Hannah mendatangi kolam itu sekali lagi. Ketika dia berusaha melihat permukaan kolam itu, tiba-tiba air muncrat ke mana-mana. Kemudian Randika tiba-tiba muncul ke permukaan air.
Hannah sama sekali tidak menyangka Randika akan keluar, air itu langsung membasahi seluruh tubuh dan pakaiannya.
Hannah sendiri sudah memakai baju yang tipis dan compang-camping, sekarang karena air itu bajunya menempel pada bentuk tubuhnya.
"KAK! Pakai bajumu!"
Hannah benar-benar marah sedangkan Randika langsung memakai bajunya sambil terus memperhatikan tubuh sexy Hannah khususnya kedua dadanya yang besar itu, dia sangat ingin merabanya.
Hannah memperhatikan bahwa tatapan mata kakak iparnya ini tertuju pada dirinya. Ketika Hannah menyadarinya, dia langsung menutupi tubuhnya dengan tangannya. "Kak, kenapa kamu begitu mesum!"
"Han, kan tidak ada salahnya melihat? Lagipula aku juga sudah melihat yang jauh lebih vulgar dari ini bukan?" Kata Randika sambil tersenyum.
Karena tubuhnya masih basah, Randika melepas bajunya dan hanya memakai celananya. Tubuh sixpacknya itu langsung memenuhi kedua mata Hannah.
"Kak, lihat apa yang kamu perbuat, aku tidak punya baju selain yang ini." Kata Hannah sambil tersipu malu.
"Jangan khawatir, aku akan membuat api unggun untukmu."
Membuat api unggun?
Hannah terlihat bingung, bagaimana caranya membuat api? Tidak ada bahan yang bisa dijadikan sumber api di gua ini.
Randika tidak menjelaskan apa-apa dan hanya berjalan keluar dari gua. Setelah memeriksa sekelilingnya, dia menemukan sebuah pohon yang ikut jatuh bersama dirinya sebelumnya.
Tanpa ragu-ragu, dia langsung membawa pohon itu ke dalam gua.
Namun yang tidak diketahui Randika adalah seseorang tidak sengaja memfoto dirinya menyeret pohon tersebut. Meskipun hasil fotonya tidak terlalu jelas, hal ini cukup menggemparkan.
Gorilla di gunung ini? Penemuan luar biasa yang sangat mengejutkan!
Foto ini kelak akan menggemparkan para ilmuwan di Indonesia, apalagi perilakunya yang menyeret pohon itu sangat dipertanyakan.
Randika berjalan perlahan menuju tengah gua dengan hanya bercelana panjang saja. Meskipun sebenarnya dia bisa mengeringkan bajunya dengan tenaga dalamnya, dia tidak bisa melakukannya di depan Hannah. Kalau tidak, bisa-bisa perempuan itu memintanya memakai semua pakaiannya dan mengeringkannya. Terlebih lagi, Hannah tidak bisa memakan ikan-ikan itu secara mentah jadi dia memang perlu membuat api unggun.
"Han, tunggulah sebentar dan aku akan membuatkan makanan enak buatmu." Kata Randika sambil tersenyum. Lalu dia menyelam kembali ke dalam kolam.
Kali ini Randika berhasil menangkap beberapa ikan sekaligus dan menaruhnya di pinggir kolam. Setelah 3x menyelam, dia berhasil menangkap sekitar 15 ikan.
Setelah mengeringkan diri, Randika mematahkan dahan-dahan yang ada di pohon dan menusukan ikannya pada ranting pohon. Setelah menyalakan api unggun, dia memanggang ikan-ikan tersebut.
Melihat kejadian ini, Hannah bertepuk tangan dengan gembira. "Kak Randika memang luar biasa!"
Pada saat ini, Randika di mata Hannah benar-benar tampan. Dia tidak menyangka kakak iparnya itu bisa memasak di tempat seperti ini.
"Kalau begitu lepas bajumu." Kata Randika dengan santai.
"Tapi jangan berani-berani untuk mengintip atau aku akan melaporkannya pada kak Inggrid." Kata Hannah sambil tersenyum nakal. Kemudian dia melepas bajunya dan kedua dadanya yang berbalut beha itu kembali nampak.
Randika menelan air ludahnya, adik iparnya ini memang sungguh luar biasa.
Ketika menaruh baju dan celana Hannah di dekat api, kata-kata Hannah itu terngiang-ngiang di benak Randika. Dia sadar bahwa dia tidak boleh berada di tempat ini terlalu lama. Dia tidak tahu apakah Inggrid berhasil melarikan diri atau tertangkap.
Hannah duduk di dekat api sambil menutupi tubuhnya, karena air tadi tubuhnya sedikit kedinginan.
Mengingat sifat Randika, jika dia tidak memanfaatkan kesempatan ini maka dia bukanlah lelaki.
Tetapi Hannah menghalangi tubuhnya itu dengan sempurna, Randika tidak bisa melihat apa-apa.
Sedangkan Hannah masih fokus pada ikan-ikan yang dipanggang itu, dia sudah tidak sabar memakannya. Randika sendiri sedikit tertawa melihat wajah senang Hannah yang seperti anak kecil itu.
Tak lama kemudian, ikan-ikan itu akhirnya matang. Meskipun tidak dibumbui, Hannah sudah benar-benar lapar. Cacing di perutnya sudah tidak sabar menyantapnya. Dia langsung mengambil 2 tusuk dan memakannya dengan rakus. Namun, cara makannya yang sembrono itu membuat mulutnya kepanasan.
"Ah!"
Randika menatap senyum Hannah yang kelaparan itu, dia lalu ingat kemarin Hannah bersusah payah menangkap ikan dan mengunyahnya untuk dirinya. Randika lalu berkata dengan lembut. "Han makanlah dengan pelan. Tidak perlu khawatir, sekarang adalah giliranku untuk menjagamu."
Hannah melihat kelembutan di tatapan mata Randika, hatinya benar-benar tergerak. Dia hanya mengangguk pelan dan mulai meniup dulu makanannya.
Kedua orang ini sama sekali tidak berbicara, yang satunya lagi makan dan yang satunya lagi menikmati pemandangan gunung yang indah. Gua ini akhirnya mendapatkan keheningannya kembali.
Karena Hannah memakan ikan itu dengan kedua tangannya, Randika dapat menikmati pemandangan indah itu dengan diam.
Perlahan ikan-ikan itu habis dan menjadi asupan energi buat Hannah. Randika sendiri sudah sangat kenyang jadi seluruh tangkapannya itu dimakan oleh Hannah.
Setelah selesai makan, pakaian yang dikeringkannya itu juga sudah kering. Hannah lalu memakai pakaiannya dan berdiri.
"Kak, aku ingin keluar dan melihat-lihat." Kata Hannah sambil tersenyum. Randika lalu mengangguk dan berdiri.
Hannah berjalan keluar dari gua dan menyambut sinar matahari yang bersinar dengan terang, tetapi hatinya mengepal ketika dia melihat sekelilingnya. Meskipun dia merasa beruntung bisa hidup, tetapi rasa tidak berdaya seperti ini membuatnya menghela napas. Bagaimana caranya mereka bisa keluar dari tempat ini?
Jika tidak bisa keluar maka mereka harus tinggal di tempat ini dan menunggu bantuan yang tidak tahu kapan akan datang. Tetapi sumber makanan mereka sangatlah terbatas dan apakah bantuan itu akan datang?
Hannah terdiam, dia sepertinya berpikir dengan sangat keras.
"Han, ada apa denganmu?" Suara Randika membuat Hannah kembali dari linglungnya.
"Kak, apakah kita bisa keluar dari tempat ini?" Hannah menoleh ke arah Randika. Kedua matanya itu menatap Randika lekat-lekat.
Jika mereka ingin keluar, semuanya bergantung pada Randika. Meskipun Hannah tahu kemungkinannya kecil, dia masih menaruh harapan besar pada Randika. Asalkan Randika mengangguk, dia akan percaya!
Randika tersenyum dan dengan wajah serius dia mengatakan. "Apa pun yang terjadi, aku akan membawamu keluar!"
Meskipun dia harus memanjat atau meloncat lagi, istrinya itu masih menunggunya. Jadi Randika harus keluar dari tempat ini.
Jika ini Randika yang dulu mungkin dia tidak akan percaya bisa melakukannya. Tetapi setelah menyerap kekuatan misteriusnya, dia yakin 100% bisa melakukannya.
Yang membuat hal ini sedikit sulit adalah medan dari tebingnya. Karena tidak ada pijakan kaki, Randika harus menancapkan tangannya itu ke dalam tebing agar memiliki pegangan. Jika dia bergerak sendiri maka dia mungkin bisa naik ke puncak sendirian. Masalahnya adalah dia harus membawa Hannah bersamanya.
Ini bukan hanya masalah adu stamina saja tetapi juga masalah mental. Jika orang itu tengah-tengah merasa capek dan tidak kuat lagi maka dia akan terjatuh. Belum lagi Randika harus menggendong Hannah, ini sudah merupakan tes fisik dan mental.
Jadi bisa dibayangkan betapa sulitnya memanjat gunung ini. Tetapi, jika Randika mampu menyerap seluruh kekuatan misteriusnya itu, dia yakin 100% bisa melakukannya.
Randika sangat mengerti betapa mengerikannya kekuatan misteriusnya itu. Jika dia bisa menyerapnya 100% maka dia yakin bisa menaklukan gunung ini sambil menggendong Hannah.
Hannah menatap ekspresi serius Randika, dia lalu tersenyum. "Aku percaya denganmu."
Hannah berjalan menuju Randika dengan wajah sedikit merah dan Randika sendiri menatapnya. Pada saat ini, sepertinya mereka terjebak dengan suasana misterius. Wajah Hannah mendekati wajah Randika secara perlahan, bibirnya yang lembut itu sudah mengunci targetnya.
Randika juga tidak mau kalah, dia sudah memeluk pinggangnya Hannah. Tidak diragukan lagi, satu ciuman ini akan membuat hubungannya itu lebih rumit daripada sekedar adik dan kakak ipar.
Tetapi ketika bibir mereka hampir bersentuhan, kesadaran Hannah seperti tersambar sesuatu dan dia tiba-tiba berhenti. Wajahnya masih terlihat merah dan matanya itu berbinar-binar.
"Maafkan aku…."
Hannah lalu berlari menuju gua sendirian. Melihat sosok Hannah menghilang, Randika merasakan bibirnya lalu tersenyum. Sepertinya mimpinya membuat Hannah menjadi anggota haremnya bisa terwujud.
Randika lalu menatap pemandangan gunung yang luar biasa megah itu. Dia juga menikmati sinar matahari yang hangat, tubuhnya terasa segar bugar. Jika dia bisa bernyanyi maka dia sudah pasti bernyanyi dengan keras.
Ketika Randika sedang asyik melihat pemandangan, tiba-tiba ada suara teriakan dari dalam.
"Kak Randika tolong!"
Hannah?
Hati Randika mengepal, dia langsung berlari menuju gua dan tempat teriakan itu berasal.
"Han, di mana kamu?"
Suara Randika menggema dengan keras di gua tetapi tidak ada jawaban sama sekali. Untungnya saja, Hannah berlari menuju arahnya dan bertemu dengan Randika di tengah-tengah gua.
"Kak, ada tengkorak manusia di dalam." Kata Hannah dengan wajah yang pucat.
Hannah sudah takut setengah mati, dia memeluk erat Randika dan sudah hampir menangis.
Randika lalu berusaha menenangkan Hannah sambil melihat ke arah yang ditunjuk oleh adik iparnya itu.
Sebelumnya Randika tidak sempat memperhatikan gua ini dengan seksama karena gelap dan terlalu fokus ke kolam air dingin itu. Dia tidak menyangka gua ini ada penghuninya.
Dengan penglihatan supernya, dia bisa melihat tengkorak itu tergeletak begitu saja di tanah.