Melihat Indra yang membungkuk pada dirinya, Randika tidak bisa menahan diri untuk menampar jidatnya. Kakek-kakeknya ini sedang bercanda? Yang dimaksud 100 tahun sekali itu bakat atau tubuh gemuknya itu?
Memang benar Indra memiliki aura yang berbeda, tapi apakah penilaian kakeknya itu benar? Inikah jenius yang lahir 100 tahun sekali?
Melihat Randika yang tidak merespon, Indra berkata sambil tersenyum. "Aku tidak menyangka kau adalah kakak seperguruan."
"Yah aku juga tidak menyangka juga kalau kau adalah adik seperguruanku." Randika benar-benar tidak bisa berkata apa-apa. Bagaimana mungkin tubuh sebesar ini bisa bela diri? Masuk akal kalau kakek hanya mengajarinya ilmu pengobatan, tetapi bela diri?
Melihat keraguan di wajah Randika, kakek kedua mengatakan. "Jangan menilai buku dari sampulnya nak."
Kakek kedua memiliki ide, "Menurutmu, bagaimana kekuatan adik seperguruanmu itu? Jangan menilai fisiknya saja."
"Oh? Tenaga dalamnya lumayan besar." Randika baru menyadarinya.
"Menurutmu, seberapa kuat dia?"
"Kalau dinilai dari peringkat dunia, mungkin dia bisa dikatakan masuk ke peringkat Dewa. Mungkin dia berada di angka puluhan dengan kekuatan yang 1/50 milikku."
"Kalau begitu coba bertarunglah dengan Indra." Kata kakek kedua sambil tersenyum. "Pakailah kekuatan penuhmu."
Karena kakeknya menyuruhnya, Randika pun menurutinya.
Randika menatap Indra yang masih memasang ekspresi bodohnya itu, lalu Randika tiba-tiba memukulnya!
Pukulannya tidak rumit maupun cepat, itu hanyalah pukulan sederhana dan pelan yang mengandung seluruh kekuatan Randika. Meskipun dia dalam kondisi puncak, dia sendiri tidak ingin terkena oleh pukulan tersebut.
Melihat pukulan itu mengarah padanya, Indra membalas pukulan itu dengan pukulannya sendiri!
Kedua pukulan itu beradu dan kedua kekuatan itu bertemu. Kekuatan yang dimiliki oleh Indra membuat Randika terkejut.
Karena ledakan kekuatan ini membuat keduanya terpental ke belakang. Indra terpental sejauh 5 langkah sedangkan Randika tidak bisa berhenti, dia terpental sejauh 12 langkah!
Bagaimana mungkin ini terjadi?
Randika menatap Indra dengan mata terbelalak, kekuatannya luar biasa!
Dia yakin kekuatan Indra lebih lemah daripadanya tetapi pukulannya barusan mengandung kekuatan yang amat luar biasa.
Randika lalu tersadar, itu bukan pukulan tenaga dalam tetapi pukulan murni kekuatannya!
Jika Indra bisa menyalurkan tenaga dalamnya seperti dirinya ini, mungkin apa yang dikatakan kakeknya itu benar. Indra adalah pendekar jenius yang lahir 100 tahun sekali!
Melihat wajah terkejut Randika kakek kedua tersenyum lebar, "Jadi kamu menyadari bahwa tenaga dalam Indra masih lemah, jujur kami baru melatih tenaga dalamnya beberapa hari saja."
"Apa?" Randika tidak habis pikir. Cuma beberapa hari melatih tenaga dalamnya Indra sudah setara dengan orang yang di peringkat Dewa?
Randika benar-benar tidak bisa berkata-kata, ini adalah bakat dari seorang jenius dari lahir!
Namun, adik seperguruannya ini nampak sedikit bodoh.
Kakek kedua tersenyum, "Jadi kau paham kan mengapa aku menyebutnya bakat yang lahir 100 tahun sekali?"
Randika mengangguk cepat, dunia ini memang luas.
"Kalau begitu, Indra pergilah ke kamarmu dan lakukan apa yang kuajarkan kemarin." Kata kakek kedua.
"Baik guru." Indra membungkuk hormat dan pergi menuju kamarnya.
"Ran, kedatanganmu pasti mengenai kekuatan misteriusmu itu lagi kan?" Kata kakek ketiga sambil mengelus-elus janggutnya.
Randika menoleh sambil tersenyum, "Hehehe kakek memang pintar."
"Hum." Kakek ketiga memasang wajah bangga, "Tentu saja, bocah sepertimu hanya pulang ketika ada masalah."
Randika mulai berkeringat dingin ketika mendengarnya.
"Sini mana tanganmu."
Randika dengan cepat menjulurkan tangannya dan kakek ketiga segera mengecek denyut nadinya. Dengan cepat kakeknya itu mengetahui kondisi Randika.
"Kau itu ya, sudah minum obatku kok ya bisa tenaga dalammu sampai tidak teratur seperti ini?"
Kakek ketiga benar-benar tidak habis pikir.
Randika sedikit malu, dia lalu menceritakan pengalaman hampir matinya itu dan kakeknya menggelengkan kepalanya tanpa henti.
"Bisakah kakek menyembuhkanku?" Randika menahan napasnya.
"Bah! Kalau bukan aku memangnya siapa lagi yang bisa menyembuhkanmu?"
Lalu mereka berdua masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu.
"Tenaga dalammu itu bercampur dengan kekuatan misteriusmu itu dan kita harus memisahkannya dulu." Lalu kakek ketiga pergi ke kamar mandi dan mengambil handuk. "Mandilah dulu dengan campuran obatku dulu, setelah itu aku akan memberikan akupuntur."
Randika mengangguk, di kamar mandi sudah ada ember air yang sudah dicampuri obat-obatan khusus kakeknya.
Ketika air hangat itu menyentuh kulitnya, pori-porinya membuka dan obat-obat yang terkandung di dalam air serasa masuk ke dalam tubuhnya. Dia merasa sangat nyaman dan merasakan bahwa tenaga dalamnya yang mengamuk itu mulai menjadi jinak berkat obat-obat ini.
Setelah itu, kakek ketiga mulai menusukkan jarum akupuntur miliknya ke punggung Randika.
Randika menutup matanya dan merasakan putaran energi dalam tubuhnya. Tenaga dalamnya yang terlilit itu mulai menjadi lurus kembali dan memisahkan diri dengan kekuatan misteriusnya.
Setelah setengah jam, Randika membuka matanya dan merasa tubuhnya sangat ringan.
"Hei bocah bandel, aku masih belum bisa menyentuh kekuatan misteriusmu itu. Tetapi kakek sudah memikirkan bagaimana caranya untuk mengendalikannya." Kata kakek ketiga sambil memainkan janggutnya.
Mendengar itu, Randika langsung memasang muka kagum pada kakeknya itu.
"Berdirilah dan pakai bajumu."
Seperti anak kecil yang menurut, Randika dengan cepat berdiri. Tetapi setelah itu Randika hanya berdiri diam, "Kek, jarumnya belum kakek lepaskan."
"Lepaskan sendiri."
"Ha? Jarumnya kan ada di punggungku, bagaimana caranya aku melepaskannya?"
"Ah rewel kamu!" Kakek ketiga berjalan keluar.
Hmmm?
Randika tidak bisa berkata-kata, rupanya kakeknya ini masih dendam karena dirinya dulu merusak tanaman obatnya pas masih kecil.
Dengan bantuan kakek kedua, Randika sudah melepas semua jarumnya dan memakai bajunya. Dia lalu menyusul kakek ketiga yang duduk di teras.
Tak lama kemudian, kakek ketiga memberi secarik kertas pada dirinya.
"Setelah meneliti buku-buku milikku, kakek menemukan cara ini. Kau harus mengikuti setiap langkah yang kutulis dan rebuslah semua tanaman obat itu. Setelah tiga tahun, kau pasti bisa mengendalikannya dengan sempurna."
"Tiga tahun?" Randika terkejut mendengarnya.
"Tidak ada yang namanya jalan pintas." Kakek ketiga mengusap kepala anaknya itu. "Ini satu-satunya cara yang kakek temukan tanpa perlu merusak tubuhmu, bersyukurlah kamu bisa mengendalikannya dalam 3 tahun."
Ketika mendengar itu, hati Randika terasa hangat. Dia lalu membalas kakeknya sambil tersenyum, "Iya terima kasih kek, kakek memang yang terhebat."
"Kalau begitu, kita akan ke Kebon Raya besok untuk mencari bahan yang tidak ada. Aku akan mengajarkanmu sekali untuk membuat sup obat itu."
Ketika Randika hendak menjawab, kakeknya segera menyela. "Jangan lupa untuk membersihkan ladang obat kita sama rumah kita agak kotor."
Randika terdiam, kakeknya ini memang malas.
.........…..
Hari berikutnya, Randika mencoba membuat sup obat didampingi kakek ketiga.
"Pahit sekali!" Randika baru minum seteguk dan dia sudah tidak kuat. Ini adalah obat yang paling pahit yang pernah dia minum.
Saking pahitnya, Randika ingin muntah. Namun, kakek ketiga dengan cepat memarahinya. "Makin pahit makin bagus buat tubuh. Mau sembuh tidak?"
"Iya kek." Randika tidak bisa membantah kakeknya itu.
Setelah sepagian membersihkan ladang dan rumah, Randika pamit untuk pulang ke Cendrawasih. Dia menyimpan baik-baik resep yang diberikan kakek ketiga di saku celananya. Luka internal tubuhnya sudah baik-baik saja jadi dia tidak perlu khawatir apabila diserang dalam waktu dekat.
"Nak, tunggu sebentar." Tiba-tiba kakek kedua menyuruhnya jangan pergi dulu.
Randika menoleh dan memasang muka bingung.
"Indra!" Suara kakek kedua sangat keras, kamar Indra berada di balik rumah jadi dia lari sekuat tenaga ke hadapan gurunya.
"Guru kedua, Indra sudah datang." Indra menyeka keringatnya.
Kakek kedua mengangguk dan menunjuk ke arah Randika. "Mulai hari ini, pergilah bersama kakak seperguruanmu."
"Ah?"
"Ah?"
Randika terkejut, Indra pun terkejut. Apa maksudnya?
DUAK!
Kedua lutut Indra dengan cepat terbenam di tanah. "Guru apa salah Indra sampai kau mengusirku?"
"Kek, apa kakek tidak terlalu keras?"
"Indra berdirilah dulu, bukan itu maksud kami. Kita tidak bermaksud mengusirmu." Kakek kedua lalu menjelaskan. "Kami ingin kau mengikuti kakak seperguruanmu itu."
"APA?" Randika sampai menjatuhkan tasnya.
Randika tidak habis pikir, meskipun bela diri Indra sangat hebat, kecerdasannya kurang jadi kurang cocok baginya untuk tinggal di perkotaan.
"Baiklah guru, Indra akan belajar di bawah arahan kakak seperguruan."
"Randika, kau akan belajar banyak pada akhirnya." Kata kakek keempat sambil tertawa.
Randika cuma bisa mengangguk.
Ketika Indra berkemas, Randika menatap langit dan cuma bisa menghela napas.
Dia harus menuruti perkataan kakeknya ini dan membawa Indra bersamanya.
Selama ini ramalan kakek keempatnya tidak pernah salah, dia hanya harus percaya bahwa pada akhirnya semua akan menjadi indah.