Di malam hari ini, tanpa sepengetahuan orang-orang, teriakan tragis dapat terdengar di seluruh Jakarta sepanjang malam. Seluruh kekuatan keluarga Alfred dicabut hingga akarnya oleh Randika!
Tidak ada satupun dari mereka yang selamat, metode yang digunakan Randika benar-benar mengerikan. Mereka sama sekali tidak menyangka akan ada serangan di malam hari.
Dengan ini, keluarga Alfred sama sekali tidak punya kekuatan untuk mengganggunya lagi.
Bahkan Randika sendiri ragu, apakah setelah ini keluarga Alfred masih bisa berdiri tanpa para anggota intinya atau tidak.
Malam ini ditakdirkan mengguncang fondasi ibukota. Ketika orang-orang bangun dari tidur mereka, mereka hanya bisa membereskan mayat-mayat tersebut.
Kejadian berdarah ini sangat mengguncang Jakarta. Awalnya kepolisian ingin menutupi kejadian ini dengan rapat, tetapi para media massa sudah mencium bau-bau berita hangat ini dan pada akhirnya menjadi berita besar yang menggemparkan Indonesia.
Namun ketika Inggrid membuka kedua matanya, dia melihat sosok Randika tersenyum lembut pada dirinya.
"Sudah bangun?" Melihat wajah tersenyum Randika, Inggrid membalasnya dengan senyuman.
"Apa kamu lapar? Bagaimana kalau kita sarapan sebentar lagi?" Kata Randika sambil mengelus rambutnya.
Inggrid tidak tahu apa yang telah dilakukan Randika kemarin malam. Yang dia tahu adalah Randika tertidur bersamanya di ruangan ini.
Randika tidak perlu memberitahu aksinya kemarin malam, dia hanya perlu melindungi senyuman wajah ini.
Ketika Inggrid bangun, dia hendak memakai baju yang dia beli ketika Randika mandi. Kemarin dia datang ke hotel dengan baju pengantinnya, untungnya saja hotel yang ditempatinya ini menjual baju.
Dulu ketika awal hubungan mereka, Inggrid akan memakai bajunya di kamar mandi. Setelah bercumbu dan melakukan hubungan badan, rasa malunya itu sudah hilang dan dia langsung melepas bajunya di hadapan Randika.
Karena dari awal Inggrid sudah cantik dan sexy, apa pun yang dia pakai akan terlihat bagus. Meskipun dia hanya memakai celana jeans dan baju sederhana, kecantikannya itu sama sekali tidak berubah.
Ketika dia sibuk melepas baju tidurnya, Inggrid menyadari bahwa Randika memperhatikan dirinya.
"Kenapa?" Nada suara Inggrid terdengar tinggi, tetapi dia melakukannya untuk menutupi rasa malunya.
Randika memperhatikan celana dalam Inggrid sekaligus pantatnya itu. Paha yang mulus dan putih itu benar-benar menggoda.
Dalam sekejap, Randika menghampiri Inggrid dan berbisik di telinganya. "Sayang, karena tidak ada siapa-siapa di sini selain kita, sebaiknya kita…."
Randika tidak sempat menyelesaikan omongannya tetapi Inggrid sudah tahu apa yang dimaksud oleh Randika. Keduanya lalu berciuman dan berolahraga pagi terlebih dahulu sebelum sarapan. Kasur mereka menjadi saksi betapa panas cinta mereka itu.
Setelah satu jam, mereka berdua akhirnya sarapan dan pergi meninggalkan hotel mereka. Pada saat ini, wajah Inggrid sangat bahagia seperti anak kecil. Kedua tangannya merangkul lengan Randika dan kepalanya beristirahat di pundak Randika.
Melihat hal ini Randika benar-benar makin sayang dengan Inggrid. Ini pertama kalinya Randika merasa hatinya sungguh puas melihat Inggrid yang begitu bahagia, memang sepasang suami istri harus saling membahagiakan seperti ini.
Tetapi sebelum mereka memesan tiket pesawat kembali ke kota Cendrawasih, Randika bertanya pada Inggrid. "Apakah kamu mau kembali dulu ke rumahmu?"
Inggrid terlihat ragu-ragu lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu."
Inggrid sudah tidak menganggap keluarga Laibahas sebagai keluarganya lagi. Terutama setelah kejadian ini di mana ayahnya sendiri mengorbankan dirinya untuk menjaga hubungan keluarganya dengan keluarga Alfred. Baginya keluarga ayahnya itu sudah mati di hatinya."
"Baiklah." Randika mengangguk. "Bagaimana dengan Ibu Ipah?"
"Aku akan meneleponnya nanti, seharusnya Ibu Ipah akan kembali ke rumah." Kata Inggrid sambil tersenyum. "Tidak ada orang yang bisa menghentikan Ibu Ipah kalau dia sudah serius."
Mendengar hal ini Randika menghembuskan napas lega, dia sendiri kalau harus masak bersama Inggrid lagi lama-lama dia bisa menjadi gila.
Keduanya lalu memanggil taksi dan segera menuju bandara.
Ketika mereka duduk di dalam taksi, supir taksi itu menyapa mereka dengan hangat. "Oh? Pasangan muda ya?"
"Hahaha bapak ini bisa saja." Randika tertawa. Keduanya selama perjalanan tidak melepaskan genggaman tangan mereka.
"Kalau sudah menyetir selama puluhan tahun, tentu saja bapak bisa membedakan mana yang pasangan atau tidak. Lagipula wajah istrimu terus tersenyum ketika menggandeng tanganmu lho hahaha."
Supir taksi ini sangat ramah, dia sendiri senang melihat pasangan muda yang romantic itu. Mereka lalu berbicara mengenai betapa macetnya Jakarta, makanan-makanan yang ada dan berbagai macam topik lainnya. Namun, pada akhirnya, mereka membahas apa yang telah terjadi di Jakarta kemarin.
"Aku kasih tahu kalian sesuatu yang penting, aku rasa kalian belum tahu." Kata si supir taksi. "Bapak dengar antek-antek keluarga Alfred di Jakarta pada mati semua kemarin karena dibunuh. Mayat-mayat mereka ada di mana-mana, benar-benar kacau tadi pagi."
Ketika mendengar hal ini, tangan Inggrid meremas tangan Randika dan menatapnya.
Dugaan Inggrid memang benar, semua antek keluarga Alfred di Jakarta telah dibasmi oleh Randika seorang diri tadi malam. Kenapa Randika melakukannya? Karena pembantaian di kediaman keluarga Alfred hanyalah kepalanya saja, justru ayam tanpa kepala seperti inilah yang lebih berbahaya menurut Randika. Bagaimanapun juga, kekuatan keluarga Alfred masih tersebar luas di Jakarta.
Terlebih lagi, tidak semua anggota keluarga Alfred datang di acara pernikahan kemarin. Jika Randika tidak menghabisi kekuatan-kekuatan keluarga Alfred di Jakarta, salah satu dari anggota yang masih hidup bisa memanfaatkan kekuatan yang ada untuk membalaskan dendam keluarganya.
Memiliki kekuatan tersembunyi seperti geng ataupun menyuap polisi tidaklah heran di kalangan atas. Semakin kuat keluarganya maka semakin banyak dan kuat kekuatan yang berdiri di belakangnya.
Randika menatap Inggrid yang terlihat serius itu, dia pura-pura terlihat tidak bersalah. Dia lalu mencium tangan istrinya itu dan tersenyum.
"Sayang, kenapa kamu menatapku serius begitu? Apa kamu rindu pelukanku setelah acara kita tadi pagi? Tenang saja, nanti kalau kita pulang ke rumah kita bisa melakukannya lagi."
Ketika mendengar kata-kata ini, Inggrid tersipu malu. Dia tidak menyangka kulit Randika bisa setebal itu, apa dia tidak malu si supir taksi itu mendengar kata-katanya itu?
"Hahaha tidak banyak pasangan yang seperti kalian ini." Si supir taksi itu melihat Inggrid yang tersipu malu dari kaca tengahnya.
"Pak, apa memangnya yang terjadi dengan keluarga Alfred kemarin?" Tanya Randika sambil tersenyum.
"Nah itu, bapak tidak tahu ini benar atau tidak ya soalnya kematian orang-orang itu bersamaan dengan pembantaian keluarga Alfred di kediaman mereka. Jadi pagi ini itu ada laporan pembunuhan dari berbagai tempat. Kalau tidak salah mendengar ada 22 tempat yang dilaporkan." Wajah si supir taksi itu terlihat serius.
"Orang-orang yang mati itu ada yang politikus, polisi bahkan preman-preman yang sudah lama merajalela di Jakarta."
Lalu si supir taksi ini melanjutkan. "Tetapi sekali lagi ini cuma prediksi orang-orang saja, sepertinya kasus pembantaian keluarga Alfred dan 22 tempat itu diduga melibatkan teroris yang buron kemarin itu."
Teroris yang buron?
Randika mendengus dingin, sejak kapan dirinya itu dicap sebagai teroris? Dia kan hanya meminjam sebuah pesawat demi menyelamatkan Inggrid.