Setelah menunggu sebentar, akhirnya kereta mereka berangkat menuju kota Cendrawasih.
Kursinya memang keras tetapi itu tidak masalah, yang terpenting Christina sudah ada di sampingnya.
Randika duduk di sisi luar dan Christina duduk dekat jendela.
Hampir tidak ada orang yang turun di stasiun ini, oleh karena itu banyak kursi yang masih ditempati orang.
Randika mengamati mereka satu per satu, dia khawatir masalah di kota ini akan ikut bersamanya.
Ketika dia masih memperhatikan, dia melihat pria yang bertelepon dengan suara keras tadi pagi.
"Halo ini aku." Randika menyapanya dengan senyuman. "Aku harap mulutmu tetap bisa diam selama perjalanan."
Pria itu menatap Randika dengan tatapan ketakutan dan tersenyum pahit. Tindakan kekerasan Randika tadi pagi masih membekas di pikirannya. Namun, pria ini berusaha melupakan kejadian itu dan berkata dengan nada dingin. "Santai saja, aku tidak akan berisik karena aku akan menari di atas mayatmu!"
"Oh? Kita sudah tidak bertemu beberapa jam dan kau sudah berani sama aku? Tidak masalah, aku harap tinjumu itu lebih besar dari mulutmu." Randika terus menatapnya sambil tersenyum, suasana hatinya sedang baik jadi dia tidak masalah menemani pria ini.
Tatapan mata pria itu terlihat dingin, dia terlihat ingin membalas tetapi dia menahan diri. "Lihat saja nanti!"
Kemudian orang itu pergi ke gerbong lain.
Tiba-tiba baju Randika ditarik dari samping. "Siapa orang itu?"
"Sudah tenang saja, kamu istirahat saja ya? Nanti kalau sudah sampai aku bangunin kamu." Randika mengulurkan tangannya dan memeluk pundak Christina. Dia lalu mencium dahi Christina dan membelai rambutnya.
Perasaan ini membuat Christina menjadi nyaman dan hangat. Setelah mengangguk pelan, dia kemudian menutup matanya dan tertidur di pundaknya Randika.
Dasar, bisa-bisanya dia tidur dengan pulas di pundaknya dengan wajah cantik itu!
Randika tersenyum pahit, tetapi dia tetap menahan dirinya. Dia juga sedikit menurunkan posisi duduknya agar Christina dapat tidur lebih enak.
Pada saat ini, ada seorang lelaki berbadan besar masuk ke dalam gerbong. Di saat dia masuk, semua tatapan orang tertuju padanya.
Alasannya mudah, orang itu benar-benar mencolok. Tingginya yang hampir mencapai 2 meter itu membuat orang-orang berpikir dia adalah pemain NBA! Belum lagi otot-ototnya yang kekar itu membuat orang semakin kagum.
Untuk orang sebesar itu, rasanya tidak ada orang di dunia ini yang akan berani melawannya 1 lawan 1.
Ketika para penumpang ini melihat pria kekar itu celingak-celinguk, mereka semua penasaran. Lalu mereka melihat pria kekar itu berhenti tepat di samping Randika.
Kali ini semuanya bisa memahami apa yang akan terjadi, riwayat penumpang itu sudah pasti tamat. Bahkan beberapa penumpang sudah siap merekam kejadian berdarah ini sebagai barang bukti. Meskipun mereka tidak tahu alasannya, pria kekar itu sudah jelas akan membunuh penumpang satu itu.
Pria kekar itu berkata dengan nada dingin pada Randika. "Jadi kau yang berani mengganggu Evan?"
Semua mata tertuju pada Randika, tetapi Randika sepertinya mencuekin pria kekar itu dan masih terlihat membetulkan rambut Christina yang berantakan.
Kemudian Randika menoleh dan berkata pada pria itu. "Jadi kau adalah tukang pukulnya?"
Pria kekar itu mendengus dingin. "Kau tidak perlu tahu itu. Yang terpenting karena kau telah menyinggung temanku itu maka kau akan menerima akibatnya."
"Oh," Randika mengangguk. "berapa jumlah uang yang dia tawarkan?"
Pria itu sudah mengangkat tangan kekarnya itu, benar-benar seperti pukulan maut.
"Jangan harap aku takut, pukulanmu itu sama sekali tidak mengandung tenaga." Kata Randika sambil menghela napas. Kata-kata Randika ini membuat pria kekar itu terheran-heran, baru pertama kali dia bertemu orang seperti ini.
Sementara itu, para penumpang yang lain sudah tertawa dalam hati. Apa orang itu bodoh? Mana mungkin tinju sebesar itu tidak punya tenaga? Adanya dia akan mati dalam satu pukulan!
Pria kekar itu tertawa dan mengatakan. "Kalau begitu kau berani menerimanya?"
Randika menggelengkan kepalanya. Ketika pria itu hendak meninjunya, dia mendengar Randika mengatakan. "Buat apa aku menerima pukulanmu itu?"
Pria kekar itu kembali menahan pukulannya, dia mendengus dingin. "Kalau kau takut bilang saja. Jika kau meminta maaf pada Evan, aku tidak akan memukulmu."
"Kalau begitu suruh dia datang dan aku pastikan dia meminta maaf padaku karena sudah mengirim orang untuk melakukan pekerjaan kotornya." Kata Randika dengan santai.
Semua penumpang terkejut, rupanya orang itu berani sekali menghadapi pria kekar seperti itu.
Nyalinya benar-benar besar!
Pria kekar itu sudah naik pitam, tetapi pada saat ini, Evan datang dari gerbong sebelah sambil marah-marah. "Kenapa kamu tidak memukulnya?"
"Dia bilang kamu tidak memberinya cukup uang. Untuk orang seperti dirinya itu, upahmu terlalu kecil jadinya dia ragu untuk memukulku atau tidak." Jawab Randika.
"Apa?" Mendengar hal ini, Evan hampir muntah darah. "Aku baru saja membayarmu 5 juta hanya untukmu menjadi pengawalku satu hari ini. Kamu masih berani ngomong itu kurang? Apa kau mau anak istrimu itu tidak makan lagi?"
"Tunggu pak! Semua ini salah paham, apa yang dikatakannya itu semua bohong!" Jika sebelumnya pria kekar ini berwajah garang, di hadapan Evan mukanya sangat melas.
Taktik adu domba ini benar-benar sempurna, Randika memang jago memanipulasi orang.
Tetapi, apa yang terjadi berikutnya membuat orang-orang menutup mata mereka. Pria kekar itu melayangkan pukulannya ke arah Randika!
Tinju dari lengan sebesar gajah itu benar-benar serangan mematikan, semua orang berpikir nasib Randika sudah jelas.
Perempuan yang duduk di serong kiri Randika sudah menutup matanya, takut dengan apa yang akan terjadi berikutnya.
"Ah!"
Suara teriakan kesakitan itu membuat perempuan itu menutup telinganya, sepertinya penumpang satu itu sudah dibuat berdarah-darah. Ketika dia membuka matanya, dia sangat terkejut dengan pemandangan di depannya.
Pemuda yang duduk itu berhasil menahan tinju si pria kekar itu hanya dengan satu tangan! Suara teriakan kesakitan itu bukan berasal dari Randika melainkan si pria kekar yang tangannya diremas oleh Randika!
Randika masih menggenggam erat kepalan tinju pria tersebut.
Tetapi anehnya, wajah Randika terlihat tenang dan tangan kanannya yang menggenggam itu sama sekali tidak bergerak. Pada saat ini, pria kekar itu sudah menggertakan giginya, wajahnya merah dan terlihat kesakitan dan tangan kirinya yang ditahan Randika itu bergetar hebat!
Awalnya tangan itu bergetar sedikit tetapi lama kelamaan semakin bergetar hebat. Pada saat ini semua orang yang melihat mereka sudah terkejut, apa yang sebenarnya sedang terjadi?
Randika lalu tersenyum pada pria itu. "Tuh kan tidak ada tenaganya."
Sesaat setelah berkata seperti itu, Randika mengeluarkan tenaganya sedikit demi sedikit dan pria kekar itu makin lama makin berlutut sambil terus kesakitan.
Wajahnya sudah penuh dengan keringat, dia berusaha melepaskan diri tapi semuanya itu percuma.
Ketika pria itu hendak berteriak minta ampun, Randika membungkamnya dengan memasukan tangan pria itu ke dalam mulutnya!
Pria kekar itu menatap Randika yang memberi isyarat tangan padanya untuk diam. "Sssttt! Dia masih tidur."
Pria kekar itu menatap Christina yang masih tertidur pulas di pundak Randika.