Namun, semua orang yang ada di ruangan itu dapat melihat dari CCTV bahwa orang-orang yang datang itu bagaikan binatang buas. Mau berapa pun yang menghadang mereka, pasukan para polisi ini sama sekali tidak berdaya menghadapi mereka. Bahkan tidak butuh waktu lebih dari 1 menit untuk membereskan orang-orang yang berani menghalangi mereka.
Kecepatan membunuh lawan benar-benar luar biasa. Satu lantai penuh tidak membutuhkan waktu 5 menit untuk mengamankannya.
Si Gubernur sudah tidak tahu harus berbuat apa, tubuhnya tidak bisa berhenti bergetar dan tenggorokannya benar-benar kering.
"Apa kalian bisa menahannya?" Tanya si Gubernur.
Komisaris polisi itu melihat anak buahnya dibantai dengan begitu mudah, mau tidak mau dia menjadi ragu.
"Anda tidak perlu khawatir." Katanya sambil berkeringat deras, jelas dia juga berusaha meyakinkan dirinya juga.
Jason yang seruangan dengan mereka mulai gemetaran. Dia merinding ketika melihat kemampuan Raihan yang menghabisi lawannya dalam sekejap. Bawahannya saja sudah sekuat itu, apalagi yang bernama Ares.
Barulah saat ini Jason menyadari bahwa nama Ares sama sekali bukan isapan jempol belaka.
"Apa kalian tidak punya pintu keluar yang lain?" Tanya Jason dengan cepat.
"Tidak…" Kata si Gubernur dengan nada sedih. "Seluruh pintu keluar sudah mereka kuasai, jika kita ingin kabur tanpa bertemu dengan mereka mungkin lebih baik kita lompat dari jendela."
Lompat dari jendela?
Jason benar-benar muak ketika mendengar saran si Gubernur, lompat dari lantai 10? Bercanda ya?
Randika bersama pasukannya terus membantai menuju ke lantai 10. Setiap orang yang berani menghalanginya akan terbunuh, tiada ampun bagi mereka. Bahkan para polisi sudah mulai kehilangan keberanian mereka, satu per satu mulai membuang senjata mereka dan melarikan diri.
Tidak butuh waktu yang lama bagi Randika tiba di lantai 10.
Sekeluarnya dari lift, Randika menatap para polisi yang bersiaga di depan pintu. Mereka sama sekali tidak berbicara dan memegang erat senjata mereka sambil berkeringat deras.
Tatapan mata mereka penuh kengerian tetapi mereka tidak bisa meninggalkan tempat ini begitu saja.
Di dalam ruangan, si Gubernur dan yang lain bisa melihat bahwa Randika dan pasukannya sudah berada tepat di luar ruangan mereka. Mereka menjadi panik tidak karuan.
Menatap pintu sambil mengerutkan dahinya, Jason tidak bisa berhenti berkeringat. Satu-satunya yang menghalangi Randika dan dirinya adalah para polisi yang sudah disuapnya itu.
Namun pada saat ini, suara tembakan senjata terus terdengar. Tiba-tiba, pintu ruangan itu terbuka dan terpental dari engselnya. Pintu itu menabrak para pengawal yang ada di dalam ruangan.
DUAK!
Menabrak dengan keras, orang-orang itu hanya bisa meringkuk kesakitan.
Randika yang berjalan masuk melihat 3 orang yang masih berdiri, para bawahannya menunggu di luar ruangan. Ketika semua mata terfokus pada Randika, Raihan sudah bersiaga dengan pedangnya.
Menatap Randika, si dewa maut itu, berjalan menghampirinya, si Gubernur benar-benar ketakutan. "Apa maumu!"
Randika sama sekali tidak memperhatikannya, tujuannya hari ini adalah Jason.
"Asalkan kau tahu, membunuhku berarti kau mengajak perang satu negara ini! Jangan harap kau bisa keluar dari tempat ini hidup-hidup!"
Kata si Gubernur dengan nada suara yang serak, dia berharap bisa menakut-nakuti Randika.
Randika hanya mengerutkan dahinya. "Berisik!"
Sesudahnya Randika berkata seperti itu, dia langsung memberikan si Gubernur satu pukulan tepat di wajahnya. Seakan-akan langitnya berputar, si Gubernur langsung terjatuh di lantai.
"Pak, kau baik-baik saja?" Dengan wajah cemas, si Komisaris polisi itu segera menghampiri atasannya itu.
"Aku… baik-baik saja." Si Gubernur berusaha berdiri dan bertatap-tatapan dengan Randika, dia sama sekali tidak berani berbicara.
Merasakan tatapan lawannya yang tajam, Jason berusaha menenangkan diri dan memberanikan diri untuk bertanya. "Apa maumu?"
"Apa kau Jason?" Tanya Randika dengan santai.
"Kalau iya kenapa? Kalau tidak bagaimana?" Jawab Jason dengan nada dingin.
"Kau memang anak buahnya." Randika tersenyum dan menoleh ke arah pasukannya. "Perlakukan dia sesuka hati kalian, tetapi ingat, aku perlu dia menjawab pertanyaanku."
"Apa maksudmu itu?" Mendengar kata-kata itu, Jason merasakan firasat buruk. Terlebih ketika pasukan Randika itu tersenyum melihat dirinya.
Menyiksa orang yang sudah membunuh saudara seperjuangannya merupakan salah satu kegiatan yang mereka suka. Kaki dan tangan tidak dibutuhkan ketika menjawab pertanyaan bukan?
Jason melihat beberapa orang yang berlumuran darah itu mengepung dirinya. Tidak ingin terkepung, Jason langsung menerjang maju dan melayangkan pukulannya. Yang paling membuatnya terkejut adalah pukulan kerasnya itu sama sekali tidak membuat lawannya itu mundur!
Jason benar-benar terkejut, tiba-tiba dia merasa bahwa baju bagian belakangnya ditarik dan dirinya terpental. Sesaatnya dia berusaha berdiri, tiba-tiba sudah ada orang yang berdiri di atasnya.
"Kalian semua akan mati!" Jason yang diinjak itu menjadi marah, beberapa orang yang melihatnya yang begitu angkuh di depan tuannya langsung menghajarnya. Randika melihat hal ini dengan santai, dia berjalan menuju kursi dan duduk sambil meminum wine. "Hidup kalian para politikus memang mewah."
SI Gubernur sama sekali tidak menjawab. Ketika melihat Jason dipukuli habis-habisan, dia sama sekali tidak berani bertindak gegabah.
Raihan memperhatikan Jason yang dipukuli itu dengan tatapan jijik, orang lemah itu tidak pantas melawan pedangnya.
Jason memang angkuh awalnya tetapi setelah menerima pukulan demi pukulan, nyalinya menjadi ciut.
"Tolong ampuni aku, apa pun yang ingin kalian tahu akan kukatakan."
Darah sudah mengucur dari segala badannya dan salah satu anak buah Randika menjilati darah tersebut. "Orang lemah sepertimu tidak pantas berbicara pada tuanku, kau benar-benar sampah."
"Iya, iya, aku memang sampah dan tidak layak berbicara. Aku mohon jangan bunuh aku." Jason sudah berurai air mata, memohon untuk tidak dibunuh. Lebih dari 10 orang menghajarnya bergantian, dia tidak tahu pukulan mana yang akhirnya akan membunuhnya.
Dan dia juga tahu, ini masih tahap awal dari penyiksaan mereka.
Gubernur dan orang-orangnya hanya bisa melihat adegan ini dengan terdiam.
Randika lalu berkata dengan nada serius. "Aku hanya akan menanyakan satu pertanyaan."
Jason menatap Randika lekat-lekat, menunggu pertanyaannya.
"Kau pasti tahu lokasi Bulan Kegelapan bersembunyi kan?"
Hati Jason langsung mengepal. Tentu saja dia tahu, ternyata jalan keselamatan semurah itu!
"Jika aku mengatakannya, kau harus melepaskanku!" Jawab Jason.
Tetapi, orang di sebelahnya tiba-tiba menamparnya. "Cepat katakan atau kami akan membunuhmu!"
"Rumah bangsawan Hiroyuki, Bulan Kegelapan akhir-akhir ini berada di sana." Kata Jason dengan cepat.
Randika lalu berdiri dan menghampiri Jason.
"Aku sudah mengatakan apa maumu, cepat lepaskan aku!" Jason menatap tajam pada Randika.
"Aku sama sekali tidak berjanji untuk melepaskanmu, lagipula bagaimana kalau kau itu berbohong?" Randika lalu berjalan keluar sedangkan Jason diikat dan dibawa oleh pasukannya.
"Tunjukan jalannya." Kata Randika dengan tegas.
Dengan begitu, Randika berjalan menuju lift dan meninggalkan gedung pemerintahan ini.
Ketika melihat sosok Randika yang pergi, Gubernur dan Komisaris polisi menghela napas lega. Seakan-akan gunung yang menindih dada mereka itu telah lepas. Nyawa memang harta yang paling berharga!