Melihat Randika yang berlutut dengan satu kaki, Apollo dan Brahman sama-sama tertawa. Apa hanya segini kekuatan Ares sang Dewa Perang?
Siapa itu 12 Dewa Olimpus? Mereka adalah individu terkuat di dunia, kemampuan masing-masing individu benar-benar luar biasa.
Tetapi sebagai salah satu yang terkuat dari 12 Dewa Olimpus, yang disebut-sebut Dewa Perang itu, berlutut? Bagaimana mungkin dia layak disebut Ares?
Randika berlutut dengan satu kakinya, mulutnya meneteskan darah segar tetapi semua ini tidak masalah baginya. Permasalahannya adalah setelah menerima serangan Apollo, tenaga dalamnya yang ada di tubuhnya mulai kewalahan melawan kekuatan misterius di dalam tubuhnya.
Sekarang di dalam tubuhnya kedua kekuatan itu sedang berperang. Tenaga dalamnya melawan kekuatan misteriusnya.
Melihat Randika yang menundukan kepalanya, tatapan mata Brahman terlihat jijik.
"Ternyata seorang Ares tidak pantas untuk waktuku." Brahman menggelengkan kepalanya. Yang dia inginkan hanya membunuh orang yang kuat dan semuanya yang pernah dibunuh bukanlah orang yang lemah. Dengan terus melakukan hal seperti itu, dia bisa membangun namanya!
"Apa kau sudah menyerah?" Wajah Apollo masih tersenyum ramah bagaikan seorang pangeran. Tetapi tangannya sudah mengandung tenaga yang mengerikan.
"Jika kau menyerah sekarang, kita tidak akan menyerangmu lagi." Kata Apollo.
"Jadi bagaimana keputusanmu?" Apollo bertanya sambil meludah ke arahnya.
Mereka berdua berdiri 3 langkah di depan Randika yang terengah-engah. Dari ekspresi wajahnya terlihat bahwa dia sedang kesakitan. Sebenarnya kekuatan misterius di dalam tubuhnya sudah meledak-ledak ingin keluar.
Apollo dan Brahman menatap satu sama lain lalu berkata pada Randika. "Cepat putuskan nasibmu. Selama kau memberikan gelarmu dan tidak mengusik Bulan Kegelapan lagi, maka kami akan membiarkanmu hidup."
Namun pada saat ini, Randika yang sedang berlutut itu berkata dengan susah payah. "Lari…"
Tiba-tiba, Randika mengangkat kepalanya dan meraung dengan keras. Tenaga dalam di tubuhnya sudah kalah dan digantikan dengan kekuatan misterius yang mengalir deras bagai lautan.
Seluruh energi itu keluar dari semua pori-pori kulit Randika!
"UAHH!"
Randika masih meraung keras sambil menghantamkan tinjunya ke dadanya. Dalam sekejap, seteguk darah merah keluar dari mulutnya diikuti dengan ledakan energi yang besar!
Ekspresi Apollo dan Brahman berubah. Ketika mereka merasakan energi itu, mereka tidak bisa menahannya. Mereka harus mundur!
Benar-benar ledakan energi yang mengerikan.
Apollo dan Brahman mengerutkan dahinya, kenapa lawannya ini tiba-tiba seperti itu?
Ini bisa dikatakan aneh bagi mereka, karena untuk orang biasa ataupun seorang ahli bela diri, energi mereka tidak akan meledak dan menjadi lebih kuat seperti itu.
Hal ini berbeda dengan kekuatan yang disembunyikan. Kasus Randika lebih mirip kerasukan energi yang besar dan tertelan olehnya.
Benar-benar fenomena yang luar biasa.
Mereka berdua bisa merasakan bahwa Ares yang sekarang bukanlah Ares yang mereka hajar tadi.
Namun, Apollo dan Brahman tersenyum. Sepertinya pertarungan mereka akan menjadi menarik, memang pertarungan hidup dan mati harus penuh kejutan seperti ini.
Dan Randika pada saat ini sedang mengangkat tangannya perlahan. Wajahnya benar-benar merah dan mulutnya terus mengucurkan darah. Bola mata Randika juga merah, dia benar-benar mirip iblis yang baru merangkak dari dalamnya neraka.
Kedua wajah Apollo dan Brahman menjadi serius, pertarungan akan dimulai.
Melihat dua musuhnya berdiri di depannya, Randika berjalan perlahan mendekati mereka. Setiap langkahnya terasa berat, seakan-akan kakinya terbelenggu oleh beban.
Apollo dan Brahman tidak bisa terus-terusan diam, mereka menyerang. Kecepatan mereka berdua sangatlah cepat, dalam sekejap mereka sudah berada di dekat Randika. Tinju milik Apollo mengenai wajah Randika dengan telak sedangkan serangan telapak tangan Brahman mengenai dadanya Randika.
Untuk mengatasi serangan ini, Randika hanya mengepalkan tinjunya dan meraung. Tiba-tiba ledakan tenaga dalam keluar dari dalam tubuhnya.
DUAR!
Udara seperti terhisap dan meledak bersamaan yang menghempaskan Apollo dan Brahman.
Di saat mereka berdiri kembali, Apollo mengerutkan dahinya. Dia belum pernah merasakan ledakan tenaga dalam yang begitu kuat sampai bisa menghempaskan dirinya.
Serangan tinjunya yang mengenai wajah Randika dengan telak itu mampu menumbangkan beruang dalam satu pukulan, namun sepertinya tinjunya itu bukan apa-apa.
Tangan Randika terlihat bergetar, tenaga dalamnya yang terus merembes keluar itu seperti ingin meledak lagi. Apollo dan Brahman sepakat untuk menyerang dengan taktik berbeda.
Mereka menghentakan kakinya dan mendarat di langit-langit gedung, setelah itu mereka mendorong dengan kuat dan menerjang turun pada Randika!
Tetapi sebelumnya mereka mendorong kaki mereka, aura membunuh dari lawannya semakin kuat dan tenaga dalamnya makin besar. Dan firasat buruk mereka benar-benar terjadi!
Randika melihat kedua lawannya itu melompat tinggi dengan cepat. Dengan wajah tidak berekspresi, dia melompat dan menyusul mereka dengan kecepatan yang luar biasa. Hampir dalam sekejap, Randika berdiri di hadapan mereka berdua.
Apollo dan Brahman langsung bereaksi dan mereka bertukar pukulan di udara. Namun sekarang, hanya butuh satu pukulan untuk memutuskan siapa pemenangnya. Randika dengan cepat melayangkan pukulannya ke dagu Apollo sedangkan tangan kirinya beradu dengan telapak tangan Brahman.
Di bawah serangan tenaga dalam ini, Brahman terpental dan membentur tembok.
Di sisi lain, Apollo tidak tumbang begitu saja. Dia melayangkan serangan balik namun dapat dihindari Randika dengan mudah. Setelah 2-3 pukulan, Randika mengincar lengan Apollo.
Tetapi reaksi Apollo tidak kalah cepat, dia dengan lihai menghindar dan menyerang balik. Tetapi serangan Randika tiba-tiba berubah menjadi tendangan yang membuat Apollo terkena telak.
Dengan satu serangan ini, Apollo semakin yakin dengan dugaannya. Orang ini sudah bukan lagi Ares yang dia kenal, tidak mungkin seseorang bisa mengganti gaya serangan dengan mudah dan memiliki tenaga dalam yang berbeda.
Ekspresi mata Brahman terlihat tajam, dia mengangguk ke arah Apollo dan keduanya dengan cepat menerjang ke arah Randika.
Di dalam gedung ini, ketiganya sudah bagaikan bayangan. Kecepatan mereka sudah tidak bisa diimbangi oleh mata manusia. Yang terdengar hanyalah suara gesekan udara dan terkadang terdengar suara rintihan kesakitan dari Apollo dan Brahman.
Di bawah pertarungan yang sengit ini, satu per satu dekorasi ruangan mulai berjatuhan. Lukisan-lukisan di dinding sudah bolong bersama temboknya. Kursi yang ada di dekat mereka sudah jatuh dan vas-vas bunga sudah pecah di lantai.
Bahkan jendela kaca itu sudah lama berpisah dengan kacanya.
Bulan Kegelapan menatap mereka bertiga dengan hati yang ketakutan. Dia sama sekali tidak bisa melihat pergerakan mereka bertiga, bahkan dia sudah tidak tahu di mana mereka berada.
Inikah pertarungan antar Dewa Olimpus?
Bulan Kegelapan justru lebih takut terhadap Randika. Memangnya seberapa kuat seorang Ares itu? Di bawah serangan gabungan dari Apollo dan Brahman, dia masih bisa bertarung secara seimbang dengan mereka.
Sepuluh detik kemudian, mereka bertiga berpisah dan mendarat di lantai. Baju Randika sudah compang-camping dan terdapat luka goresan yang cukup banyak. Sedangkan Apollo dan Brahman, mereka berdua mengalami luka yang lebih serius!
Rambut pirang Apollo sudah berantakan, rambut yang dulunya lurus dan halus itu sudah acak-acakan. Darah terlihat mengucur dari sudut mulutnya dan bajunya sudah bisa dikatakan hancur.
Kondisi Brahman tidak jauh berbeda dengan Apollo. Mereka berdua terengah-engah sambil menatap Randika.
Randika menatap mereka berdua. Semakin lama dia bertarung, semakin deras tenaga dalamnya mengalir dan membantunya melupakan rasa sakitnya. Yang ada di pikirannya adalah membunuh, membunuh dan membunuh!
Apollo dan Brahman merinding ketika melihat wajah tanpa ekspresinya Randika.
Sebelumnya Ares kesusahan mengatasi serangan mereka berdua, tetapi sejak ledakan energi yang aneh itu, daya tempur dan gaya bertempurnya menjadi berubah. Apa-apaan itu?
Bola mata Randika yang merah mengeluarkan sebuah cahaya aneh. Sesudah itu, tubuhnya berubah menjadi gumpalan asap dan menerjang maju.
Apollo dan Brahman memasang kuda-kuda bertahan dan menyambut serangan Ares. Ketiganya bertarung dengan sengit dan sekarang serangan Randika berhasil mendesak mereka.
Setelah rangkaian serangan, kedua tangan Brahman membentuk simbol. Tiba-tiba, energi berwarna keemasan melesat ke arah Randika. Sedangkan Apollo, tinjunya sudah dilapisi oleh kekuatan penuhnya hingga bercahaya.
Randika mengangkat kedua tangannya dan melebarkan telapak tangannya. Ketiga tenaga dalam itu bertemu sekali lagi.
DUAR!
Bagaikan bom meledak, Apollo dan Brahman sama-sama terpental sambil mengeluarkan darah.
Kali ini keduanya sudah ketakutan, benar-benar tenaga dalam yang mengerikan.
Sedangkan Randika hanya berdiri diam di tempatnya dan merasakan darahnya mendidih. Sepertinya kekuatan misterius di dalam tubuhnya terus mengalir dari pori-pori seluruh tubuhnya.
Darah, darah, darah, aku ingin darah!
Randika berlutut dengan satu kaki dan melesat bagai anak panah, dalam sekejap dia sudah menyusul Apollo dan Brahman yang terpental.
Brahman berhasil menghindar dan tinju Randika menancap di tembok. Tiba-tiba, tembok itu retak dan retakannya menjulur ke semua arah dan akhirnya runtuh bagaikan pasir.
Apollo memperhatikan Brahma yang dikejar Randika itu untuk mencari celah. Tetapi, tiba-tiba Randika berputar dan menendang Apollo dengan kecepatan cahaya!
Meskipun Apollo menggunakan lengannya sebagai tameng, seluruh tubuhnya melayang!
Serangan itu benar-benar mengerikan.
Bulan Kegelapan yang berada di samping juga terkejut. Apakah ini kekuatan dari seorang Ares? Lawannya itu bukan macam-macam, mereka adalah salah satu dari 12 Dewa Olimpus dan kandidat kuat yang disebut-sebut sebagai Dewa Olimpus ke-13. Meskipun sudah digempur, kekuatan seorang Ares bisa mengalahkan mereka! Benar-benar tidak masuk akal.
Bulan Kegelapan, yang sudah ketakutan, tiba-tiba merasa bahwa udara di sekitarnya robek. Lalu tak lama kemudian sesosok orang jatuh tepat di hadapannya.
Brahman yang sudah muntah darah itu terkapar kesakitan sedangkan napas Apollo sudah pendek dan seluruh tubuhnya sudah terluka.
Mereka berdua menatap Randika yang masih bisa berdiri dengan kokoh. Rasa ngeri dan takut melintas di mata mereka berdua.
Dia sudah bukan manusia!
Memang terdengar dilebih-lebihkan, tetapi itulah kenyataannya. Sedangkan Bulan Kegelapan hanya bisa bergetar ketika mendengar kata-kata Randika.
"Inilah kekuatan penuhku."