Dalam sekejap darah mengucur dari hidung Yosef, darah tidak bisa berhenti keluar.
Yosef memegangi hidungnya dan menatap Randika yang berdiri di hadapannya. Dia lalu menunjuk Randika dengan badan yang masih bergemetaran.
"Kau, berani-beraninya kau berbuat seperti ini!"
Meskipun tidak semuda lawannya ini, ahli bela diri Yosef tergolong kuat di tempat dia berasal. Tapi secara tidak terduga, dia bukanlah apa-apa dibandingkan preman dari kota kecil ini.
Dia adalah tamu kehormatan dari keluarga Alfred. Umumnya orang-orang akan menghormati dan takut padanya tetapi pria di hadapannya ini tidak peduli dengan reputasi seperti itu.
Apakah dunia sudah berubah?
"Aku tidak takut pada apa pun." Randika terlihat menyengir. Tatapan mata Yosef sudah ketakutan, dia merasa bahwa semakin lama dia di sini maka semakin buruk kondisinya.
"Tunggu saja pembalasanku."
Ini adalah kedua kalinya Yosef berkata seperti itu. Dan di bawah tatapan Randika dan banyak orang, dia kembali lari sambil ketakutan.
Melihat pria paruh baya yang lari itu, semua orang tidak bisa menahan tawanya. Semua orang sudah mengenal kehebatan Randika mempermalukan dan menghajar lawannya, jadi mereka sendiri heran kenapa masih ada orang yang mau melawan atasan mereka itu.
Randika malas untuk mengejar lawan yang kabur jadi dia membawa Inggrid pergi dari situ.
Sepanjang jalan, muka Inggrid terlihat tertekan. Meskipun ada Randika di sisinya, nama dan kekuatan dari keluarga Alfred masih membekas kuat di hatinya.
Setelah sampai di rumah, Inggrid terus terdiam dan tidak fokus.
"Hmm? Sayang, kenapa kamu punya kerutan di wajah?" Tiba-tiba Randika memecah keheningan.
"Kerutan?" Inggrid terkejut mendengarnya. "Di mana?"
Setelah itu Inggrid cepat-cepat ingin ke kamar mandi untuk melihatnya.
Namun, Randika dengan cepat memeluk istrinya itu. "Kalau kamu terus-terusan berwajah masam seperti itu, bukan hanya kerutan yang ada, kamu akan tampak lebih tua. Bukankah aku sudah mengatakannya tadi? Serahkan masalah ini padaku, kamu tidak perlu khawatir."
Mendengar kata-kata Randika itu, Inggrid merasa tertipu. Memang senjata utama untuk menipu wanita adalah membahas tentang penampilannya, khususnya pada perempuan cantik seperti Inggrid.
"Tapi… Masalah ini menyangkut aku dan skalanya juga sudah besar." Bagaimanapun juga, hal ini menyangkut keluarganya juga jadi wajar bagi Inggrid merasa khawatir.
Randika lalu mencubit kedua pipi istrinya itu. "Kenapa kamu tidak percaya dengan suamimu ini? Kamu tidak perlu khawatir dengan masalah seperti ini. Kamu hanya perlu bekerja seperti biasa, makan, tidur, dan menemaniku sambil tersenyum manis. Serahkan semua masalahmu ini padaku. Memangnya siapa keluarga Alfred itu? Suamimu ini bisa membunuh mereka semua hanya dengan satu jari."
Inggrid memegangi pipinya yang sedikit sakit itu lalu menundukan kepalanya. Dia tahu bahwa Randika berusaha menghiburnya.
"Kamu masih belum percaya?" Melihat ekspresi Inggrid, Randika menggaruk-garukan kepalanya. Lalu tanpa sadar dia mengeluarkan sebuah batu. "Coba kamu perhatikan, batu ini adalah keluarga Alfred dan tanganku ini adalah aku."
Tangan kanan Randika meremukan batu itu dengan kuat. Dan di bawah tatapan Inggrid, batu itu sudah tidak ada dan menjadi serpihan.
Ketika Randika ingin menjelaskan bahwa serpihan batu ini adalah keluarga Alfred, tiba-tiba Inggrid bertanya. "Kamu bisa sulap?"
Randika tampak bingung, kenapa istrinya begitu polos kalau perkara seperti ini?
"Intinya adalah, aku akan selalu melindungimu. Aku tidak akan membiarkan keluarga Alfred merebutmu dari aku. Kamu cukup tetap menjadi istriku yang tercinta." Kata Randika sambil tersenyum.
Dengan perasaan hangat di hatinya, Inggrid tersenyum.
"Sudah lebih baik?" Tanya Randika.
Inggrid mengangguk.
"Bagiku senyummu adalah tujuan hidupku." Randika lalu memegang pipi istrinya itu. "Ketika kamu tersenyum aku tahu bahwa dunia ini masih memiliki keindahan."
Inggrid lalu memeluk tangan Randika itu dengan kedua tangannya. "Baiklah, aku akan tersenyum setiap saat."
Melihat Inggrid yang sudah bangkit kembali, Randika menghembuskan napas lega. Ini pertama kalinya dia menghibur istrinya ini dan benar-benar sulit!
Keduanya lalu mengobrol sebentar di ruangan tamu. Ketika Randika ingin bermesraan, Inggrid menolaknya dan mengatakan ingin mandi. Lagipula akhir-akhir ini matahari benar-benar terik jadi bagi Inggrid yang gila kebersihan mandi adalah hal utama.
Randika yang melihat sosok Inggrid yang naik ke atas itu tersenyum.
Setelah masuk ke kamar mandi, Inggrid mandi selama setengah jam sebelum akhirnya keluar. Sambil memakai handuk, dia kembali ke kamarnya dan memakai piyamanya.
Menurut kebiasaannya sehari-hari, setelah mengeringkan rambutnya, Inggrid biasanya akan langsung tidur sebelum makan malam. Maklum, selama dia di kantor dia hampir tidak pernah istirahat.
Ketika Inggrid mau tiduran, dia tiba-tiba terkejut. Kenapa ada sosok orang di balik selimutnya itu?
Sambil ketakutan, Inggrid membuka selimut itu dan mendapati Randika sedang berpose miring dengan tangannya menopang kepalanya.
Sambil tersenyum lebar, Randika berkata sambil menepuk-nepuk kasur di sampingnya. "Kemarilah sayang."
Inggrid terkejut melihat Randika dan setelah terdiam beberapa detik, dia berteriak keras!
Teriakan ini menggema di ruangan, keluar dari celah pintu dan bahkan terdengar sampai di lantai 1.
Randika, yang tidak siap, sampai terjatuh ketika mendengar teriakannya itu. Apa istrinya ini mau membunuhnya dengan ultrasonik?
Ibu Ipah, yang sedang memasak makan malam, mendengar teriakan Inggrid ini. Dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dasar anak muda yang sedang kasmaran. Ibu tahu kalian sedang melakukan hubungan badan tapi tidak perlu berteriak keras seperti itu. Saat ibu masih muda saja tidak pernah berteriak keras seperti itu. Dasar anak muda, inginnya pamer!"
Setelah memikirkannya, Ibu Ipah memutuskan untuk kembali memasak.
"Kenapa kamu ada di kasurku?" Inggrid yang memegang bantalnya itu menatap Randika yang sedang menutupi telinganya. Kalau Randika daritadi ada di sini, berarti dia melihat dirinya ganti baju tadi?
Kalau dipikir-pikir, pasti orang ini mengintipnya!
Randika lalu berkata sambil tersenyum. "Memangnya kenapa? Ini kasur kita bukan? Ayo cepat masuk, aku mulai kedinginan dan ngantuk."
Tidur bersama?
Mendengar ajakan Randika ini, Inggrid menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat.
"Siapa memangnya yang mau tidur sama kamu?" Meskipun piyama yang dipakai Inggrid cukup longgar, itu tetapi tidak bisa menutupi keindahan dada istrinya itu.
Randika tidak bisa menahan dirinya untuk membandingkannya dengan semua perempuan yang dia kenal. Sepertinya tangannya sudah gatal ingin menaklukan kedua gunung itu.
Mata Randika bergerak secara perlahan. Randika sepertinya bisa melihat pucuk berwarna pink di balik piyama yang berwarna putih itu.
GLEK!
Randika menelan air ludahnya.
Inggrid menyadari bahwa Randika sedang melototi dadanya itu. Dan dia akhirnya berteriak sekali lagi dan mengambil selimutnya itu dan menyekap Randika dengan itu.
"Hei, kita kan suami istri jadi wajar kan kita tidur bersama. Sudahlah jangan malu-malu begitu." Kata Randika sambil melarikan diri.
"Tidak, aku tidak akan membiarkanmu tidur bersamaku sebelum kamu menikahiku." Inggrid memukuli Randika dengan bantalnya, dia ingin pengalaman pertamanya itu dengan orang yang dicintainya.
Tetapi Inggrid sepertinya tidak sadar bahwa kata-katanya itu sedikit canggung. Mendengar kata-kata itu, Randika tampak senang dan mengatakan. "Bukannya kita punya sertifikat yang mengatakan kalau kita sudah menikah?"
Inggrid terkejut, saat dia mau menjelaskan maksudnya, Randika sudah menarik tangannya dengan keras. Dalam sekejap seluruh tubuhnya jatuh ke kasur.
Ah!
Inggrid berniat berteriak sekali lagi. Tetapi, Randika berhasil menutup mulut Inggrid dengan tangannya. Posisi mereka sudah sangat dekat, bibir mereka hanya berjarak 2 cm.
Inggrid ingin kabur dari situ, tetapi Randika menahan Inggrid dengan kuat dan tidak membiarkannya pergi. Randika tidak akan membiarkan istrinya kabur setelah berkata seperti itu.
Terlebih, Randika memiliki kecepatan yang sungguh luar biasa. Di saat dia membungkam teriakan Inggrid dengan tangan kirinya, tangan kanannya itu sudah melempar sesuatu dari saku celananya dan mematikan lampu. Sekarang kamar tidur Inggrid ini gelap gulita dan mereka masih bergulat di atas kasur.
Memanfaatkan kegelapan ini, Randika tentu saja ingin merasakan tubuh molek istrinya itu. Sedangkan Inggrid masih berusaha kabur.
Randika hanya tertawa dan terus memeluk Inggrid. Dengan tangan kirinya memeluk pinggang istrinya itu, Inggrid sama sekali tidak punya kesempatan untuk kabur. Oleh karena itu, tangan kanan Randika bisa bebas berenang-renang di tubuh Inggrid.
"Beruang kecilku, jangan malu-malu seperti itu. Aku akan melindungimu dari dekat." Kata Randika di telinga Inggrid. Dia juga tidak lupa menyebul sekaligus menggigit telinga lezat itu.
Bahkan di tengah kegelapan ini, Randika masih bisa melihat semuanya dengan jelas. Bahkan dia bisa melihat telinga Inggrid yang memerah itu.
Dia memperkirakan bahwa wajah Inggrid pasti sudah merah karena malu.
Tangan kanan Randika tidak pernah berhenti berenang. Dia sekarang mulai menyerang kedua pucuk gunung milik Inggrid yang pink itu.
Bisa dikatakan bahwa gunung ada untuk ditaklukan, jadi dia harus menaklukannya!
Randika benar-benar membuat puting Inggrid menjadi keras, Inggrid hanya bisa menahan teriakannya itu dengan menggigit bibirnya.
Karena tidak bisa lari, Inggrid hanya bisa pasrah terhadap tindakan Randika ini.
"Hentikan!" Inggrid masih berusaha menahan desahannya itu sambil terus menutup matanya. Randika yang menjepit putingnya itu memberikan sensasi tersendiri baginya.
"Aku akan melindungimu selamanya." Kata Randika di telinga Inggrid.
"Aku akan memanggil ibu Ipah." Inggrid merasa bahwa bisa-bisa mereka akan melakukannya malam ini jadi satu-satunya pilihan adalah meminta bantuan.
"Percuma kamu memanggil ibu Ipah. Melindungimu adalah tugasku, Ibu Ipah juga tahu akan hal itu." Kata Randika sambil tersenyum. "Malam ini aku akan tidur bersamamu."
"Tidak mau!" Inggrid tidak menyerah, dia lalu berteriak sekali lagi. Ternyata teriakan itu bukanlah teriakan minta tolong melainkan teriakan kenikmatan karena Randika membuatnya keluar hanya dengan memainkan dadanya.