Ketika mereka melihat gunung itu dari bawah, mereka bertiga menghela napas kagum. Tidak heran gunung ini menjadi tempat destinasi populer.
Dengan ketinggian 1400 mdpl, gunung ini cukup mudah ditaklukan oleh pendaki pemula. Namun, ada beberapa titik bahaya di gunung ini jadi pendaki tidak boleh terlena dan harus menghindari area yang memiliki tanda bahaya.
Pada saat ini, di dekat mereka sedang ada lomba panjat tebing.
Lomba panjat tebing dikenal sebagai cabang olahraga ekstrim karena benar-benar berbahaya. Meskipun sudah ada langkah-langkah keamanan, itu tetap tidak menjamin keselamatan peserta 100%. Jika tali yang dipakai mereka putus atau mereka jatuh di tengah kompetisi, bisa-bisa nyawa mereka melayang karena benturan.
Di kaki gunung ini, banyak orang sedang menikmati pertunjukan kompetisi cabang olahraga ini. Bahkan beberapa orang bersorak-sorak untuk idola mereka. Kompetisi sudah berjalan setengah, para peserta sebentar lagi mencapai garis akhir. Tebing yang mereka gunakan cukup tinggi yaitu 40 meter. Terlebih, ini merupakan tebing asli jadi sulit bagi mereka untuk menemukan pijakan yang aman.
"Wah kak, sepertinya itu seru sekali! Kita lihat sebentar yuk." Hannah menjadi bersemangat, dia mengeluarkan HPnya untuk memfoto kegiatan ini.
Di sekeliling mereka, orang-orang juga ikut mengambil foto dengan HP mereka masing-masing.
"Wah laki yang di tengah itu benar-benar hebat, dia memimpin jauh."
"Tapi lihat juga perempuan di belakangnya, dia juga hebat. Lengannya benar-benar kuat dan dia juga cantik."
Orang-orang terbagi menjadi 2, satu memperhatikan dan menikmati pertandingan ini dan yang lainnya sibuk merekam dan mempostingnya di akun sosial mereka.
Randika dan Inggrid termasuk yang menonton dan menikmati pertunjukan tersebut. Di tempat turis seperti ini, banyak atraksi yang menarik minat orang-orang. Panjat tebing ini merupakan salah satunya, tiap minggu akan selalu ada kompetisi. Para turis juga bisa ikut bertanding apabila membayar sejumlah uang. Tentu saja, sudah terdapat berbagai macam keamanan yang disediakan.
Selain panjat tebing, masih banyak kegiatan di kaki gunung ini seperti terjun lenting, flying fox dll. Semua atraksi ini diperuntukan bagi turis yang tidak ingin mendaki, biasanya keluarga yang membawa anak akan bermain di kaki gunung ini.
Jalur naik gunung ini sudah diberi pengaman dan beberapa langkah keamanan juga sudah dipertimbangkan jadi pendaki hanya perlu mengikuti jalan yang tersedia.
"Han, ayo kita segera memanjat. Kalau terlalu siang panas lho." Kata Randika dari samping, lagipula apa serunya melihat orang memanjat tebing? Kalau cuma tebing seperti itu, Randika bisa menyelesaikannya hanya dalam 1 menit.
"Sebentar kak, sebentar lagi selesai kok. Aku ingin lihat siapa pemenangnya." Hannah kembali bersorak bersama orang-orang lainnya.
Inggrid tersenyum pada Randika. "Sudah tidak apa-apa, biarkan dia bersenang-senang dulu."
Karena istrinya berkata seperti itu, Randika tentu saja menurutinya.
Pada saat ini, kompetisi itu nyaris berakhir. Perempuan cantik yang menjadi bahasan orang-orang itu mulai tertinggal jauh dari pesaing lainnya. Bagaimanapun juga, lawannya adalah profesional dan laki-laki, tentu saja perempuan ini akan menemukan beberapa kesusahan.
Pada saat ini, perempuan tersebut berada di posisi paling belakang dan kecepatannya makin lama makin turun.
Tangan kanannya berusaha menggenggam batu di atasnya tetapi tiba-tiba batu itu terlepas dan tangan kanan perempuan itu ikut terjatuh. Setelah bergelantung selama 5 detik dengan tangan kirinya, genggaman tangannya itu terlepas dan dia pun terjun bebas.
"Awas!"
Semua orang berteriak ketakutan ketika melihat kejadian itu. Untungnya saja, perempuan tersebut bereaksi dengan cepat dan berhasil berdiri di salah satu pijakan dengan stabil.
"Hei, apa kau baik-baik saja? Berpeganglah." Kata salah satu orang dari bawah.
Perempuan ini jelas ketakutan, dia baru saja mengira bahwa nyawanya sudah melayang. Kalau saja bukan karena tali yang ada di tubuhnya itu, mungkin dia benar-benar sudah mati.
Namun, ketika para staf berteriak dari bawah padanya, perempuan itu menyadari sesuatu yang menakutkan. Sepertinya tali yang melilit dirinya itu bergesekan dengan batu yang tajam dan sudah nyaris putus!
Untungnya saja tangannya tadi berhasil meraih sebuah batu dan sekarang dia berdiri di tengah pijakannya ini sambil gemetar ketakutan. Dia tidak tahu harus berbuat apa lagi.
"Kenapa sama dia? Kok gemetar seperti itu."
"Sepertinya ada yang salah dengan peralatannya."
"Kalau dia jatuh dari ketinggian seperti itu tanpa talinya, seharusnya dia langsung mati di tempat."
Semua orang mengeluarkan pendapatnya, Hannah juga mulai cemas. "Bagaimana ini… Bertahanlah! Bantuan akan segera datang!"
Perempuan itu mulai berkeringat dingin, dia tidak memiliki banyak pengalaman dalam memanjat tebing khususnya tebing asli. Ini merupakan pertama kalinya dia ikut kompetisi seperti ini, dia dari awal sudah gugup.
Ketika melihat ke bawah, kepalanya menjadi pusing. Pijakannya yang stabil itu tiba-tiba mulai goyah dan batu-batu mulai berjatuhan.
Melihat hal tersebut, semua orang mulai ketakutan.
Para peserta yang berada di atasnya juga menyadari kejadian ini, semuanya menatap perempuan tersebut. Para staf juga menjadi panik, tali perempuan yang terikat di tubuhnya itu akhirnya putus. Sekarang nyawa perempuan itu hanya bergantung pada kekuatan genggamannya.
"Tahan dan ambil napas dalam-dalam, jangan melihat ke bawah."
Peserta yang ada di atasnya sangat khawatir ketika melihat tali yang menjaga perempuan itu putus. Kalau perempuan itu ketakutan dan kehilangan kekuatan genggamannya, dia akan terjun bebas!
Mendengar kata-kata itu, perempuan tersebut berusaha tenang.
Hati para penonton di bawah sudah mengepal keras, mereka takut bahwa akan ada yang mati hari ini.
"Lihat itu! Talinya sudah putus!"
"Apa? Tamat sudah riwayat perempuan itu."
"Aku tidak tega melihatnya."
"Olahraga ini memang terlalu berbahaya."
Para staf yang berada di atas tebing itu berusaha memberikannya sebuah tali padanya, namun karena kejadian ini belum pernah terjadi, mereka tidak mempunyai tali sepanjang itu.
"Sepertinya nyawa perempuan itu sudah tidak tertolong." Pikir salah satu staf.
Perempuan itu masih berusaha tenang, namun pada saat ini, ketika salah satu peserta ingin datang menyelamatkan dirinya, sebuah batu kembali berjatuhan. Batu-batu itu mengenai perempuan tersebut dan dia pun menjadi panik. Pada saat ini, pijakan kakinya itu runtuh dan sekarang dia hanya bergelantungan dengan kedua tangan.
Dalam sekejap semua orang berteriak ketakutan.
"Hoi panitian, cepat lakukan sesuatu! Perempuan itu bisa mati!"
"Aku akan memanggil ambulans dan polisi."
Seorang panitia lalu mengambil sebuah HT dan berkata pada temannya yang berada di atas. "Cepat mana talinya! Dia sudah tidak akan bertahan lebih lama lagi."
Para staf di atas itu masih berusaha mengikatkan beberapa tali menjadi satu, kalau ikatannya ini tidak kuat berarti sama saja membunuh perempuan tersebut."
"Tahan, tahan, bantuan akan segera datang." Seorang panitia berteriak melalui alat pengeras suara pada perempuan tersebut. Perempuan tersebut berusaha dengan sekuat tenaga menggenggam batu di kedua tangannya, tetapi tanpa pijakan kaki, dia tidak akan bertahan lama.
Randika menatap perempuan malang itu dan mengerutkan dahinya. Jika situasi ini terus seperti ini, perempuan itu akan mati.
Pada saat yang sama, seorang panitia bersiap-siap untuk memanjat dan menyelamatkannya. Namun, untuk memakai alat-alat yang diperlukan memerlukan waktu sekitar 3 menit, mereka tidak yakin bahwa perempuan tersebut akan bertahan selama itu.
Pada saat ini, perempuan itu menyadari ada tali yang menjulur dari atas. Namun, karena tidak ada pijakan sama sekali, dia harus melompat dan melepaskan kedua genggamannya untuk meraih tali itu. Taruhan ini benar-benar terlalu berisiko.
"Sial, sepertinya kakinya itu tidak ada pijakannya. Satu-satunya cara untuknya adalah melompat!"
Panitia yang membawa pengeras suara itu lalu berkata pada si perempuan. "Jangan melompat, tetap bertahanlah! Akan ada orang yang menyelamatkanmu sebentar lagi."
"Aduh bagaimana ini…" Hannah ikut ketakutan, namun pada saat ini, dia menyadari bahwa Randika sudah tidak ada di sampingnya.
Ketika orang-orang fokus melihat ke atas, tiba-tiba ada seorang pria yang mendatangi tebing dan bersiap untuk memanjat tanpa peralatan.
"Siapa orang itu!"
"Hoi keamanan, sepertinya ada orang yang berusaha menjadi pahlawan."
Para petugas keamanan langsung berteriak pada Randika. "Cepat pergi dari sini, di sini bahaya!"
Namun, Randika sama sekali tidak mendengarnya dan melompat tinggi bagaikan kangguru. Setelah itu, dia memanjat tebing dengan sangat cepat.
Para panitia yang hendak menangkap Randika itu terkejut melihat betapa tingginya Randika meloncat, para penonton juga tidak kalah terkejutnya ketika melihat Randika yang memanjat begitu mudah.
"Wow, orang itu cepat sekali!"
"Bukan hanya cepat, gerakannya terlihat elegan."
"Apa orang itu pertapa gunung?"
Meskipun tanpa peralatan, Randika dengan cepat memanjat naik menuju perempuan yang sedang dalam bahaya tersebut. Semuanya yang melihat betapa mudahnya Randika memanjat sudah terheran-heran, apa orang itu dewa memanjat?
Tetapi yang orang-orang ini tidak tahu adalah idenditas asli Randika. Siapa dia? Dia adalah Ares sang Dewa Perang!