Randika mengikuti Deviana dari belakang. Deviana sama sekali tidak sadar akan kehadiran Randika, dia masih fokus pada targetnya. Targetnya kali ini adalah seorang pria paruh baya yang memakai topi dan kacamata hitam.
Orang itu berjalan dengan santai sambil mengamati calon mangsanya yang melewati dirinya.
Deviana juga sedang menunggu targetnya itu beraksi sebelum akhirnya menangkapnya.
Lalu, mata pencuri itu jatuh pada seorang wanita muda dengan tas yang terlihat mewah. Perempuan itu sedang asyik dengan handphonenya sambil berjalan pelan.
Pencuri itu menunggu sampai keadaan jalan menjadi sepi sehingga jalur kaburnya tidak akan terhalang. Ketika dia melihat sebuah gang di depan sana, dia memutuskan saat inilah waktunya dia beraksi.
Dengan cepat dia berlari dan menjambret tas tersebut sambil mendorong jatuh perempuan itu. Dengan cepat dia menuju gang yang ada di depan, di sana dia bisa mengecoh arah mana dia pergi.
"Tolong copet!" Perempuan itu terjatuh dan hanya bisa melihat pencopet itu berlari kencang meninggalkan dirinya.
Pada saat ini Deviana juga langsung berlari mengikuti pencopet itu.
"Berhenti!" Teriak Deviana.
Tentu saja pencopet itu tidak berhenti. Jarak antara mereka sangatlah dekat, Deviana kemudian menggertakan giginya dan melompat. Dia berhasil menangkap pencopet tersebut dan membantingnya ke tanah. Namun, pencopet itu terus-menerus meronta dan membuat Deviana kesulitan menahannya.
"Kau telah tertangkap." Meskipun Deviana berhasil menginjak punggung pria itu dengan lututnya, karena dia terus meronta akhirnya dia berhasil lepas dan kabur kembali.
"Hoi jangan lari kau!" Kali ini yang berteriak adalah Randika.
Deviana yang terjatuh, menatap Randika dan pencopet itu dengan penuh kebencian.
"Kalau aku barusan tidak melihatmu dan terkejut, orang itu sudah tertangkap!" Deviana segera mengejar kembali pencopet tersebut.
Kemampuan fisik Deviana termasuk hebat di kalangan polisi wanita. Tetapi, barusan dia lengah karena terkejut melihat sosok Randika yang melototinya.
"Berhenti!"
Pencopet itu jelas tidak berhenti, dia semakin memacu larinya itu. Selama dia berhasil masuk ke gang itu, dia bisa mengecoh polisi itu.
Deviana sudah terpacu adrenalinnya dan mengejar orang itu dengan cepat. Ketika pencopet itu berbelok, Deviana kehilangan sosoknya. Ketika dirinya yang berbelok, tiba-tiba Deviana mendapatkan tendangan tepat di perutnya. Deviana pun tersungkur di tanah dan pencopet itu menatap tajam orang yang mengejarnya ini. Jelas kalau dia kepingin kabur dengan sukses, dia harus melumpuhkan pengejarnya ini.
Namun, tas yang telah dia copet telah berhasil direbut oleh Deviana. Pencopet itu menatap marah Deviana dan ingin membunuhnya.
Deviana lalu berdiri dan memasang kuda-kuda bertarungnya. Pencopet itu meraung dan menerjang maju. Ketika Deviana ingin mencengkram pergelangan tangan pria itu, dia diseruduk oleh pria itu.
Bagaikan diseruduk sapi, Deviana segera terjatuh karena dorongan pria tersebut.
Pria ini kuat!
Deviana yang sikunya terluka itu segera berdiri dan sekarang dia yang menerjang maju. Dia meniru serangan pria itu dan menyeruduknya hingga jatuh bersamaan.
Deviana segera mengunci lawannya dan mencekik lehernya, berusaha membuatnya pingsan. Tetapi, kekuatan pria itu lebih kuat darinya. Orang tersebut terus meronta dan memberikan serangan sikut pada tulang rusuk Deviana. Saat pria itu hendak menggigit tangan Deviana, sebuah batu mengenai kepalanya.
Ternyata itu adalah Randika yang hanya mengamati mereka dari samping.
"Hei Randika tolong aku, aku sudah mulai tidak kuat!" Teriak Deviana.
Namun, pria tersebut berhasil lepas setelah melayangkan sikutnya 3x dan kabur kembali sambil membawa jarahannya.
"Ckckck kau polisi tapi membiarkan tersangka kabur bersama jarahannya."
"Gara-gara kamu cuma melihat dari samping!" Deviana masih kesakitan setelah bagian sampingnya disikut beberapa kali. Kalau tadi Randika membantunya, orang itu sudah tertangkap dari tadi.
"Bukankah dulu kau tidak mau kubantu?" Randika tersenyum dan membantu Deviana berdiri.
"Kalau begitu apakah kamu sekarang bisa membantuku?"
"Buat apa aku membantumu menangkap orang? Aku bukan polisi tahu, aku hanya seorang warga yang taat hukum." Kata Randika dengan senyum nakal.
Deviana mendengus, "Kalau begitu ini permintaan seorang teman."
"Ini bukan masalah aku mau membantu atau tidak." Randika lalu tersenyum nakal. "Terakhir kali aku membantumu, aku tidak mendapatkan apa yang kuinginkan."
"Mimpi!" Inggrid segera menutup dadanya itu.
"Kalau begitu kita berharap saja orang itu akan kembali mencopet." Randika lalu berbisik di telinganya. "Kau akan membiarkannya pergi begitu saja?"
Deviana menggigit bibirnya, mendengar kata-kata Randika dia aslinya tidak rela.
"Baiklah." Wajah Deviana segera menjadi merah karena malu.
Mendengar janji Deviana itu, Randika segera menghilang menjadi asap dan mengejar pencopet itu.
Sambil membawa tas rampasannya itu, pencopet itu berlari dengan sangat cepat. Dia sama sekali tidak menoleh ke belakang, tetapi tiba-tiba seorang laki-laki berada di hadapannya.
"Kau tidak bisa kabur lagi." Kata Randika dengan santai.
Bagaimana mungkin orang ini bisa tiba-tiba ada di depannya?
Karena saking cepatnya, pencopet ini tidak bisa mengerem dan memutuskan untuk menabraknya.
Namun, kenyataannya tidak sesuai ekspektasinya. Pria di hadapannya itu bergeser sedikit dan mencengkram tangannya dan membantingnya ke tanah. Pada saat itu juga, punggungnya telah diinjak oleh kaki Randika.
Randika dengan cepat melumpuhkan orang ini dan menggotongnya kembali ke tempat Deviana berada.
Randika lalu melempar pencopet yang sudah pingsan tersebut ke Deviana dan berkata dengan nada semangat. "Sekarang tepati janjimu itu."
Deviana dengan cepat tersipu malu dan menatap Randika dengan dingin. Namun, jantungnya berdetak dengan cepat dan dia menutup matanya.
"Tenang saja, aku tidak akan membunuhmu. Buat apa kau setegang itu?" Randika tidak habis pikir, dia hanya ingin mengambil hadiahnya bukan membunuhnya.
"Sudah cepatlah!" Deviana sebenarnya malu melakukan hal ini. Terlepas dari dia seorang polisi, dia hanya belum pernah merasakan sentuhan lelaki sebelumnya.
"Kau yang meminta hal ini terjadi, jangan lupakan hal itu." Randika lalu menghampirinya.
Deviana semakin erat menutup matanya. Dia sudah bisa merasakan bahwa Randika sudah sangat dekat dan dia merasa bahwa tangannya sebentar lagi akan meraba dadanya.
Namun, yang mengejutkannya adalah Randika hanya memegang kedua tangannya dan mencium pipinya.
"Baiklah, hutangmu sudah lunas untuk hari ini." Randika melangkah mundur dan tersenyum hangat.
"Hah?" Muka Deviana terlihat bingung. Cuma itu yang dilakukannya? Apa benar orang ini Randika?
"Apa? Kenapa kau melihatku seperti itu?" Randika lalu tersenyum. "Pikiranku ini isinya bukan hanya hal mesum tahu, aku tahu cara menjadi romantis. Atau… Apakah kau berharap sesuatu yang lebih? Aku bisa memberikannya padamu sekarang kalau kau mau."
Melihat Randika yang hendak menghampirinya, Deviana segera memalingkan wajahnya. "Bukankah kau tadi berkata kalau hari ini sudah cukup!"
"Tentu saja, laki-laki sejati tidak pernah melanggar kata-katanya." Randika lalu mundur beberapa langkah.
Untuk mendapatkan hati Deviana, Randika harus mengubah citra mesumnya itu menjadi pria romantis. Tapi hal itu tidak membuatnya berhenti menggoda perempuan satu ini.
"Kalau kau nanti kesusahan lagi, aku tidak keberatan dimintai tolong olehmu lagi."
Deviana yang mendengarnya menjadi marah dan berjanji padanya bahwa dia tidak akan meminta bantuannya lagi!