Di bandara, Randika dan Inggrid dengan cepat memasuki pesawat mereka. Mereka duduk bersama, Inggrid di bagian dalam dan Randika di bagian luar.
Inggrid kali ini tidak membawa siapa-siapa dari perusahaannya. Dia meminta sekretarisnya untuk mengurusi beberapa hal di kantor.
Awalnya Inggrid ragu untuk membawa sekretarisnya itu atau tidak, tapi karena sudah ada Randika, perasaanya jauh lebih ringan.
"Para penumpang yang terhormat, selamat datang di penerbangan Cendrawasih bernomor LC1232 dengan tujuan penerbangan ke kota Merak yang akan kita tempuh dalam waktu kurang lebih 1 jam dan 55 menit. Perlu kami sampaikan bahwa dalam penerbangan ini ada beberapa hal yang dilarang antara lain asap rokok, sebelum lepas landas...….."
Ketika suara pengumuman pesawat hendak lepas landas ini terdengar, Randika dan Inggrid dengan sigap mematuhinya. Para pramugari dengan cekatan memeriksa seluruh penumpang.
"Kami mohon sabuk pengamannya dipakai dengan benar ya pak." Suara lembut itu terdengar dari samping. Ketika Randika menoleh dan ternyata itu adalah pramugari yang super cantik. Randika tidak kuasa menahan dirinya untuk tidak menggodanya.
"Aduh aku tidak bisa memasangnya." Kata Randika.
"Akan saya bantu ya pak." Setelah itu pramugari ini menjongkok dan membantu Randika memasangkan sabuk pengamannya. Randika dengan tidak berdaya menyerahkan tubuhnya.
Pada saat ini, tentu saja, Randika tidak bisa tidak aji mumpung. Kedua bola matanya tidak bisa lepas dari dada pramugari tersebut.
Selain wajahnya yang cantik, dada perempuan ini cukup besar dan sifat telatennya membuat Randika makin suka. Belum lagi pakaian kerjanya yang berwarna merah membuatnya semakin mencolok.
"Ada yang bisa saya bantu lagi pak?" Pramugari ini sedikit malu tetapi tetap berbicara dengan sopan.
"Oh, aku sedikit haus." Jawab Randika.
"Mohon maaf pak, sebentar lagi kereta makannya akan tiba. Mohon ditunggu dulu ya." Kemudian pramugari itu pergi.
Randika masih memperhatikan pantat pramugari itu dari belakang, dia masih ingin menggodanya. Namun, dari samping terdengar suara dingin yang membuatnya merinding. "Secantik itukah dia?"
"Sangat cantik." Randika tanpa sadar menjawab dan terkejut ketika dia tersadar siapa yang sedang menanyainya itu. Ketika dia menoleh, tatapan tajam Inggrid sudah mampu membunuh seseorang.
"Hahaha kau bisa cemburu juga ternyata." Randika tertawa pahit.
"Ngapain aku cemburu?" Inggrid memalingkan wajahnya. "Bisa-bisanya kau menggoda perempuan semudah itu?"
"Bisa-bisanya kau menganggapnya seperti itu? Sayang, dia hanya membantuku memasangkan sabuk saja. Dia memastikan kita semua dapat menikmati penerbangan ini semaksimal mungkin, sama seperti yang dikatakan oleh pilot tadi." Randika lalu tersenyum. "Jadi semua itu salah paham saja."
Pada saat ini, tangan Randika sudah berada di pinggang Inggrid dan perlahan mulai naik. Ketika tangannya berada tepat di ujung dadanya, Inggrid dengan cepat menampar tangan Randika.
"Hei maksudmu apa!" Inggrid tersipu malu, mereka sekarang di atas pesawat bukan di rumah.
Randika tertawa. "Sayang, aku hanya ingin membuktikan bahwa aku setia padamu."
"Cepat lepaskan tanganmu itu, banyak orang yang melihat!" Wajah Inggrid sudah merah.
Melihat Inggrid yang kelabakan itu, Randika menjadi jail. "Kalau begitu, kau tidak cemburu dengan pramugari tadi kan?"
"Memangnya siapa yang cemburu?" Inggrid dengan cepat membantahnya.
Randika berpikir istrinya ini bahkan tetap cantik meskipun sedang cemburu.
Pada saat ini, pramugari tadi mendorong kereta makan dan menawarkan beberapa minuman.
"Silahkan dinikmati bapak minumannya." Pramugari itu berbicara dengan nada lembut.
Randika mengambil jus jeruk tersebut dan meletakkannya di tatakan gelas.
"Apakah ada yang bisa saya bantu lagi pak?" Tanya pramugari tersebut sambil tersenyum.
"Sebenarnya…" Randika duduk semakin tegak dan wajahnya menjadi serius. "Pertanyaanku ini sedikit aneh tetapi aku tetap harus menanyakannya walau nyawa menjadi taruhannya."
"Silahkan bapak, saya akan menjawab semampu saya." Pramugari itu terus tersenyum sepenuh hati.
"Baiklah." Randika lalu memperhatikan dada di pramugari dan bertanya dengan santai. "Aku bingung, apakah dadamu itu beneran D?"
Pramugari itu terbeku di tempat. Dalam sekejap dia tersipu malu. Bisa-bisanya orang ini menanyakan pertanyaan semacam ini? Bukankah pasangannya ada di sampingnya?
Inggrid malu bukan main, dia sudah pura-pura tidur. Dia tidak habis pikir kenapa Randika selalu bertingkah genit ke perempuan cantik mana pun.
"Pak… Ini…." Pramugari itu benar-benar dilemma. Randika lalu berkata sambil tersenyum. "Kau hanya perlu mengangguk jika itu benar."
Setelah ragu-ragu sedikit, pramugari itu mengangguk pelan.
Randika lalu mengangguk puas. "Sudah kuduga, mataku tidak bisa ditipu."
Pramugari itu benar-benar malu.
"Baiklah, cukup dariku." Randika lalu melihat pramugari itu lari dengan cepat.
Randika lalu meminum jus jeruknya dan melihat Inggrid hanya menghadap jendela tanpa mau menoleh ke arahnya. "Sayang, apa bagusnya melihat awan-awan itu?"
"Setidaknya ini lebih bagus daripada dada perempuan." Kata Inggrid dengan nada dingin.
Inggrid sedang cemburu, sedangkan Randika terlihat puas. Inilah lika-liku cinta.
"Sayang, kau salah satu hal." Randika lalu mendekatinya dan memeluk Inggrid dari belakang. "Dada perempuan itu memang sangat bagus, tetapi milikmu adalah nomor satu di hatiku."
Setelah berkata demikian, Randika dengan cepat meremas dada Inggrid.
"Hei!" Inggrid langsung menampar tangan Randika.
"Tenanglah, aku harus membuktikan kata-kataku barusan." Randika tersenyum.
"Kau ini ya!" Inggrid kembali menjadi marah, orang tak tahu diri ini tidak pernah berubah.
"Hahaha jangan marah begitu dong." Randika lalu berbisik di telinganya. "Perlukah aku menciummu untuk membuktikan bahwa aku mencintaimu?"
Inggrid hanya bisa menggeleng-geleng ketika berhadapan dengan Randika.
Randika tertawa dan mengambil minumannya. Pada saat ini, pesawatnya mengalami guncangan dan tanpa disengaja minumannya tumpah ke celananya.
Kali ini Randika benar-benar ceroboh.
"Kau pantas mendapatkannya." Lirik Inggrid.
Tetapi, teriakan Randika pada pramugari itu membuat Inggrid ingin mengubur kepalanya dalam-dalam. "Pramugari, tolong lapkan celanaku ini!"
..............
"Jangan marah terus dong sayang."
"Tadi itu salahku, jadi jangan cemberut terus ya."
Ketika mereka turun dari pesawat, Inggrid mengabaikan Randika dan berjalan tanpa henti. Randika berusaha menyenangkan hati istrinya itu dengan susah payah.
"Aku tidak marah." Inggrid menghela napas. "Itu bukan urusanku jika kau ingin bermesraan dengan seorang pramugari."
Kau tidak marah? Terus kenapa kau begitu dingin denganku?
Randika tertawa pahit dalam hatinya.
Keduanya berjalan keluar dari bandara dan memanggil taksi.
Karena letak bandara kota Merak agak jauh dari pusat kota, akan membutuhkan waktu setengah jam ke hotel yang sudah dipesan Inggrid.
Randika masih berusaha memenangkan hati Inggrid dengan membawakan kopernya.
Ketika taksi itu tiba, Randika bahkan membukakan pintu buat Inggrid.
"Silahkan masuk sayang." Kata Randika dengan berkedip.
Inggrid menatapnya tajam, siapa memangnya yang mengatakan mereka bisa naik taksi berdua?
Inggrid hanya memalingkan wajahnya dan masuk. Randika dengan cepat meletakan kopernya di bagasi dan masuk.