Chapter 325: Felicia yang Sudah Sembuh

Name:Legenda Dewa Harem Author:Lao_Ban69
Ketika mendengar saran Randika tersebut, Jeffry terlihat ragu-ragu. Melihat wajah serius Randika, Jeffry lalu bertanya padanya. "Apa kamu benar-benar bisa menyembuhkannya?"

Tatapan mata Felicia benar-benar penuh harap ketika menunggu jawaban Randika.

Harapan seperti ini tidak akan pernah bisa dimengerti oleh orang yang tidak mengidap penyakit yang sama dengannya.

Randika masih berwajah serius. "Tenang saja, aku akan mencoba semaksimal mungkin. Menurutku tingkat keberhasilannya lebih dari 90% kok."

Wajah Jeffry terlihat tidak percaya, 90%? Tinggi sekali!

Jeffry kembali menilai Randika sekali lagi, wajah maupun auranya itu benar-benar tidak mirip dengan seorang dokter.

"Sudahlah Jeff, biarkan menantuku ini memeriksanya dulu. Lagipula kita juga tidak memungut uangmu sama sekali kok nanti, jadi tidak ada ruginya kan?" Ayu sendiri sudah muak dengan sikap Jeffry yang tidak percaya dengan Randika.

Mendengar kata-kata itu, Jeffry mengangguk. Sejujurnya uangnya sudah mulai habis oleh penyakit anaknya ini. Mendengar dia tidak perlu membayar, tidak ada salahnya kan mencoba?

"Kalau begitu, apa yang kamu perlukan?" Tanya Jeffry.

"Alkohol, lilin, seember air panas dan tempat yang sunyi." Kata Randika.

Setelah mencatat barang yang diperlukan, Jeffry segera pergi untuk menyiapkan. Sedangkan untuk tempat yang sunyi, Randika bisa menggunakan kamar anaknya.

Randika lalu dibawa masuk ke dalam kamar oleh Felicia. Perempuan satu ini terlihat tegang ketika berjalan menuntun Randika.

"Sudah tidak usah tegang seperti itu, aku datang untuk menyembuhkanmu bukan membunuhmu." Kata Randika dengan wajah tersenyum.

Mendengar kata-kata ini, Felicia jadi sedikit lega. Bagaimanapun juga, usia mereka hampir sama jadi mungkin Felicia menganggap Randika jauh lebih tua darinya jadinya dia berusaha bersikap lebih sopan.

Tidak lama kemudian, Jeffry masuk ke dalam kamar dan meletakkan semua barang yang dibutuhkan Randika.

Ketika Randika mulai mempersiapkan diri, dia menatap Jeffry yang terlihat serius. "Paman, bisa tolong keluar? Aku perlu berkonsentrasi penuh soalnya."

"Ah! Baik, baik. Kalau ada apa-apa panggil saja ya." Jeffry dengan cepat berjalan keluar dan menutup pintunya rapat-rapat.

Sekarang, hanya mereka berdua saja di dalam kamar.

"Buka bajumu." Kata Randika sambil memasukan alkohol ke dalam air panas. Setelah menyalakan pemantiknya, air panas tersebut terbakar.

Setelah mencelupkan jarum akupunturnya ke dalam air, Randika sudah siap menjalankan prosedurnya. Namun, Felicia justru terlihat panik dan memegang kedua dadanya dengan tangannya.

Sialan, kenapa dia menganggapku mesum seperti itu?

Randika geleng-geleng, dia lalu berkata setelah menghela napasnya. "Ayo cepat buka bajumu."

"Kenapa kamu menyuruhku seperti itu?" Wajah Felicia dengan cepat menjadi merah, selama ini dia belum pernah bertemu dengan dokter yang menyuruhnya untuk membuka baju.

"Terus kamu mau aku bagaimana? Aku tidak bisa menyembuhkanmu sebelum kamu membuka bajumu." Randika lalu memperlihatkan jarum akupunturnya. "Jika kamu tidak membuka bajumu, bagaimana mungkin jarum ini bisa menancap di punggungmu?"

Melihat jarum-jarum itu, hati Felicia sedikit menjadi lega tetapi masih ada keraguan di dalam hatinya. Bagaimanapun juga, dia belum pernah pacaran dan jarang bergaul dengan pria seumurannya. Dan sekarang dia harus membuka bajunya di hadapan pria yang tidak dikenalnya?

Randika menggaruk-garuk kepalanya, dia lalu berkata padanya. "Sudah jangan takut, kalau aku macam-macam tinggal teriak minta tolong ke ayahmu bukan? Dia kan ada di luar."

Mendengar kata-kata itu, keraguan Felicia belum hilang. "Tapi…"

Randika lalu melihat api yang ada di dalam ember, dia lalu mengatakan. "Api ini cuma bertahan 3-4 menit, jika sudah mati maka semua sudah terlambat."

Mendengar kata-kata Randika, Felicia menggigit bibirnya dan mulai melepas bajunya. Dengan tangan yang gemetar, dia membuka bajunya.

Dalam sekejap, punggung telanjang Felicia dapat terlihat. Jika dilihat dari depan dadanya juga cukup bagus dan kencang, tetapi kalau dibandingkan Inggrid dan Viona, dia bukanlah tandingan mereka.

Ketika dirinya hanya mengenakan beha, wajahnya itu sudah merah padam. Dengan ragu-ragu dia mulai membuka pengait behanya.

"Hmm? Kenapa kamu membuka beha milikmu?" Kata Randika.

Felicia terlihat bingung, Randika lalu menambahkan. "Kamu tidak perlu melepasnya, jika kamu melepasnya nanti ayahmu bisa membunuhku. Lagipula aku cuma memintamu melepas bajumu bukan?"

Wajah Felicia kembali memerah, dia benar-benar salah paham. Di saat Felicia membuka bajunya, Randika sudah menilai perempuan itu secara menyeluruh. Meskipun Felicia berparas cantik, dia masih sangat jauh apabila dibandingkan dengan Inggrid, Viona dan Christina.

"Duduklah." Kata Randika. Felicia lalu mengambil sebuah kursi dan duduk dengan tenang.

Randika lalu mengambil tangannya dan memeriksa denyut nadinya. Setelah beberapa saat, wajahnya menjadi serius. Dia sudah mengerti letak permasalahannya di mana.

Penyakit Felicia bukanlah penyakit bawaan ataupun yang terlalu serius. Sepertinya waktu dia masih kecil, ada sebagian jantungnya yang tidak berkembang dengan sempurna. Jika dia memberi rangsangan dengan tenaga dalamnya, seharusnya masalah ini akan terselesaikan.

Bisa dikatakan bahwa penyakit Felicia hanyalah seperti sebuah pilek di hadapan Randika.

Ketika melihat wajah serius Randika, Felicia benar-benar gugup. Randika lalu mengambil 3 buah jarum dan memasukannya ke dalam ember. Ketiga jarum itu dengan cepat menjadi steril.

"Jangan bergerak." Kata Randika dengan nada serius. Ketika mendengar kata-kata tersebut, Felicia tidak berani bergerak sekecil apa pun.

Randika duduk di hadapan Felicia dan menutup matanya. Setelah beberapa detik terdiam, Felicia mulai menjadi cemas. Tiba-tiba Randika membuka matanya dan tangan kanannya mulai bergerak. Dengan cepat 3 jarum tersebut menancap di area sekitar jantung Felicia!

Ketiga jarum ini sudah berisikan tenaga dalam Randika dan segera menyebar ke dalam jantungnya. Dalam sekejap, tenaga dalamnya itu berkumpul di jantung Felicia dan mulai menstimulasi jantungnya.

Namun, sepertinya tenaga dalamnya itu terlalu sedikit karena jantung Felicia seperti tidak terjadi apa-apa meskipun berisikan tenaga dalam miliknya. Setelah memeriksa kembali denyut nadinya, Randika dapat memastikan bahwa memang tenaga dalamnya yang tersalurkan itu terlalu sedikit.

Ketika Felicia merasakan jantungnya itu gatal, dia juga merasakan ada hawa hangat di dalam dadanya. Hawa hangat ini sangat nyaman baginya.

Apakah ini tanda bahwa dirinya mulai sembuh?

Felicia mulai bersemangat. Randika sendiri menutup matanya dan mengambil kembali beberapa jarum. Dalam sekejap, Randika sudah menusukan beberapa jarum di sekitar dada Felicia.

Titik-titik baru ini dimaksudkan untuk membantu kinerja tenaga dalam yang berkumpul di jantung Felicia sebelumnya. Namun, salah satu titik akupuntur di dada Felicia berada di bagian bawah dadanya. Jadi mau tidak mau tangan Randika masuk ke dalam behanya, dia dapat merasakan keempukan dada perempuan satu ini.

Wajah Felicia benar-benar merah, tetapi ketika dia melihat wajah serius Randika, dia tahu bahwa ini demi pengobatannya.

Tetapi Randika sendiri sudah mengangguk puas di dalam hatinya, benar-benar empuk.

Randika kemudian mengambil beberapa jarum lagi dan mensterilkannya di dalam ember. Kemudian dia berdiri dan menusukan jarumnya itu di punggung Felicia. Dengan jarum-jarum yang baru ini, ini akan sangat membantu prosesnya.

"Aku mulai kesulitan bernapas." Kata Felicia.

"Tahan!"

Setelah selesai menusukan jarumnya, Randika meletakan tangannya di tengah-tengah punggung Felicia. Tiba-tiba, dari tangan Randika, muncul aliran tenaga dalamnya yang besar itu dan mulai masuk ke dalam tubuh Felicia!

Tenaga dalam itu langsung berkumpul di area sekitar jantung Felicia. Tenaga dalamnya itu semua berkumpul melalui arahan Randika dan menyerang jantung Felicia!

Proses ini memang tidak bisa dilihat tetapi efeknya benar-benar nyata. Di bawah serangan tenaga dalam ini, Felicia mulai kesulitan bernapas.

Tetapi dengan tenaga dalam ini, bagian jantung yang kurang berkembang itu mulai menunjukan tanda-tanda positif. Berkat tenaga dalam Randika ini, detak jantung Felicia berdetak jauh lebih kuat daripada sebelumnya!

Felicia membuka matanya yang tertutup itu dan merasakan bahwa beban seperti gunung itu terlepas dari dadanya dan dia mulai bisa kembali bernapas dengan normal.

Randika juga membuka matanya, setelah beberapa saat, tangannya juga dia ambil kembali dan mencabut jarum yang ada di punggung.

"Kamu sudah sembuh, seharusnya kamu sudah tidak apa-apa sekarang."

Randika mulai mencabuti jarum yang ada di depan dan membereskan barang-barang.

Felicia kemudian meletakan tangannya di atas jantungnya, dia merasa memang ada sesuatu yang berbeda. Dia dengan cepat berdiri dan melompat-lompat. Setelah beberapa kali meloncat, dia merasa baik-baik saja.

Jeffry dan Ayu menunggu di luar ruangan. Bahkan Jeffry selama ini tidak bisa duduk dengan tenang dan terus mondar-mandir di ruang tamu. Ayu benar-benar kehabisan kata-kata melihat tingkah laku Jeffry.

"Jeff, bisa berhenti mondar-mandir? Risih tahu lihatnya, sudah duduk dan cobalah untuk menenangkan diri."

"Aku benar-benar khawatir." Jeffry tersenyum pahit. Namun pada saat ini, tiba-tiba pintu kamar anaknya itu terbuka dan Felicia keluar dengan wajah tersenyum.

"Aku sudah sembuh!"

"Sungguhan?"

Jeffry benar-benar terkejut, wajahnya menunjukan bahwa dia tidak mempercayai apa yang telah dia dengar.

"Sungguhan, aku sudah sembuh!" Felicia lalu melompat-lompat untuk menunjukan bahwa dia baik-baik saja.

"Tuh kan, apa kubilang." Ayu terlihat bangga. Salah sendiri Jeffry tidak mau percaya dengan menantunya, tidak ada yang bisa mengalahkan menantunya dalam hal pengobatan!

Jeffry masih berdiri dengan mulut ternganga, dan pada saat ini Randika keluar dan berkata pada dirinya. "Anakmu sudah sembuh."

Jeffry benar-benar masih tidak percaya, anaknya benar-benar sembuh! Proses ini bahkan tidak lebih dari 15 menit, di rumah sakit sendiri pun dia harus menunggu berjam-jam untuk sekedar memeriksanya.

"Feli, sini papa ingin lihat kamu dari dekat." Kata Jeffry.

"Bagaimana? Apa kamu masih meragukan kemampuan menantuku?" Ayu masih terlihat bangga. "Nanti kalau anakku sudah menikah awas saja kalau amplopmu itu tipis, setidaknya isinya harus setara dengan rumah!"

"Ayu, kalau anakku ini benar-benar sembuh, kamu mau 10 rumah pun aku rela mengeluarkannya." Kata Jeffry sambil berurai air mata. Baginya tidak ada yang lebih membahagiakan hidupnya selain melihat anaknya itu sehat.

Ayu mendengus dingin. "Huh, aku benci sifat cengengmu itu."

Randika di sisi lain malah tersenyum. "Paman, kamu tidak perlu khawatir lagi dengan anakmu. Kamu boleh membawanya ke rumah sakit untuk memeriksa kalau tidak percaya."

"Ini nomor teleponku, kabari saja kalau ada apa-apa." Kata Randika.

"Hahaha kamu memang seperti pahlawan." Kata Jeffry sambil tertawa.

Jeffry lalu membawa Felicia untuk diperiksa kembali di rumah sakit. Setelah masalah ini telah selesai, Randika mengantarkan Ayu ke dalam taksi dan dia sendiri kembali ke kantornya.