Seperti kata pepatah, "Di alas bagai memengat." [1]
Meskipun telah berkata seperti itu, Randika menunjukan sikap tidak peduli siapa orang itu yang sebenarnya. Yang jelas siapapun yang berani macam-macam sama ceweknya, jelas dia akan menghajarnya.
Ketika kata-kata Randika itu terdengar di telinganya, Yosef berdiri diam di tempatnya berdiri.
Matamu aku mirip penjahat, apa dia tidak melihat kalung emas 24 karat ini? Apa dia tidak melihat jam tangan Rolex Daytona yang hanya ada empat di dunia ini?
Jelas perawakannya adalah seorang pengusaha kaya ataupun seorang bangsawan, bisa-bisanya orang itu mengatakan dirinya penjahat.
Tatapan mata Yosef sudah dipenuhi dengan api kebencian, pertama kali dalam hidupnya dia merasa terhina seperti ini. Siapapun yang berani menghinanya tidak akan melihat matahari keesokan harinya!
Deviana merasa lega ketika dia melihat senyuman wajah Randika itu. Dia lalu membalas sapaan Randika. "Benar-benar kebetulan bertemu denganmu hari ini."
"Iya kebetulan aku sedang mencari makan siang. Terus aku melihat Bu Devi sedang mengawal penjahat ini. Tapi kenapa ibu tidak memborgolnya? Kalau dia lari bagaimana? Bisa-bisa dia akan menyerang dan menyandera orang-orang!"
Saat di tengah perkataannya itu, Randika menatap Yosef dengan wajah cemas dan khawatir. Akting Randika benar-benar patut diacungi jempol.
Kerutan dahi Yosef sudah tidak bisa bertambah lagi.
Dalam hatinya Deviana merasa senang, Randika memang jago membuat malu orang.
"Orang ini bukan penjahat." Namun pada akhirnya Deviana harus menjelaskan sebenarnya. "Beliau adalah tamu kehormatan atasanku, dan aku bertugas untuk mengawalnya beberapa hari ini."
"Tamu kehormatan?" Wajah Randika tampak terkejut. Dia lalu tertawa canggung. "Kalau begitu maaf atas kata-kataku yang kasar tadi. Habisnya wajahnya mirip seorang penja… Ah maksudku bukan begitu, ini semua salahku jadi aku minta maaf."
Kesalahan? Kenapa dirinya merasa tindakan pemuda itu disengaja?
Menahan rasa amarahnya, Yosef hanya mendengus dingin sambil mengatakan. "Aku memaafkanmu kali ini, tetapi lain kali kamu menghinaku lagi maka nasibmu tidak akan sebaik ini."
Randika hanya menatapnya sambil tersenyum. "Terima kasih pak. Anda benar-benar berhati besar, pasti Anda orang terkemuka yang murah hati. Tetapi kenapa wajah Anda terlihat bengis dan kejam seperti itu? Apa dulu Anda mantan preman?"
Mendengar kata-kata Randika ini Deviana hampir tertawa lepas. Randika terus mengomentari wajah pria ini yang terlihat kejam, khususnya bagian terakhir dari kata-katanya. Mana mungkin seorang tamu kehormatan merupakan mantan preman?
Ketika mendengar pujian di awal kata-kata Randika, Yosef sudah merasa di atas awan. Namun ketika mendengar kata-kata selanjutnya membuat dia murka kembali dengan orang itu.
"Hmm apakah mukaku semenakutkan itu?" Tanya Yosef sambil berusaha menenangkan diri.
Randika justru terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya dan mengatakan. "Ah tapi orang tidak boleh menilai buku dari sampulnya. Tetapi wajah Anda memang menakutkan, aku khawatir anak-anak akan menangis kalau melihat wajahmu."
Melihat Randika yang terus menerus berkomentar negatif tentang, akhirnya Yosef sudah tidak tahan dan seluruh amarahnya itu meluap-luap.
Dia tidak peduli dengan anak-anak dari kota ini, dia datang ke kota kecil ini hanya untuk berbisnis dan bersenang-senang dengan beberapa perempuan.
"Bu Devi kalau sedang senggang mungkin bisa menemaniku makan? Aku ingin membahas masalah yang kapan hari." Randika pura-pura melihat jam lalu menatap Deviana.
Deviana tahu Randika sedang memberinya jalan keluar untuk pergi dari tempat ini, tetapi dirinya masih terjebak di pilihan yang sulit.
Melihat bahwa dirinya dicuekin, Yosef lalu berkata dengan nada dingin pada Deviana. "Jangan lupa masa depan kariermu ada di tanganku, kalau kau masih ingin menjadi polisi maka kau harus menuruti kata-kataku."
Mendengar kata-kata ini, wajah Deviana segera berubah menjadi cemberut dan jijik.
Randika tiba-tiba menatap Yosef dan berkata dengan keras. "Aku tidak peduli kamu siapa tetapi kalau aku sedang berbicara dengan orang, jangan pernah menyela aku. Kalau tidak aku akan menendangmu keluar dari kota ini."
Simpel dan arogan, ancaman Randika terdengar nyata.
Wajah Randika terlihat sangar pada saat ini, seakan-akan dia ingin menantang orang ini bertarung. Deviana terkejut ketika melihatnya, sayang sekali Randika tidak bekerja sebagai aktor.
"Oh? Memangnya bisa?" Yosef mendengus dingin. "Aku rasa orang kasar sepertimu tidak mungkin bisa berbuat seperti itu. Aku bisa menghancurkanmu hanya dengan jentikan jari. Dengar ya bocah, aku ini Yosef, suruhan dari keluarga Alfred dari Jakarta."
Bersamaan dengan ini, Yosef menutup matanya, hanya mengatakan asalnya biasanya cukup membuat orang kabur ketakutan. Keluarga Alfred benar-benar terkenal di Jakarta, kekuatan keluarga itu sudah mengakar di hati para masyarakat.
Namun, kata-kata Randika berikut ini membuat Yosef ingin muntah darah.
"Keluarga Alfred dari Jakarta? Siapa itu?"
Randika tidak yakin keluarga Alfred sekuat itu karena dia sendiri tidak pernah mendengarnya. Jadi buat apa dia takut? Kalau pun tahu ngapain dia takut?
Yosef membuka matanya dan menatap Randika dengan wajah bingung. Dengan cepat ekspresinya berubah menjadi marah. Dia langsung menceritakan sejarah keluarga Alfred yang melegenda pada Randika.
Namun, jika kamu menyebut nama gajah pada semut maka si semut tidak akan takut karena dia tidak tahu apa itu gajah. Dengan kata lain, Randika belum mencapai level di mana dia mengenal seluruh keluarga aristokrat di Indonesia.
Setelah selesai menceritakan, Yosef yang sudah tertatih-tatih itu mengatakan. "Yang hanya kau perlu tahu adalah keluarga Alfred bukanlah lawan yang ingin kau lawan. Hanya dengan satu perintah maka kota ini bisa hancur lebur dalam 1 malam."
Setelah melihat ekspresi kagum Randika, Yosef merasa puas. Untuk seekor semut seperti bocah di hadapannya untuk mengenal betapa luasnya dunia ini membuatnya sedikit bangga atas asal-usulnya.
Namun, Randika menatap Deviana sambil bertanya. "Apakah kamu pernah mendengar keluarga Alfred dari Jakarta?"
"Tidak." Deviana menggelengkan kepalanya, dia tidak pernah mendengar nama keluarga itu.
Randika lalu menatap Yosef dan mengatakan. "Tuh kan, bualanmu ini tidak ada yang pernah mendengarnya. Aku juga berasal dari keluarga besar di kota ini, satu kata dariku bisa membuat kota ini gelap gulita. Bahkan aku bisa meminta walikota Cendrawasih turun dari jabatannya! Jadi jangan terus membual, tidak baik menyebar hoax. Kalau keluarga Alfred memang punya kekuatan seperti itu, kenapa kalian masih menapak di bumi? Lebih baik kalian berakar di atas sana saja."
Kata-kata Randika ini sudah hampir membuat Yosef muntah darah. Nama besar yang telah dibangun oleh keluarga Alfred ini bisa-bisanya direndahkan oleh preman muda seperti ini. Dia merasa malu telah berdebat dengan seekor semut seperti dia.
"Aku sudah muak berdebat denganmu, cepat pergi sana sebelum aku marah. Kalau tidak, jangan salahkan aku kalau kakimu atau tanganmu patah."
"Wah masih saja terus membual." Randika menggelengkan kepalanya. "Sudah biar sama-sama enak bagaimana kalau begini? Aku akan pergi bersama Deviana dan membicarakan masalah kami dan kau jangan mengganggu kami."
Mendengar kata-kata ini, Deviana menatap tajam Randika. Siapa memangnya yang mau pergi sama kamu?
Tiba-tiba, pada saat ini suara tawa terdengar keras.
"Terkadang ada orang yang tidak bisa menyadari seberapa besar bahaya yang dia terlibat." Yosef bergumam pada dirinya sendiri lalu menatap dingin Randika.
"Kau pikir orang akan ketakutan melihat tatapan matamu itu?" Randika mendengus dingin. "Maju sini, perlihatkan padaku kekuatan keluarga Alfred seperti apa."
Arogan!
Mendengar kata-kata itu, Yosef sudah tidak tahan lagi. Setelah beberapa langkah berjalan pelan, seluruh tubuhnya melesat bagaikan panah. Memanfaatkan kecepatannya, dia mengincar dada Randika dan akan memberikan bocah kasar ini tinjunya yang mematikan.
Yosef tidak menahan diri sama sekali. Serangannya ini bisa membunuh orang dengan sangat mudah.
Meskipun enggan membuat keributan seperti membunuh orang, Yosef benar-benar sudah muak dengan sikap Randika. Dan apabila kasus pembunuhan ini menjadi sorotan, dia akan menggunakan koneksinya untuk bisa lolos dari tuntutan tersebut.
Yosef sudah sangat percaya diri bisa membungkam lawannya ini, tetapi kadang ekspetasi tidak sesuai dengan kenyataan.
Karena dia merupakan bawahan kepercayaan keluarga Alfred, dia telah mempelajari ilmu bela diri kuno dari sejak dia muda. Selama ini tidak ada lawan yang pantas merasakan kekuatannya yang sebenarnya.
Namun, lawannya kali ini berhasil menangkis serangannya! Dan dilihat dari ekspresinya, lawannya ini bahkan tidak memakai kekuatan sama sekali untuk menahan serangannya!
Randika menangkap tinju Yosef hanya dengan tangan kirinya. Tidak peduli seberapa kuat Yosef memberontak, dia sama sekali tidak bisa menarik tangannya.
Sambil menyengir Randika bertanya. "Cuma ini?"
Yosef yang mendengar ejekan ini semakin marah. Tangan kirinya dengan cepat menyerang wajah Randika. Serangannya ini cepat dan bertenaga, tetapi Randika justru menghantam tinju Yosef dengan tinjunya sendiri!
Kedua tinju orang ini beradu di udara dan suara tulang retak dapat terdengar dengan jelas.
Di bawah serangan tidak terduga ini, Yosef mengambil langkah mundur. Randika sudah melepas genggamannya. Yosef sepertinya tidak bisa berhenti mundur dan pada akhirnya dia terjatuh dan duduk di tanah.
Dia merasakan rasa sakit yang luar biasa dari jari telunjuk dan jari tengahnya. Sudah jelas bahwa suara tulang retak tadi adalah tulang jari Yosef.
Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?
Yosef menatap Randika dengan keterkejutan sekaligus marah. Bukannya bocah itu hanya preman pasar biasa? Tidak mungkin orang seperti itu mengalahkan dirinya? Apa dia memakai senjata tersembunyi?
Melihat wajah tenang Randika, Yosef takut bahwa dia akan dihabisi.
Randika lalu menggelengkan kepalanya. "Ternyata bualanmu memang kamu hiperbolakan, apanya keluarga besar dari Jakarta? Dengan kekuatan seperti itu, seharusnya keluarga Alfred hanyalah keluarga sampah."
"Tutup mulutmu itu!"
Terprovokasi dengan kata-kata Randika, Yosef kembali menyerang. Tetapi kali ini, Deviana hanya bisa melihat sesuatu melesat di sampingnya. Dia melihat sosok Yosef yang melayang dan menabrak tembok parkiran hotel.
Petugas keamanan hotel sedikit terkejut ketika mereka melihat ada orang yang tergeletak secara tiba-tiba di area mereka.
Randika lalu menggelengkan kepalanya. "Kalau kamu bisa menjadi tamu kehormatan direktur polisi, bukankah aku bisa menjadi tamu kehormatan presiden?"
Yosef terbatuk-batuk sejak dia menatap dinding, dia sudah muntah darah dari tadi.
Serangan Randika benar-benar kuat!
[1] Kalau berkata pikirlah dahulu baik buruknya agar tak dicela oleh orang lain.