"Hahaha sudah kubilang hari ini adalah hari kematianmu!" Bulan Kegelapan tertawa keras ketika melihat keterkejutan di wajah Randika.
Randika mengerutkan dahinya, dia masih tidak paham kenapa bisa Bulan Kegelapan berada di sini.
Tenggorokannya jelas-jelas tertembus oleh pisaunya tadi.
Ataukah tadi Bulan Kegelapan yang palsu?
Namun, kejutan yang dihadapi Randika tidak sampai situ saja. Ternyata dia telah dikepung oleh 20an orang. Yang membuat matanya terbelalak adalah semua orang itu adalah Bulan Kegelapan!
Dia mengira matanya telah menipunya tetapi kedua puluh orang tersebut benar-benar adalah Bulan Kegelapan. Mulai dari wajah, perawakan dan tenaga dalam yang mereka pancarkan sama persis.
Di saat genting seperti ini, Randika juga merasakan kekuatan misteriusnya mulai memberontak sekali lagi. Memang kakeknya itu telah menahannya dan memberikan dia waktu satu bulan, tapi dengan catatan bahwa dia tidak memakai tenaga dalamnya terlalu banyak. Dan hari ini dia sudah memakai tenaga dalamnya terlalu banyak, mulai dari Brian, di rumah sakit dan sekarang.
Dan sekarang dia dihadapi oleh 20 Bulan Kegelapan yang memiliki kecepatan dan kekuatan yang sama.
Dia sekarang mengerti bahwa kengerian di muka Shadow, pertarungannya tadi, semua itu adalah perangkap yang akhirnya membawa dirinya ke jebakan ini!
Semua misteri ini akhirnya mulai masuk akal, Bulan Kegelapan yang dia bunuh pada hari pertama dia menikah dan Bulan Kegelapan yang menghancurkan markasnya, semuanya dilakukan oleh orang yang sama.
Randika lalu menoleh ke sekelilingnya dan berkata dengan nada dingin. "Jadi senjata rahasiamu adalah kloning?"
"Benar! Bahkan jika kau Ares, kau hanya seorang diri. Dan kami semua ini sudah lebih dari cukup untuk membunuhmu!"
Randika tidak membalas sama sekali.
"Sejujurnya, kalau bukan karena sumber daya milikmu itu maka aku tidak akan menemukan rahasia di balik kloning manusia." Kata Bulan Kegelapan yang merasa dia telah memenangkan pertarungan ini. "Kenapa kau diam saja sekarang? Mana kelakuan sok hebatmu itu? Ayolah Ares jangan buat aku kecewa, aku ingin melihat wajah sengsaramu itu!"
Semua Bulan Kegelapan memancarkan aura membunuh mereka yang kuat. Lalu mereka semua tertawa serentak.
"Mau berapapun yang berkumpul, semut tetaplah semut." Kata Randika dengan santai.
Dia sudah tidak merasa ragu lagi dan menerjang ke arah salah satu Bulan Kegelapan.
Melihat bahwa Randika sudah bergerak, seluruh Bulan Kegelapan segera mengepung. Dari segala arah Bulan Kegelapan mulai melompat dan menyerang.
Randika yang bagai Dewa Perang itu, mematahkan tulang leher Bulan Kegelapan di depannya dengan satu pukulan sambil menghindari serangan dari sisi kirinya.
Tiba-tiba, tiga orang langsung berusaha menyerang bersamaan. Randika langsung bersalto di udara, menghindari serangan gabungan tersebut. Tapi di saat dia di tengah udara, sebuah pisau melesat dan mengenai bahu Randika.
Mereka tidak perlu membunuh Randika secepat mungkin, kikis staminanya dan pada akhirnya dia akan mati karena kelelahan.
Hati Randika mulai mengepal. Serangan Bulan Kegelapan datang dari segala arah dan terasa tidak pernah ada habisnya. Tidak peduli dia hajar sekalipun, mereka akan segera berdiri kembali.
"Hmmm… Obat penguat?" Jelas bahwa mereka sudah memiliki persiapan yang memadai untuk membunuh dirinya hari ini. Tujuan mereka adalah membuatnya lelah dan mengakhirinya pada saat itu.
Satu-satunya cara adalah membunuh mereka!
Pada saat ini, Randika sudah membunuh 5 orang. Tetapi, serangan Bulan Kegelapan masih berasal dari segala arah dan tidak ada habisnya. Ini membuat Randika kecapekan karena tenaga dalamnya sudah mulai menipis. Apalagi, dia juga harus menahan kekuatan misteriusnya itu.
Tiba-tiba, dia mendapatkan serangan di punggungnya. Bulan Kegelapan melihat keraguan di wajah Randika dan berhasil mengenainya. Serangan itu sangat cepat jadi lengah 1 detik saja Randika bisa celaka. Randika sudah berusaha sekuat tenaga membunuh siapapun yang mendekat, tetapi Bulan Kegelapan yang lain akan segera menyerang titik butanya tanpa lelah. Mereka rela kehilangan satu kloning kalau itu bisa menyederai Randika!
Whush!
Sebuah pisau menyayat baju Randika tapi sayang serangannya kurang dalam. Ketika Randika menghindarinya dengan melompat mundur, dari belakangnya sudah ada pukulan melayang yang mengarah ke belakang kepalanya. Randika bereaksi dengan cepat dan menangkap tangan itu dan membanting orang tersebut.
Randika mulai kehabisan napas. Kekuatan misterius dalam tubuhnya seakan-akan terus menggedor-gedor pintu kesadarannya, hendak menelan dirinya secara utuh.
Keringat dingin mulai keluar dari dahinya dan Bulan Kegelapan di sekelilingnya mulai tertawa.
"Hahaha kau akan tamat sebentar lagi!"
Para Bulan Kegelapan ini sudah merasa berhasil membuat Randika kelelahan, jadi mereka menikmati momen berharga ini.
"Matilah!" Saat itu juga, salah satu Bulan Kegelapan menerjang dan menendang ke arah Randika. Di saat orang itu melayangkan kakinya, Randika hanya berdiri diam dan menjulurkan kepalan tangannya ke arah selangkangannya. Dalam sekejap Bulan Kegelapan itu tersungkur sambil memegangi alat kelaminnya.
Ternyata mereka masih senaif itu merasa bisa mengalahkannya dengan mudah.
"Seperti kata pepatah 'Harimau mati karena belangnya' [1], hari ini neraka akan menyambutmu!"
Beberapa Bulan Kegelapan langsung menerjang kembali dan Randika bertahan dengan susah payah sambil menahan kekuatan misteriusnya. Dia lalu merasa kelima inderanya kehilangan fungsinya dan serangan Bulan Kegelapan telah mengenainya dari seluruh arah.
Dia merasa bahwa dadanya telah dipukul dan ketika dia terpental karena momentumnya, dia ditendang dari belakang. Di saat yang sama dari sebelah kiri dan kanan, Bulan Kegelapan menyerang rusuknya dan semua itu ditutup dengan tendangan yang mengarah kepada wajahnya.
Namun, serangan itu tidak berhenti. Serangan siku yang mengenai dagunya membuat Randika tersungkur di tanah.
Rasa sakit dari luar dan dalam tubuhnya membuat dirinya berada di ujung tanduk.
Dia bahkan merasakan hawa kehadiran Dewa Kematian di dekatnya!
Apakah ini akhir dari hidupnya? Apakah tidak ada jalan lain?
"Hahaha bahkan seekor gajah akan kalah sama kawanan semut! Kau benar-benar menyedihkan!"
Suara tawa menyebalkan itu bergema di telinga Randika dan di dalam benaknya dia telah memutuskan sesuatu. Dia tidak boleh mati, dia tidak boleh mati di tangan sang pengkhianat!
Namun, rasa sakit yang dirasakannya benar-benar melelahkan jiwanya. Dia berusaha berdiri dengan susah payah.
"Wah wah wah, belum menyerah juga bajingan tengik satu ini? Sini kalau kau masih kuat, bukankah kau ingin membunuh kami semua?" Ketika Bulan Kegelapan melihat Randika yang berdiri saja sudah susah payah, dia benar-benar merasa di atas angin. Beberapa Bulan Kegelapan juga kembali menyerang.
"Aku tidak boleh mati!" Randika yang kembali tersungkur di tanah itu terus menanamkan tekadnya.
Dia terus menerus mengatakan hal itu untuk membuatnya tersadar, namun rasa sakitnya mulai mengalahkan dirinya.
Apakah ini akhir dari perjalanannya?
Di saat dia mulai menerima kenyataan ini, sebuah ide muncul di benaknya.
Bukannya kakeknya memberikan sebuah obat padanya? Yang hanya boleh diminumnya di saat-saat genting.
Tanpa ragu-ragu Randika berusaha mengambil obat tersebut sambil terus bertahan dari serangan Bulan Kegelapan.
Namun, serangan gabungan itu mempersulit Randika mengambil obat yang ada di saku celananya itu. Belum lagi kekuatan misteriusnya itu menggerogoti dari dalam.
Aku tidak akan mati oleh para pengkhianat ini!
Randika menggigit bibirnya, berusaha memikirkan cara untuk mencari celah bagi dirinya mengambil obatnya itu. Satu-satunya cara adalah pura-pura terkena pukulan dan tersungkur kembali, karena pada waktu itu Bulan Kegelapan sibuk menertawai dirinya.
DUAK!
Randika kembali menerima pukulan di dadanya dan tersungkur kembali. Bulan Kegelapan yang melihatnya semakin tersenyum lebar.
Di saat inilah Randika mengambil obatnya dan menelannya dengan susah payah.
Melihat bahwa Randika mengambil sesuatu dari celananya dan menelannya, Bulan Kegelapan tidak mempedulikannya dan tertawa. "Kenapa? Apakah Ares lupa meminum obat diarenya? Ah aku lupa kalau kau sebenarnya sedang sakit. Tapi sebentar lagi kau tidak perlu menderita lagi."
Setelah berkata demikian, para Bulan Kegelapan mengeluarkan pisau mereka. "Sudah saatnya kau mati!"
Kemudian beberapa Bulan Kegelapan menerjang maju. Pada saat ini, Randika merasa ada tenaga luar biasa dahsyat yang memasuki tubuhnya. Tenaga itu bertemu dengan kekuatan misterius dan bertarung dengan intens.
Berkat obat itu, kekuatan misterius Randika kembali tenang dan tubuhnya sudah tidak merasakan sakit sama sekali. Namun, bukan itu saja yang dirasakan Randika. Dia merasakan bahwa tenaga dalamnya menjadi melimpah!
Dalam sekejap, Randika pulih seperti sedia kala. Cedera tubuhnya mulai menghilang dan tubuhnya berlimpahkan tenaga dalam.
Di tengah keterkejutannya ini, beberapa pisau sudah melayang menuju Randika.
Randika dengan cepat menampar tanah dan berdiri kembali. Tubuhnya dengan cepat menjadi gumpalan asap dan menerjang maju. Seluruh pisau yang melayang itu dia tangkis dengan sigap.
Kebangkitan Randika ini membuat Bulan Kegelapan terkejut. Saat ini, Randika sudah berada kembali di tengah-tengah mereka.
"Saatnya kalian mati!" Randika mengatakannya dengan nada dingin dan aura membunuh yang luar biasa.
Bulan Kegelapan langsung merinding, dia merasa bahwa Ares yang ada di hadapannya ini berbeda dengan yang tadi.
Randika kembali menjadi asap, dia dengan cepat menerjang ke arah beberapa Bulan Kegelapan dengan pisau di tangannya. Yang terakhir dilihat oleh kelima Bulan Kegelapan hanyalah kilau pisau Randika, karena setelah itu yang mereka lihat adalah kepala mereka yang menggelinding.
Cepat dan bersih!
Randika lalu melempar pisau tersebut dan satu Bulan Kegelapan lagi yang tewas dengan pisau menancap di dada. Di saat pisau itu menancap, Randika sudah mematahkan leher salah satu Bulan Kegelapan.
Para Bulan Kegelapan ini berusaha menghindar tapi semua itu percuma. Kecepatan dan kekuatan Randika yang sekarang sudah berbeda dengan yang tadi dan benar-benar mengerikan. Hanya dengan satu langkah saja Randika sudah mencabut nyawa.
Randika yang sekarang menjadi jelmaan Dewa Perang sesungguhnya, satu ayunan saja sudah cukup melayangkan sebuah kepala!
Bulan Kegelapan yang sekarang benar-benar terdiam.
Mana keberanianmu yang tadi?
Dalam sekejap, semua kloning Bulan Kegelapan mati di tangan Randika.
Sekarang hanya Randika yang berdiri sendirian, wajah dan bajunya bersimbah darah.
Ketika Ares sang Dewa Perang marah, seribu kematian tidak cukup memuaskan nafsunya!
[1] Mendapatkan nasib buruk (kematian) karena memamerkan kehebatannya.