Ketika mendengar anak itu berteriak pada ibunya, Randika dan Elva langsung merasa malu.
Kata-kata anak itu benar-benar terdengar ambigu.
Mereka berdua menatap mata satu sama lain lalu memalingkan wajah mereka secara bersamaan.
Posisi mereka benar-benar canggung. Randika menyadari bahwa mereka pada dasarnya telah berpelukan.
"Hahaha, anak kecil memang polos ya." Randika tersenyum kemudian melepas Elva dari genggamannya. Dia lalu berjalan menuju pintu.
"Kamu ini bisa saja, lain kali kalau orang tuamu bergulat lebih baik kamu pura-pura tidur saja." Randika mencubit pipi anak itu dan pergi dari gedung tersebut.
Melihat sosok Randika yang menghilang, Elva mendengus dingin. Bisa-bisanya dia dipermainkan lagi sama Randika.
Melihat Leo yang masih tidak sadarkan diri berbaring dengan tenang, Elva makin marah dan menendangnya beberapa kali.
Jika bukan karena Leo, dia tidak akan diperlakukan seperti itu oleh Randika.
.............
Setelah meninggalkan Elva, Randika tidak berniatan kembali ke kantor. Lagipula, tidak ada pekerjaan yang penting untuk dikerjakannya. Jadi dia memutuskan untuk pulang dan bersantai.
Ketika dia sampai di rumah, dia bertemu dengan Hannah.
"Lho tumben kamu di sini?" Randika menyapanya dengan senyuman.
"Kak!" Hannah senang melihat Randika yang pulang sendirian itu. Dia dengan cepat berdiri dan menyeret Randika untuk duduk di sofa.
"Ayo duduk kak, sini duduk di sampingku." Hannah terlihat bersemangat.
Randika langsung masuk mode waspada. Terakhir kali Hannah bertingkah seperti ini, dia pasti memiliki agenda tersendiri. Perempuan ini benar-benar licik, kadang bisa bertindak bagai malaikat kadang bisa bagaikan iblis.
"Sekarang ada masalah apa? Klub karatemu ada masalah lagi?" Randika duduk dan menatap Hannah.
"Kalaupun ada, aku sudah tidak peduli lagi." Randika langsung memberi jawaban yang jelas. Dia sudah tidak mau diseret Hannah untuk mengatasi masalah yang sepele lagi.
"Kak…." Hannah memeluk tangan Randika sambil mengelus-eluskan kepalanya di tangannya itu. Benar-benar menggemaskan.
"Han, jangan begitu. Aku hanya mencintai kakakmu di dunia ini." Kata Randika dengan wajah serius.
"Kak, dengarkan masalahku dulu."
Randika lalu menghela napas. "Memangnya ada masalah apa lagi sekarang?" Wajah Randika terlihat bingung, terlibat masalah apalagi adik iparnya ini.
"Kali ini tidak ada hubungannya dengan orang lain, murni ide brilianku saja." Hannah menatap serius mata Randika sambil tersenyum. "Jadi begini kak, akhir-akhir ini banyak anak kuliahan yang membuka usaha jadi aku ingin buka usaha sendiri."
"Itu saja?" Sindir Randika.
"Ya itu saja." Hannah makin mengencangkan pelukannya. "Aku Cuma ingin menjadi gadis yang mandiri."
Randika menghela napas dan bersandar di sofa. "Terus bisnis apa yang ingin kamu buka?"
Hannah langsung menjawab. "Aku kapan hari menyadari peluang usaha ini ketika di kamar asramaku. Orang-orang di universitasku kalau tiap sabtu dan minggu biasanya akan jalan-jalan dan membeli baju di mal. Bukankah aku akan untung besar kalau aku membuka toko baju di sekolahku itu?"
Hannah makin bersemangat menjelaskan. "Menurutku ini adalah ide brilian, para perempuan itu benar-benar suka belanja baju baru. Terlebih, sekolahku mendorong para muridnya untuk membuka usaha jadi aku kepikiran untuk membuka toko baju."
Randika mengangguk. "Bagus sekali! Aku setuju dengan pemikiranmu itu. Jadi, apa yang bisa kubantu?"
"Kakak memang yang terbaik, aku tahu kakak akan mendukungku! Ah, tapi jangan beritahu kak Inggrid ya, dia selalu tidak setuju kalau aku ingin membuka usaha sebelumnya."
Meskipun tidak tahu kenapa, Randika hanya mengangguk.
"Han, kau sudah memikirkan mau buka di mana?" Randika mulai menganalisa situasi. "Terus bagaimana dengan harga sewa, modal yang dibutuhkan, supplier bajumu dll? Apa kamu sudah memikirkannya?"
Hannah tersipu malu sambil tersenyum. "Itu… aku sama sekali belum memikirkannya.���
Randika langsung merasa pusing. Kalau tidak memikirkan hal-hal mendasar seperti itu, bagaimana bisa orang membuka usaha?
"Han, apa kamu serius ingin membuka usaha atau kamu ingin main-main saja?" Lirik Randika.
"Kak, aku serius ingin membuka usahaku sendiri!" Tatapan Hannah menjadi serius.
Melihat wajah Randika yang terlihat malas dan ragu, Hannah dengan cepat memeluknya lagi. "Kak, kau tadi ngomong akan membantuku. Jangan tinggalkan aku sendirian!"
"Iya, iya." Randika merasa tidak berdaya, dia tahu bahwa masalah ini akan melelahkan dirinya.
"Aku sebelumnya sempat memikirkannya. Kalau lokasi, ada ruangan kosong yang bisa disewa di dalam sekolah. Ruangan itu cukup luas dan bagiku itu cocok sebagai toko baju. Kalau masalah modal, ada tabunganku selama ini. Seharusnya 200 juta cukup bukan?" Hannah tersenyum.
Dua ratus juta? Jelas cukup!
"Kalau mengenai supplier…" Hannah terlihat bingung. "Aku tidak tahu harus mencari ke mana. Baiklah kalau begitu, kita sekarang akan berkeliling dan mencarinya!"
"Ayo kak, kita pergi sekarang saja." Hannah menyeret tangan Randika. "Hari ini kita harus menemukannya!"
Randika, yang baru pulang, terlihat malas. "Han, kenapa kau buru-buru begitu? Bagaimana kalau kita menyusun rencana dulu?"
"Kak! Bukankah kamu bilang akan membantuku? Kalau tidak ada suppliernya, sama saja bisnisku tidak bisa berjalan. Kita harus menemukannya sekarang juga!" Hannah berhasil menyeret Randika dari sofa dan membawanya keluar rumah.
Setelah itu Hannah membawa Randika ke mobil sportnya.
Ketika mobil sudah menyala, Hannah menoleh dan bertanya. "Kita mau ke mana ini kak?"
Ya ampun!
Randika benar-benar ingin menampar dirinya sendiri, adik iparnya ini benar-benar menguji kesabarannya.
"Sebentar." Randika lalu mengeluarkan handphonenya dan mencari lokasi dari Pasar Tunjungan. Setelah mendapatkannya, dia lalu memberi arahan pada Hannah.
"Ikuti arahanku." Kata Randika pada Hannah.
"Baik!" Hannah langsung memacu mobilnya.
Pasar Tunjungan merupakan mall sekaligus pasar tradisional yang menjual aneka barang. Dibandingkan dengan mall lain, Pasar Tunjungan merupakan mall dengan harga termurah.
Demi mencari untung yang lebih, Randika memutuskan untuk mencari di tempat ini dulu.
Tidak lama kemudian, kedua orang ini berhasil sampai di Pasar Tunjungan. Melihat mobil mewah itu, para pengunjung dan para penjual terkejut sekaligus penasaran.
Ketika Randika dan Hannah turun dari mobilnya, mereka menjadi pusat perhatian orang-orang. Kenapa orang kaya itu datang ke tempat seperti ini?
"Wah bajunya benar-benar banyak!" Hannah cukup terkejut. Di mana-mana terlihat baju dipajang mulai dari baju anak-anak hingga dewasa.
Melihat Hannah masuk ke sebuah toko, Randika menggandeng adik iparna itu. "Han… Itu toko baju untuk anak-anak, toko yang ingin kita kunjungi ada di sana."
Hannah merasa malu dan mengikuti kakak iparnya itu.
"Selamat datang, nona lagi mencari baju?" Penjaga toko yang melihat Hannah dan Randika berjalan melewati tokonya langsung tersenyum lebar.
"Iya." Jawab Hannah sambil tersenyum.
"Kalau begitu coba lihat tokoku ini." Kata lelaki itu. "Tokoku punya banyak baju untuk segala usia. Harga dan kualitas kujamin bagus!"