!"
Tidak butuh waktu lama kelima perempuan ini setuju.
Randika hanya tersenyum mendengarnya dan membawa mereka ke kantor polisi di mana Deviana berada.
Selama perjalanan, kelima gadis ini meluapkan emosi mereka. Ada yang berpelukan, ada yang bergelimang air mata dan bahkan ada yang menghirup udara panjang terus menerus, menikmati kebebasannya.
Setelah beberapa saat, salah satu dari mereka mengajak bicara Randika.
"Namamu siapa?"
"Randika."
"Kamu tadi luar biasa sekali! Kamu bisa membunuh mereka dengan tangan kosong."
"Yah tanganku juga hebat kok di ranjang."
"Ah bisa saja kamu!" Suasana gembira segera mengisi mobil ini.
"Eh kamu harus mengajarkannya pada kita kapan-kapan."
"Betul! Biar nanti kejadian ini tidak terulang lagi."
"Tidak perlu latihan sampai seperti itu, kalian hanya perlu pintar memilih pasangan."
...…
Satu per satu pertanyaan keluar dari masing-masing mereka. Mereka ingin menghapus memori kelam itu. Namun, pertanyaan terpenting bagi mereka akhirnya keluar dari salah satu mulut mereka. "Apakah kau sudah punya pacar?"
Setelah pertanyaan ini terlontar, semuanya terdiam.
"Wah ada yang jatuh cinta nih!"
"Memangnya siapa yang tidak jatuh cinta terhadap penyelamatnya?" Perempuan yang duduk di samping Randika ini terlihat serius.
Randika menoleh dan mengusap kepalanya. Tidak heran menurutnya kalau salah satu perempuan ini jatuh cinta padanya. Randika datang di mana hidup mereka sudah sengsara. Bisa dikatakan bahwa Randika adalah pangeran berkuda putih yang menyelamatkan mereka dari balik kegelapan.
"Hahaha mungkin?" Randika membalasnya dengan nada tak pasti. Semua perempuan merasa bahwa jawaban Randika ini setengah-setengah.
Viona dan yang lain bukan pacarnya sedangkan Inggrid kan istrinya. Jadi Randika sendiri ragu mau menjawab apa.
"Yah eman sekali, kami benar-benar jatuh cinta padamu."
"Kalian pasti bisa menemukan pria yang bisa membahagiakan kalian." Kata Randika sambil tersenyum hangat.
"Siapapun pasangan kita nanti, aku tidak akan pernah melupakanmu!" Kata mereka semua.
"Hei hei, kalian harus setia sama pasangan." Randika hanya bisa tersipu malu. "Lagipula aku juga tinggal di kota ini dan mungkin suatu saat nanti kita bisa bertemu lagi."
"Wah itu bagus! Nanti kita kencan ramai-ramai." Semua yang di dalam mobil ketawa.
Perbincangan ini terus berlangsung hingga mereka sampai di kantor polisi.
"Bagaimana caramu melatih otot-ototmu?"
Salah satu dari mereka bahkan langsung meraba-raba lengan Randika. Otot yang keras itu membuatnya terpukau.
"Eh curang! Aku juga mau!"
"Aku juga!"
Mereka semua akhirnya meraba-raba lengan Randika bahkan ada yang meraba perut dan dadanya!
Kalian ingin membuatku terangsang atau apa? Imanku sedang diuji!
Biasanya Randika lah yang meraba-raba tubuh sedangkan sekarang dia diraba-raba oleh 5 perempuan sekaligus. Perasaan aneh sekaligus nikmat ini lumayan enak juga.
"Hei… Sudah nanti aku malah nafsu dan meniduri kalian semua bagaimana?" Kata Randika.
Semuanya menjadi terdiam dan hanya seorang saja dengan suara pelannya yang membalas Randika. "Kita ke hotel dulu saja kalau begitu?"
"Ealah ternyata kita semua ini cinta sama Randika ya. Kita dari mangsa jadi pemangsa!" Seketika itu juga mereka tertawa semua.
"Aku dengan senang hati berada di atas!" Kata salah satu perempuan.
"Ya sudah ke hotel saja dulu!" Yang lainnya setuju.
Mati aku! Randika mulai kebingungan. Kesuciannya ini seperti sedang dilelang, apalagi mata para perempuan ini sudah bagai predator. Apakah mereka tidak malu membicarakan seks seperti ini? Dunia makin bejad ternyata.
Tapi Randika hanya bisa menyalahkan ketampanannya dan kemampuan ahli bela dirinya. Memang susah jadi orang ganteng itu, semua perempuan pasti mengejarnya.
Randika menghela napas dalam hati. Susahnya jadi orang ganteng.
...….
Hari sudah sore ketika mereka tiba di kantor polisi. Kelima perempuan ini turun semua. Randika lalu menurunkan kaca jendelanya dan mengatakan. "Kalian masuklah dan cari polisi yang bernama Deviana. Katakan bahwa aku yang mengirim kalian dan jangan percaya siapapun selain Deviana itu."
Semua perempuan itu mengangguk. Lalu salah satu dari mereka maju dan mengatakan. "Terima kasih Randika!"
Lalu tanpa sempat membalas ucapan terima kasih itu, Randika dicium!
Oh!
Mereka berciuman!
Mata Randika terbuka lebar, inikah perasaan Viona kapan hari?
Perempuan itu mundur dan wajahnya tersipu malu.
Sekarang, keempat perempuan lainnya juga minta giliran. Semua ciuman mereka melibatkan lidah jadi Randika cukup pusing setelah semuanya selesai.
"Semoga kalian mendapatkan kebahagian yang baru!" Randika berharap dalam hati pada kelima gadis yang telah menjalani kehidupan tragis itu. Hatinya terasa hangat.
Setelah melihat sosok kelima perempuan itu masuk ke dalam, Randika mulai fokus kembali.
Sekarang dia perlu pergi ke alamat baru, hasil dari penyiksaannya sebelumnya.
Tidak lama kemudian, dia telah mencapai gedung terlantar di jalan Pendopo. Ketika dia naik ke lantai 3, dia menyadari bahwa aula depan ruangan itu tampak terawat. Ruangan markas mereka pasti berada di lantai ini!
Setelah memastikan tidak ada jebakan yang terpasang di pintu, Randika lalu membuka pintu tersebut.
Pemandangan di depannya ini membuat dirinya terkejut.
Kosong!
Ruangan itu benar-benar kosong seperti baru.
Ketika dia masuk, Randika langsung memeriksa seluruh ruangan. Dia tidak dapat menemukan apa-apa. Sepertinya mereka telah lama pergi.
Sepertinya mereka tahu bahwa para bawahannya itu akan membocorkan markas mereka jadi seluruh organisasi telah meninggalkan tempat ini.
Namun, Randika bersumpah dalam hati bahwa dia akan menemukan mereka!