Hari kedua.
Inggrid membawa Randika ke tempat perjanjiannya dengan Yosua.
Di dalam taksi, Inggrid terlihat segar. Sepertinya kemarin dia tidur dengan nyenyak. Sedangkan Randika terlihat buruk dan menyedihkan, bahkan di bawah matanya ada kantong mata. Itulah bukti nyata kekerasan istrinya semalam.
Melihat wajah Randika yang seperti itu, Inggrid tidak bisa menahan tawanya.
"Bisa-bisanya kau tertawa." Randika berkata dengan dingin. "Kalau wajah tampan suamimu ini rusak, nanti cinta kita tidak abadi lho."
"Oh…" Inggrid menoleh padanya. "Jika kau menuruti kata-kataku kemarin, kau tidak akan kesakitan seperti ini."
"Terlebih, kau mampu menghajar beberapa orang sekaligus tetapi kau tidak bisa bertahan dariku. Bukankah itu lucu?" Inggrid tertawa kecil ketika mengingat kejadian di kamar kemarin.
Randika mau marah tapi tidak bisa. Seorang jentelmen tidak akan pernah menyakiti seorang wanita, itulah prinsip yang dia pegang.
Taksi mereka melaju dengan cepat, tidak lama kemudian mereka berdua tiba di suatu perusahaan besar.
Setelah mereka mendatangi resepsionis, ada seseorang yang memandu mereka untuk naik ke dalam lift.
Setelah itu mereka berdua dibawa ke ruangan rapat.
"Mohon menunggu kedatangan Tuan Yosua di sini. Beliau sedang ada rapat." Kata pemandu tersebut.
"Baiklah." Jawab Inggrid.
Pemandu tersebut segera meninggalkan mereka berdua sendirian di ruangan tersebut.
Inggrid sudah bersiap-siap dengan mengeluarkan fotocopy powerpoint, menyambungkan laptopnya dengan proyektor dan berlatih menjelaskan kembali. Melihat serangkaian persiapan ini, bisa dilihat bahwa Inggrid sudah terbiasa rapat seperti ini.
"Kau terbiasa menjelaskan sendiri tentang bisnismu?" Randika duduk sambil memandang istrinya itu.
"Iya, sebagai direktur aku harus mengerti bisnis apa yang kujalani dan kutawarkan. Jadi aku sering menyempatkan diri untuk mempresentasikan bisnis milikku ini."
Randika tersenyum. "Kalau begitu, sebuah kehormatan bagiku melihat kemampuan direktur Inggrid."
Inggrid memandangnya dengan dingin.
Waktu terus berlalu, sekarang sudah setengah jam sejak mereka masuk di ruangan ini.
"Kenapa mereka lama sekali?" Randika mengerutkan dahinya. Bagaimana mungkin mereka membuat rekan bisnis menunggu mereka begitu lama?
"Bersabarlah. Perusahaan ini sangat besar, jadi wajar jika mereka rapat begitu lama. Pasti banyak yang perlu mereka bahas jadi sabar saja, semuanya akan sepadan pada akhirnya."
Melihat ekspresi Inggrid yang sabar itu membuat Randika tanpa sabar memegang tangan kecilnya itu. "Kalau begitu aku akan mendengarkan nasihat istriku."
Setengah jam kembali berlalu, mereka sudah menunggu satu jam. Randika sudah benar-benar bosan menunggu, dia hampir tertidur. Kemarin malam dia tidak bisa tidur dengan nyenyak, sofa yang ditidurinya kurang panjang baginya.
Namun, pintu ruangan rapat ini tiba-tiba terbuka dan suara keras yang menggelegar membuat kaget Randika. "Maafkan aku Inggrid, aku benar-benar sibuk tadi.���
Randika yang setengah sadar itu benar-benar terkejut, dia sudah hampir reflek menghajar orang tersebut tetapi dia sadar itu adalah klien bisnis istrinya.
"Aku juga baru menunggu sebentar, Pak Yosua benar-benar melebih-lebihkan." Inggrid lalu berdiri dan bersalaman dengan Yosua.
"Jangan seperti itu." Yosua tersenyum padanya dan mencium tangan Inggrid. "Sudah lama aku menantikan pertemuan kita ini. Terus apa ada yang bisa saya bantu?"
Sekretaris Yosua lalu maju dan berbisik padanya.
"Pertemuan ini akan membahas kontrak kerja sama kita dengan perusahaannya."
"Baiklah, memang lebih baik hal seperti ini didiskusikan secara langsung." Yosua tertawa dan menatap Inggrid. "Kau pasti lelah karena jauh-jauh datang kemari."
"Tidak kok, saya bersemangat bisa bertemu dengan bapak." Inggrid juga membalas senyumnya dan ingin menarik tangannya. Tetapi, tangannya itu masih ditahan oleh Yosua.
"Oh…" Yosua merasakan kelembutan yang tidak biasa dari tangan Inggrid. "Memang julukan bunga tercantik dari kota Cendrawasih bukanlah isapan jempol belaka."
Melepaskan tangan Inggrid, Yosua duduk di seberang Inggrid. Pada saat ini, matanya tertuju pada Randika.
"Oh? Sekretarismu sepertinya sudah bangun dari tidurnya." Yosua lalu tertawa.
Randika menatapnya dalam-dalam. Meskipun Yosua memakai jas berwarna hitam, perutnya itu menyembul keluar dan kalung emas menggantung di lehernya. Cincin emas yang dipakainya pun lebih dari 3, benar-benar bukan terlihat seperti pebisnis. Orang nomor 1 di kota ini justru terlihat seperti pemimpin gangster.
"Kalau begitu, mari kita mulai." Melihat semua orang sudah duduk, Inggrid ingin memulai presentasinya. Namun, sebuah tangan menutupi proyektor.
"Ah, kenapa Anda buru-buru? Kita masih punya banyak waktu hari ini untuk membicarakan bisnis." Yosua mengibaskan tangannya. "Justru aku lebih tertarik mendengar tentang dirimu. Reputasi Inggrid Elina sebagai direktur sekaligus bunga kebanggan kota Cendrawasih sudah menyebar hingga ke pelosok negeri."
"Anda terlalu berlebihan." Inggrid tersenyum walaupun dalam hatinya dia mengutuk orang ini.
Tatapan mata Randika terlihat dingin, dalam hatinya dia sudah siap menghajar orang ini. Berani-beraninya dia menggoda istrinya di depannya? Apakah orang ini segitunya ingin mati?
"Ah, kau memiliki kecantikan yang patut dibanggakan." Yosua menambahkan. "Aku dengar banyak pria yang mengejar hatimu justru tenggelam dari air matanya karena tidak kuat menahan rasa patah hati mereka."
"Pak Yosua itu semua hanya rumor belaka. Banyak perempuan muda yang lebih menawan dariku." Kata Inggrid sambil tersenyum. "Bagaimana kalau kita membicarakan bisnis kita? Saya akan menjelaskan bagaimana strategi dan tujuan perusahaanku untuk 10 tahun ke depan."
"Ah, Ibu Inggrid tidak usah terlalu antusias begitu." Yosua mencegat Inggrid sekali lagi. "Aku tidak bisa memutuskan keputusan penting seperti ini dalam sehari. Lagipula, aku juga sudah mengerti reputasi perusahaan Cendrawasih di negeri ini sangatlah luar biasa."
"Kalau begitu, kita akan membahas masalah kontrak kerja sama kita." Inggrid langsung menembak.
"Hahaha sudah kubilang jangan terlalu antusias begitu." Perut Yosua bergetar karena tawanya itu. "Kita punya waktu seharian untuk membahas hal tersebut."
Setelah itu, Yosua melihat jam tangannya dan mengatakan. "Bagaimana kalau kita makan siang dulu? Aku tahu bahwa kamu belum makan, biarkan aku mentraktirmu makan siang baru setelah itu kita membahas bisnis."
"Tetapi banyak hal yang harus kita bahas dalam kontrak kerja sama ini. Aku harap kita dapat membahasnya secepat mungkin agar kita bisa menandatanganinya segera mungkin." Inggrid dengan sopan menolak ajakan Yosua. "Pak Yosua, menurut saya lebih baik kita membahas bisnis kita lebih dulu. Setelah kontrak kita tertanda tangani barulah kita bisa membahas hal lain."
"Hahaha." Yosua tertawa keras, Inggrid tidak tahu apa yang dia tertawakan.
"Maaf, apakah ada yang salah dari omongan saya?" Inggrid terlihat bingung.
"Baiklah, kita akan membahas kontrak kita." Yosua bersandar di kursinya, dia terlihat santai.
"Kalau begitu, karena Pak Yosua tidak meragukan kemampuan perusahaan milik saya, saya akan membahas bagaimana kita akan bekerja sama." Inggrid membuka powerpoint miliknya. "Berdasarkan isi kontrak yang diajukan perusahaan Anda, ini adalah poin-poin yang perlu kita perhatikan. Yang pertama adalah ......… "
Randika mendengarkannya dengan seksama. Namun, dia sekaligus memperhatikan ekspresi Yosua dengan mata dingin.
Mau dilihat bagaimanapun juga, kontrak ini lebih menguntungkan perusahaan Cendrawasih. Bagaimana mungkin perusahaan besar seperti ini akan bekerja sama dengan perusahaan lain dengan keuntungan yang kecil seperti itu?
Jelas bahwa keuntungan yang diinginkan oleh Yosua tidak tertulis di kontrak.
"Demikian pembahasan yang perlu kusampaikan. Jika tidak ada masalah dengannya, kita bisa menandatangani kontraknya sekarang." Kata Inggrid sambil tersenyum.
"Setelah kudengarkan baik-baik, menurutku ada yang kurang dari kontrak tersebut." Kata Yosua.
Inggrid terkejut dan bertanya. "Apakah ini mengenai keuntungan yang diterima? Saya sudah membahasnya tadi."
"Hahaha." Yosua tersenyum lagi dan memberi isyarat untuk menampilkannya lagi.
Inggrid dengan cepat menuju laptopnya dan ingin menampilkan lagi mengenai keuntungan yang didapat. Tetapi, tangan Yosua tiba-tiba meraih tangan Inggrid.
Inggrid terkejut bukan main, tetapi, sebuah tangan tampak memegangi tangan Yosua dengan erat.
Ketika Yosua menoleh, ternyata Randika lah yang mencengkeram tangannya.
"Inggrid, sepertinya dia bukan sekretarismu melainkan pengawalmu?" Kata Yosua sambil menatap jijik Randika.
"Saya khawatir tangan Tuan Yosua akan menyakiti tangan direktur saya." Kata Randika sambil tersenyum.
Ketika Randika melepaskan genggamannya, Yosua langsung menarik tangannya. Inggrid yang melihat hal ini berdoa dalam hati bahwa jangan sampai peluang bisnisnya hancur gara-gara Randika.
"Kalau begitu, apakah ada pertanyaan lain? Bagian mana dari kontrak ini yang ingin Anda bahas?" Tanya Inggrid sekali lagi.
"Tidak ada." Kata Yosua sambil mendengus dingin. "Selama kau menambahkan satu syarat di kontrak kita maka semuanya akan baik-baik saja. Bagaimana kalau isinya adalah kau akan menemaniku makan malam setiap hari?"
"Syarat itu…" Inggrid kehabisan kata-kata untuk sesaat. Tetapi, pada saat ini Randika berkata dengan santai. "Tuan Yosua, Ibu Inggrid akhir-akhir ini sedang tidak enak badan. Beliau tidak bisa pergi menemani Anda, kami mohon maaf atas ketidaknyamanan ini."
"Siapa yang menyuruhmu berbicara?" Suara Yosua terdengar kasar dan tatapan matanya menjadi tajam. Orang itu hanya seorang pengawal, bagaimana mungkin dia punya hak untuk berbicara dengannya.
"Maaf jangan terlalu dibawa hati Pak Yosua. Dia memang sedikit kasar." Inggrid dengan cepat menengahi. "Selain syarat tersebut, apakah ada hal lain yang perlu kita bahas dalam kontrak kita?"
"Tidak ada." Yosua mendengus dingin dan bersandar di kursinya. "Sejujurnya, aku hanya memiliki satu syarat yang harus dipenuhi. Bahwa kau harus menemaniku seharian ini dan aku akan menandatangani kontrak ini."
Inggrid mengerutkan dahinya. "Pak Yosua, sebaiknya kita membedakan urusan pribadi dengan urusan bisnis."
"Tentu saja ini adalah syarat bisnis. Aku adalah pebisnis sejak kecil, tentu saja bahwa aku paham sekali tentang bisnis."
"Bagaimana?" Yosua menegakkan tubuhnya. "Selama kau menemaniku seharian ini, aku akan tanda tangan kontrak ini. Jumlah itu seharusnya cukup besar untuk perusahaanmu bukan?"
Inggrid menjadi sedikit marah. Dia pikir dia siapa?
"Ibu Inggrid, syarat yang diajukan Tuan Yosua sangat simpel. Sebaiknya Anda menyetujuinya." Kata Randika tiba-tiba.
"??" Inggrid terkejut ketika mendengar perkataan Randika. Bajingan ini malah memperburuk situasinya.
"Bukankah Anda akan menemaninya satu hari saja? Kita belum pernah berkeliling kota ini, jadi aku yakin kita akan melihat pemandangan yang bagus bersama Tuan Yosua." Kata Randika sambil tersenyum.
Muka Inggrid menjadi pucat pasi.