Ketika dirinya dipamiti oleh Randika, ibunya Viona ini juga makin menyukai calon menantunya itu. Tatapan Randika pada Viona juga terlihat tulus, jelas dia ingin Viona merayakan suasana sukacita ini dengan keluarganya jadi dia sebagai orang luar lebih baik pergi dari sana.
Melihat niat baik Randika ini, Viona ingin menyusulnya namun dia merasa malu. Pada saat ini dia merasa dirinya didorong dari belakang. "Pergilah, biar mama dan papa yang mengurus nenek." Kata ibunya.
Setelah dimotivasi oleh ibunya sendiri, Viona langsung tersipu malu dan mengangguk. Dengan cepat dia menyusul Randika.
"Randika tunggu!" Viona yang membuka pintu ruangan itu segera berlari namun melihat Randika ternyata sedang bersandar di tembok luar ruangannya.
"Ran, aku sungguh berterima kasih padamu kali ini." Kata-kata Viona ini benar-benar tulus dari dalam hatinya. Kalau bukan karena Randika mungkin neneknya sudah tiada.
"Sudah Vi, aku turut bahagia untuk keluargamu." Randika juga terlihat tulus mengatakannya. Ketika dia melihat Viona yang menangis sejadi-jadinya sebelumnya, entah kenapa dia tidak tega melihatnya. Oleh karena itu dia bersusah payah hingga memelas pada boneka ginseng itu.
Setelah mereka berdua tersenyum satu sama lain, Randika tiba-tiba memeluk Viona.
"Hei, apa sebenarnya hubungan kita ini? Kamu masih bersikap bahwa aku adalah atasanmu. Apa menurutmu aku ini bukan calon suami yang baik?" Randika berkata seperti ini dengan senyuman nakalnya.
Ketika Viona mendengar kata-kata ini, dia tidak bisa menahan rasa malunya dan menundukan kepalanya. Sepertinya Randika mendengar pembicaraannya dengan ibunya sebelumnya.
Lalu dengan tangan kanannya, Randika mengelus kepala Viona dengan lembut dan memintanya untuk menatapnya. Ditatap oleh mata lelaki yang dicintainya, Viona mengambil inisiatif untuk menciumnya. Randika yang tiba-tiba dicium itu tidak bisa menghentikan dirinya untuk meminta lebih dari sekedar ciuman.
Setelah tangan Randika bermain di seluruh tubuhnya, Viona justru menyukai perasaan ini. Sambil terus memainkan lidahnya, Viona merasa seluruh tubuhnya menjadi panas.
Randika dan Viona benar-benar tenggelam dalam dunia mereka sendiri hingga lupa di mana mereka berada.
Setelah beberapa detik berciuman panas, tiba-tiba ada suara membentak terdengar dari samping mereka. "Hei! Kalian tidak punya malu atau apa? Ini rumah sakit bukan hotel!"
Bentakan keras ini membuat Viona tersadar dan terkejut. Randika sendiri merasa malu dengan sendirinya ketika dia dimarahi oleh seorang perawat yang menatapnya dengan tajam.
Viona tidak tahu kerasukan apa hingga berani melakukannya di tempat umum seperti ini. Randika hanya terus meminta maaf pada perawat itu dan langsung keluar dari rumah sakit.
Melihat sosok kedua pasangan itu pergi, si perawat bergumam pada dirinya sendiri. "Mentang-mentang lagi kasmaran pamer ke orang lain. Aku sendiri juga kepengin pamer seperti itu tahu!"
Ternyata perawat itu hanya iri pada mereka karena dirinya sudah menjomblo sejak lahir.
Setelah keluar dari rumah sakit, Randika berencana pulang ke rumah. Sup obat jatah hari ini belum dia minum. Lagipula kantornya sedang tidak ada pekerjaan hari ini jadi tidak ada alasan untuk dirinya tidak bermalas-malasan hari ini.
Saat tiba di rumah, ketika dia membuka pintu, hidungnya merasakan aroma yang pekat.
Kenapa ada aroma wine yang pekat menyebar di dalam rumahnya?
Dengan wajah kebingungan, Randika mengendus dan mengikuti jejak-jejak bau itu hingga ke sumbernya.
Lalu dia akhirnya sadar bahwa bau itu berasal dari basemen rumahnya. Basemen rumahnya merupakan tempat Inggrid menyimpan wine miliknya. Namun, Inggrid tidak sering meminumnya. Dia hanya mengeluarkannya ketika menjamu orang-orang penting jadi dia tidak sering membuka pintu basemen ini.
Ketika dia semakin mendekati basemen, aroma wine ini semakin pekat dan bervariasi. Aroma yang memabukan ini membuat dirinya ingin minum juga.
Ketika lampu basemen dia nyalakan, Randika langsung menyapu seluruh ruangan dengan penglihatan supernya. Apa yang dia lihat benar-benar mengejutkan dirinya.
Benar, seorang Ares terkejut. Setelah berkeliling dunia bertahun-tahun, dia telah melihat hampir seluruh kejadian yang belum pernah orang alami seperti kejamnya perang, dikejar oleh ratusan orang bersenjata. Tetapi kejadian di depan matanya ini baru pertama kali dia lihat seumur hidupnya. Dia tertawa dalam hati dan suasana hatinya benar-benar senang.
Ini benar-benar seperti mereka berdua ditakdirkan bertemu.
Di basemen ini, seorang bayi dengan setinggi lutut itu tampak sedang berteriak keras tidak jelas. Suara itu terdengar jelas seperti rengekan seorang bayi yang dotnya diambil.
Di tangan putihnya yang gemuk itu dia masih terlihat memegang erat botol wine yang dia sayang bagaikan harta karun. Dia tampak kesusahan membuka penutupnya.
Di rak terlihat sudah ada 2 botol yang menghilang dari sana dan ternyata 2 botol itu sudah terguling hingga menabrak tembok dalam keadaan kosong.
Boneka ginseng itu sedang mabuk!
Harus dikatakan bahwa boneka ini benar-benar kuat minum, 2 botol wine sendirian benar-benar bisa membuat orang dewasa tergeletak tidak sadarkan diri.
Melihat hal ini, Randika tidak segera menangkapnya. Hari ini suasana hatinya sedang baik dan berkat bantuan boneka ini nenek Viona juga selamat dari maut.
DIa memutuskan untuk membiarkannya dan melihat situasi terlebih dahulu.
Dia ingin lihat bagaimana boneka itu akan lari dalam keadaan mabuk berat seperti itu. Randika perlahan mendekatinya.
"Ah!"
Boneka ginseng ini jelas sedang mabuk berat, ia sama sekali tidak sadar kalau Randika mendekat. Dan ketika Randika 2 langkah sebelum mencapai dirinya, barulah ia berteriak terkejut dengan wajah merahnya.
Boneka itu tetap memegang botol wine yang hendak diminumnya. Tubuh kecilnya itu terhuyung-huyung terus menerus, bahkan berdiri saja susah baginya. Bahkan hanya butuh hembusan angin untuk merobohkan tubuhnya. Namun, tiba-tiba boneka ginseng ini menghentakan kaki kanannya ke depan dan mulutnya berteriak "Ciat!". Tangannya memasang pose menyerang, ia merasa dirinya adalah dewa mabuk.
Melihat boneka ini, Randika merasa kejadian berikutnya akan menarik. Tentu saja, botol wine yang dipegangnya ia taruh dan dengan satu sapuan kakinya ia berhasil memecahkan ujung botol tersebut dan meminumnya.
Setelah selesai meminumnya, boneka itu kembali terhuyung-huyung. Kali ini dia bagaikan sedang menari dengan irama musik yang liar. Terkadang pantanya itu bergoyang-goyang ke arah Randika.
Boneka ini merasa bumi ini terus berputar, ia tidak tahu di mana ia sekarang berada.
Randika lalu duduk bersila di depan boneka ini. Sambil tersenyum, dia menjulurkan tangannya dan memintanya untuk naik ke atasnya. Namun, boneka ginseng itu justru menampar tangan Randika. Seolah memintanya untuk pergi dari tempat ini.
Dasar orang mabuk!
Meskipun begitu, Randika masih tersenyum dan justru mengelus-elus pipi si boneka. Dengan kaki yang tidak bertenaga, jari Randika itu justru membuatnya tidak bisa berdiri dengan stabil.
"Ah!"
Boneka itu terus-menerus mencoba bertahan untuk berdiri di bawah serangan jari Randika, setiap detiknya ia akan berjalan mundur. Akhirnya dia tidak bisa bertahan lagi dan akhirnya jatuh dan terduduk di lantai.
Melihat hal ini Randika tidak bisa menahan tawanya.
Setelah terjatuh, boneka ini merasa dirinya tersadar kembali. Setelah menggeleng-gelengkan kepalanya, ia menyadari ada sesosok manusia berdiri di hadapannya.
Setelah pandangannya mulai kembali, entah kenapa dia merasa familiar dengan wajah itu.
Kemudian wajah senyum Randika nampak jelas di mata si boneka ginseng ini. Dalam sekejap ia langsung panik. Ketika dia hendak kabur ke dalam tanah, Randika sudah berhasil menangkapnya.
"Kali ini kau tidak bisa lari." Kata Randika sambil tertawa. Tangan kanannya berhasil menggenggam erat boneka ginseng ini.