Setelah mengantar kembali Indra ke rumah kontrakannya dan memberikannya sejumlah uang, Randika kembali ke rumahnya.
Di rumah, dia bertemu dengan Hannah yang sedang menonton TV.
Ketika dia mendekat, Hannah tidak menyadari keberadaannya karena benar-benar terpaku dengan film yang dia tonton.
Hari ini Hannah tidak berpakaian sexy seperti biasanya. Namun, Randika tetap melirik ke arahnya. Rambut yang tidak diikat, baju putih biasa yang menonjol, hot pants yang menonjolkan paha dan kakinya yang mulus tetap membuat Hannah terlihat sexy. Belum lagi aroma sabun yang memancar darinya mengingatkannya pada Inggrid yang baru selesai mandi.
Mungkinkah Inggrid saat masih kecil persis seperti adiknya?
Randika lalu duduk perlahan-lahan di samping Hannah dan mengangetkannya.
"Eh! Kak kurang ajar sekali kamu! Kaget tahu aku, lain kali kasih salam gitu kalau sudah pulang." Hannah langsung mengomel tanpa henti namun, dia langsung terpaku kembali ke TV kembali.
"Kau terlalu terobsesi sama drama Amerika itu." Randika menghela napas. "Aku sendiri kurang paham kenapa orang-orang suka melihat drama seperti itu."
"Ha? Kakak kan belum pernah melihatnya, jangan menghakimi gitu dong." Hannah lalu menyadari sesuatu dan menoleh. "Jangan-jangan kakak cemburu ya?"
"Cemburu?" Randika kebingungan. "Buat apa aku cemburu?"
Hannah langsung memasang wajah mengerti segalanya. "Kau cemburu karena semua lelaki di drama Amerika lebih tampan darimu, lebih pintar darimu dan cewek-cewek mereka juga cantik-cantik. Aku mengerti perasaanmu kok kak, aku sangat mengerti!"
Apakah kali ini kakak iparnya akan meledak karena kejahilannya?
"Kamu salah paham." Randika berkata sambil tersenyum. "Lihat betapa putihnya mereka, jelas mereka kurang latihan sepertiku. Apakah mereka sekuat kakak iparmu ini? Jangan repot-repot bersandiwara, kau tahu bahwa perkataanku benar. Kalau melawan mereka, aku bisa menghajar mereka 1000 orang sekaligus!"
Randika tertawa dan Hannah hanya bisa mengangguk. Kejadian di rumah sakit sebelumnya benar-benar melekat di benak Hannah.
"Apanya yang kuat, aku dorong sedikit saja sudah langsung muntah darah!" Hannah tidak mau tunduk.
"Hei kau menggangguku saat aku butuh konsentrasi penuh, gara-gara kamu aku hampir mati!" Randika lalu menjewer adiknya itu.
"Ah iya, iya, ampun kak!" Hannah menyesali perbuatannya.
Sial benar, kakak iparnya ini sudah menemukan jurus ampuh untuk melawan dirinya!
"Sudah jangan membahas hal itu lagi," Randika lalu berdeham. "Pertanyaanku selanjutnya, memangnya aku tampak sebodoh itu daripada mereka?"
Hannah tersenyum dan memeletkan lidahnya. "Iya kakak itu bodoh dan miskin."
Randika mau marah tidak bisa karena memang itu kenyataannya, tapi semua itu berubah ketika Inggrid hadir di hidupnya.
"Hahaha kau salah anak muda!" Randika menggelengkan kepalanya. "Pertama, sikap rendah diri itu adalah kunci jadi aku tidak akan mengumbar kepintaranku begitu saja. Dan kedua, aku sudah menikah dengan kakakmu, bagaimana mungkin aku miskin?"
"Hush!" Hannah sedikit marah ketika mendengarnya. "Bisa-bisanya kakakku itu menikahimu, aku rasa dia butuh kacamata baru."
"Kalau bukan aku kakak iparmu, saat kita di gunung itu kau bisa-bisa tertembak gara-gara hobi liarmu itu. Syukuri saja." Randika memberi fakta yang tidak bisa terbantahkan.
"Hmmm…" Hannah tidak bisa membantah dan menghela napas. "Selain kakakku, pernahkah wanita cantik lainnya mendekatimu?"
Randika lalu menatap Hannah dan berkata dengan nada kecewa. "Sejauh ini belum ada, karena yang didekatku sekarang wajahnya masih kekanak-kanakan dan tidak cantik."
Hannah langsung tersinggung. Bajingan, dia mengatakan aku itu jelek?
"Ketika aku bersamamu, aku selalu mendapatkan masalah." Randika menghela napas. "Kalau aku terluka begitu banyak, jelas kakakmu hanyalah satu-satunya yang akan mewarnai hidupku."
"Hahaha kakak benar juga." Setelah dipikir-pikir perkataan Randika ada benarnya juga. Setiap dirinya berduaan dengan Randika, selalu ada masalah yang berbahaya.
"Lagipula, para aktor itu semua bukan tandinganku sama sekali. Sedikit berjemur di matahari saja mungkin mereka sudah mengomel!"
Hannah lalu tertawa dan meliriknya. "Memangnya kakak sendiri sekuat apa?"
Ketika mendengarnya, Randika tertawa nakal dan menemukan kesempatan menyerang balik adiknya. "Apakah kamu tidak pernah melihat kakakmu ketika bangun? Bukankah dia sering mengeluh kurang tidur dan pinggangnya capek? Kurasa 10 ronde semalam membuatnya kecapekan meskipun tiap malam dia terlihat puas sekali setelah kita selesai melakukannya."
Ha? Apa hubungannya kakaknya dengan seberapa kuat Randika? Ketika Hannah mendengar '10 ronde' barulah dia mengerti artinya. Dalam sekejap dia tersipu malu.
Dasar lelaki mesum! Bisa-bisanya dia mengumbar hubungan suami-istri kakaknya itu?
Hannah ingin marah dan memukulnya tetapi mengingat betapa kuatnya Randika membuat dirinya mengurungkan niatnya.
Setelah menenangkan diri, Hannah hanya menatap Randika dan berkata dengan nada dingin. "Kak… Kau benar-benar mesum…"
Randika justru tersenyum dan tersipu malu. "Ah bisa saja kamu. Kalau aku tidak hebat seperti itu di ranjang, mana mungkin kakakmu mau sama aku?"
Karena Inggrid tidak ada di sini, Randika bisa bebas menggoda adik iparnya ini.
"Kak!" Hannah tidak tahan dengan lelucon mesum kakak iparnya itu.
Hannah lalu memalingkan wajahnya dan menonton kembali TV. "Setidaknya para aktor ini tidak semesum dirimu."
"Ha? Kau ini bodoh apa polos?" Randika menghela napasnya. "Bukankah mereka juga makan dan minum seperti kita? Urusan seksual juga sama, itu kebutuhan dari seorang pria. Aku rasa mereka juga mesum dan tidur dengan banyak wanita. Kecuali kalau mereka bukan pria, itu baru lain cerita."
Kali ini Hannah terdiam, kenapa pria ini selalu tidak mau kalah?
"Apa lagi kekurangan mereka?" Hannah lalu menoleh ke Randika dan mematikan TV, dia sudah kehilangan minatnya untuk menonton.
Randika tertawa ketika melihat reaksi adik iparnya ini. Apakah dirinya terlalu kelewatan ataukah adiknya ini memang setuju dengannya?
Pada saat ini, tiba-tiba handphone Hannah berbunyi.
Hannah lalu melihat siapakah yang meneleponnya.
"Halo Mon, ada apa?" Hannah melihat bahwa itu adalah Monika teman kuliahnya, dia sangat senang temannya itu menyelamatkan dirinya.
"Han! Tolong aku!" Suara Monika terdengar ketakutan.
Randika, yang ada di samping Hannah, memakai pendengaran supernya dan bisa mendengar percakapan mereka dengan baik.
"Eh? Kenapa kamu Mon?" Hannah langsung panik.
"Tolong cepat datang ke Hotel Mawar kamar 779, aku mohon cepatlah!" Kata Monika sambil menangis.
"Tunggu aku Mon! Aku akan datang secepatnya!" Hannah tidak bisa mendengar suara Monika lagi.
Hannah lalu menahan air matanya dan segera pergi ke kamarnya untuk ganti pakaian. Dia akan pergi untuk menyelamatkan teman baiknya itu.
Ketika Hannah sudah selesai berganti pakaian, Randika sudah menunggunya tepat di luar pintu kamarnya.
"Mau apa kamu? Mau meniru pahlawan di komik?" Randika mengerutkan dahinya.
Hannah tidak ingin mengomentarinya dan hanya berjalan melewatinya, dia tidak punya waktu untuk berurusan dengan Randika.
Randika sebagai kakak iparnya jelas merasa khawatir terhadap adik iparnya ini, tetapi dia bangga bahwa Hannah sangat peduli dan berani menyelamatkan temannya tanpa berpikir panjang.