Ketiga orang ini lalu menikmati suasana tenang di puncak ini dengan berfoto.
"Kak, sini-sini." Hannah menyeret Randika dan Inggrid untuk berpose dengan alam yang menjadi latar belakang mereka. Kemudian Hannah meminta tolong seseorang untuk memotret mereka bertiga.
Setelah berfoto, mereka bertiga duduk di sebuah panggung yang disediakan. Menikmati angin gunung yang sepoi-sepoi, mereka duduk dengan nyaman.
Randika duduk di tengah dan diapit oleh dua bidadari cantik itu. Perlahan, kepala Inggrid bersandar di pundak Randika dan begitu pula dengan Hannah.
Awalnya Randika ingin merangkul Inggrid tetapi apa daya pundaknya menjadi sandarannya Hannah. Dia juga tidak pernah kepikiran bahwa pundaknya itu telah menjadi sarang bagi dua kepala bidadari cantik.
Memang kebahagiaan tiap orang itu berbeda-beda, tetapi yang paling sederhana adalah menikmati momen hidup ini bersama dengan orang tercinta.
Randika sendiri merasa dirinya sudah berubah jauh. Ketika dia berkeliling dunia, dia tidak pernah setenang dan selembut ini. Dulu baginya kekuatan adalah segalanya, sekarang baginya yang terpenting adalah menemukan diri kita di hati orang yang tercinta.
Di saat orang-orang menikmati pemandangan dan berfoto, tiba-tiba, ada segerombolan orang berbaju serba hitam muncul.
Seluruh tubuh mereka tertutup oleh kain, mereka mirip seperti ninja pembunuh yang ada di TV. Hal ini tentu membuat semua orang terkejut, jelas bahwa mereka bukan datang ke sini untuk menikmati pemandangan.
"Apa yang akan mereka lakukan?"
Semua orang bertanya-tanya tentang kehadiran orang-orang misterius tersebut. Pada saat yang sama, beberapa orang melihat senjata tajam yang bersembunyi di balik baju mereka. Aura yang mereka pancarkan jelas membuat siapapun akan merinding, sepertinya menyinggung orang-orang itu akan menjadi akhir bagi nyawa mereka.
Randika masih menikmati momen indah ini bersama dengan Inggrid dan Hannah, lalu tiba-tiba, dia merasa ada yang aneh. Dia menoleh dan menyadari orang-orang berbaju serba hitam itu.
Dalam sekejap hati Randika mengepal.
"Kalian berdua cepat berdiri." Kata Randika pada Inggrid dan Hannah yang setengah tertidur. Ketika mendengar suara kakak iparnya yang keras itu, Hannah sedikit jengkel. Tetapi ketika Hannah melihat wajah serius Randika, Hannah merasakan sesuatu yang salah.
Inggrid sudah menggenggam erat tangan Randika, hatinya kembali mengingat dirinya diculik oleh Shadow.
Randika dapat merasakan daya tempur lawannya kali ini kuat, hampir sama kuatnya dengan yang ada di Azumi bar. Tetapi, jumlahnya 3x lebih banyak daripada di Azumi bar.
Bisa dikatakan bahwa mereka telah merencanakan serangan ini ketika dia sendirian bersama Inggrid dan Hannah.
Pada saat ini, kedua kubu sudah memancarkan aura membunuh yang kuat. Orang-orang di sekitar mereka sudah merasakan suasana berat dan mengecam. Apakah mereka akan saling bunuh?
Jumlah orang berbaju hitam itu makin bertambah tiap detiknya, sekarang sudah lebih dari 50 orang. Setiap dari mereka merupakan ahli bela diri dan aura membunuh mereka benar-benar pekat.
Setiap orang memiliki senjata ciri khas mereka masing-masing, untungnya saja semuanya senjata tajam.
Randika hanya menatap tajam kepada mereka, dan pada saat ini, di barisan paling belakang terlihat beberapa orang yang memakai baju yang mencolok.
Salah satu dari mereka menggunakan kaos kutang dan mengunyah permen karet sambil mengupil. Meskipun tampangnya seperti orang bodoh, dia terlihat sangat kuat.
Menurut analisa Randika, mereka semua ini adalah para ahli bela diri elit dari daftar Dewa dan Manusia Peranakan. Tetapi sepertinya ada beberapa orang yang belum masuk ke dalam daftar rangking para ahli bela diri dunia ini. Hal seperti ini sangatlah wajar, mereka memang memiliki kekuatan tetapi mereka belum menunjukan diri mereka jadi mereka belum memiliki sejarah bertarung. Jadi selain keempat rangking yang ada, masih terdapat banyak orang kuat yang belum memiliki sepak terjang di dunia bela diri.
Sebagai contohnya adalah Father Daniel dari Vatikan. Karena beliau adalah senjata rahasia Vatikan, dia tidak termasuk dalam daftar manapun. Tetapi, bahkan Randika tidak berani berhadapan satu lawan satu dengan Father Daniel. Sejujurnya, Father Daniel masih menahan dirinya ketika melawan Frank.
Bagaimanapun juga, dunia ini benar-benar luas dan besar jadi banyak kejutan di belahan bumi ini.
Selain dari daftar para ahli bela diri ini, terdapat suatu daftar yang sedikit lebih ekstrim yaitu daftar pembunuh bayaran. Daftar ini benar-benar dinilai dari kemampuan si pembunuh mulai dari cara membunuh, cara menghilangkan jejak, menjebak seseorang dll. Sedangkan pria bertampang bodoh itu adalah salah satu tingkatan teratas dalam dunia pembunuh bayaran, code namenya adalah Dark Knife.
Dark Knife berada di rangking 10 pembunuh bayaran tingkat dunia, dia mengambil pekerjaan untuk membunuh Randika tidak lain karena bayarannya yang tinggi.
Bukan hanya Dark Knife saja, di sampingnya terlihat seorang pria berumur 60an dengan janggut putihnya yang panjang. Tarikan napasnya seperti menghirup dan menyerap esensi bumi sehingga badannya menjadi jauh lebih muda dan kuat.
Orang ketiga yang memiliki aura yang sama adalah seorang wanita. Dia berpakaian selayaknya seorang bajak laut dan bahkan memiliki burung beo di pundaknya.
Jelas ketiga orang ini memiliki aura dan energi yang berbeda dengan orang-orang berbaju hitam itu. Namun, Randika dapat merasakan adanya 5 orang yang memiliki aura yang sama dengan ketiga orang itu berbaur di antara orang-orang berbaju hitam ini.
Semua tatapan mata lawannya itu menatap dirinya yang duduk bersama dengan Inggrid dan Hannah.
"Kak, apa mereka datang untuk mencelakai kita?" Hannah benar-benar ketakutan, dia belum pernah berada di situasi seperti ini.
"Bukan, mereka datang untuk mengambil nyawaku." Randika menggelengkan kepalanya, dia lalu berdiri. "Han, kamu dan kakakmu harus cepat pergi dari sini dan bersembunyilah."
"Tidak mau! Aku ingin bersama kakak." Hannah dengan cepat menangkap tangan Randika. Inggrid sendiri merasa bahwa situasi ini sama seperti sebelumnya, dia meneteskan setetes air mata.
Randika lalu menoleh ke Inggrid dan berkata padanya. "Sayang percayalah padaku, bawa Hannah pergi dari sini. Aku akan mengatasi mereka sendirian dan bertemu dengan kalian nanti."
Setelah berkata seperti itu, Randika berjalan menghampiri kerumunan orang itu.
Para pendaki yang lain sudah menatap bingung dengan kejadian ini. Apakah ini syuting film? Kenapa tidak ada pemberitahuan sebelumnya?
"Kamu yang bernama Randika?" Dark Knife masih mengunyah permen karetnya.
"Benar." Jawab Randika dengan santai. "Aku tidak tahu siapa kalian, tetapi jika kalian macam-macam bersiaplah untuk mati."
"Jangan ambil hati atas kejadian ini." Dark Knife lalu meludah ke arah Randika. "Kita hanya sedang bekerja untuk klien kami."
Randika lalu menatap semua orang yang memiliki aura membunuh ini, dia lalu menyadari sosok yang berpakaian mewah di barisan paling belakang.
Melihat sosok itu, Randika mengerutkan dahinya. "Jadi pelakunya adalah kamu?"
Seharusnya Randika bisa menebaknya, tetapi dia mengira lawannya ini sudah tidak akan mengganggunya lagi. Memang dia sudah membunuh anaknya, seharusnya Randika tahu bahwa orang itu tidak akan beristirahat sebelum membalaskan dendam anaknya.
Dalang di balik semua kejadian ini adalah Ivan, kepala keluarga dari keluarga Alfred dari Jakarta.
"Apa kau pikir kau bisa terus-terusan berlindung di balik tua bangka itu terus menerus?" Kata Ivan dengan nada dingin. "Aku sudah menunggu momen ini sejak lama untuk menghabisimu."
Inggrid yang hendak lari bersama Hannah itu terkejut ketika melihat sosok Ivan. "Paman, apa yang kau lakukan? Bukankah keluarga kita itu berteman?"
Mata dingin Ivan menatap Inggrid lalu dia tertawa. "Teman? Berani sekali kalian masih menganggap kita teman setelah kalian membunuh anakku? Kalau kita teman mengapa kalian membunuhnya?"
Inggrid angkat badan. "Paman, ini semua salahku jadi jangan libatkan Randika di masalah keluarga kita. Biarkan dia pergi."
"Jangan khawatir, tidak ada satupun dari kalian yang akan pergi hidup-hidup." Kata Ivan dengan nada dingin.
Randika mengerutkan dahinya. "Kau ingin membunuh istriku?"
"Membunuhnya? Tidak, sepertinya kamu salah paham. Aku hanya ingin membunuhmu, sedangkan dia." Ivan mendengus dingin. "Aku akan membuat semua anak buahku ini memperkosanya dan membuatnya tidak lebih dari seonggok daging yang bahkan seekor anjing tidak mau."
Semua pendaki sudah ketakutan dan mulai meninggalkan tempat ini, suasana puncak gunung ini menjadi berat dan tidak nyaman. Belum lagi kilau dari pedang dan pisau membuat mereka semakin yakin akan ada pertumpahan darah.
Kedua belah pihak terdiam, lalu Randika memecah keheningan. "Apa kamu kira orang-orangmu ini cukup untuk membunuhku? Kamu boleh mencobanya."
Ketika Randika berkata seperti itu, semua orang berbaju hitam dan para pembunuh lainnya mengerutkan dahi mereka. Dark Knife kembali mengunyah sebuah permen karet sambil tersenyum ke arah Randika.
Perempuan bajak laut itu menghunuskan pedangnya dan pria tua berjanggut putih itu melemaskan otot tubuhnya dan sudah siap menyerang.
Wajah Ivan sudah tersenyum lebar. "Aku ingin melihat apakah nanti mayatmu masih bisa tersenyum seperti itu atau tidak. Dan jangan harap si tua bangka itu akan membantumu lagi."
Randika mengerutkan dahinya, dia tahu yang dimaksud oleh Ivan.
Melihat reaksi Randika, Ivan merasa bahagia. Dia ingin membunuh Randika sejak lama, sekarang adalah kesempatan terbaiknya.
"Kamu tahu kenapa aku bisa tahu bahwa kakekmu itu tidak bisa membantumu kali ini?" Tatapan mata Ivan benar-benar dingin. "Karena akulah yang membocorkan lokasi reruntuhan itu pada mereka."
Pada saat ini, Randika akhirnya bisa menyusun puzzle yang selama ini menghantui dirinya.
"Tidak ada yang bisa menyelamatkanmu hari ini." Aura membunuh Ivan sudah menyebar, dia ingin anaknya yang sudah mati itu bisa mati dengan tenang.
Pada saat ini, petugas yang bertugas mengamankan lokasi wisata ini tiba di puncak gunung. Tanpa ragu dia langsung mendatangi Ivan. "Ini adalah tempat umum, apa yang sedang kalian lakukan di sini."
Para pendaki yang panik itu menghembuskan napas lega, akhirnya petugas keamanan sudah tiba. Seharusnya masalah ini bisa selesai dengan damai. Namun, detik berikutnya, semua orang berteriak ketakutan.
Sebelum petugas itu bisa mendekati Ivan, Dark Knife berhenti mengunyah dan menerjang ke arah si petugas. Hanya dengan satu kaki, dia menendang petugas itu hingga terjatuh dari tebing. Mengingat mereka sedang berada di puncak gunung, jatuh sudah sama seperti hukuman mati.
Panik dan kacau, kedua kata itu sangat cocok untuk mendeskripsikan situasi di puncak gunung ini.
Semua orang berlarian berusaha menyelamatkan diri dan kabur dari tempat ini.
"Cepat!" Semuanya langsung berbondong-bondong berlarian kembali ke bawah.
Randika menatap tajam pada Dark Knife yang baru saja membunuh orang dengan mudah.
Sepertinya masalah ini tidak akan berakhir sebelum dirinya atau Ivan terbunuh.
Hanya ada satu pilihan yaitu antara Ares terbunuh atau kepala keluarga aristokrat dari Jakarta ini terbunuh.
Suasana puncak ini semakin memanas, angin dingin yang menerpa wajah tidak mampu meredakan darah yang sudah mendidih. Ivan lalu berkata pada Randika. "Tempat ini akan menjadi kuburanmu."