Inggrid dan Hannah menatap diam ke arah Randika.
"Kak, apa kak Randika benar-benar mabuk?" Tanya Hannah dengan penuh keraguan.
"Sepertinya." Inggrid hanya bisa tersenyum pahit. "Sebaiknya kita membawanya pulang."
Hannah mendengus dingin, dia menatap tanpa ekspresi kepada Randika, matanya penuh dengan ketidak percayaan.
Apa benar kakak iparnya ini mabuk?
Jadi omongannya tadi cuma karena dia sedang mabuk?
Inggrid kemudian berjalan menghampiri Randika dan mengangkatnya secara perlahan. Meskipun hatinya masih penuh keraguan, Hannah membantu Inggrid menggotong Randika. Keduanya lalu membawanya ke dalam mobil.
Namun, meskipun dirinya terlihat tertidur, Randika benar-benar merasa puas di dalam hatinya.
Dia merasa bahwa dirinya adalah Einstein jaman sekarang. Berkat pura-pura mabuk ini, dia bisa mengutarakan rencana haremnya dan membuat ketiga perempuan cantik itu memikirkan proposal miliknya itu. Setelah itu dia bisa kabur dari situasi canggung ini dengan pura-pura pingsan! Benar-benar cerdas!
........
Keesokan harinya, Randika terbangun dan berjalan menuju lantai bawah.
Sepertinya, Hannah dan Inggrid baru saja selesai sarapan. Hannah, yang sedang duduk di sofa, menatap ke arah tangga dan melihat kakak iparnya datang.
Randika tersenyum dan melambaikan tangannya. Ketika dia menyapa Hannah, adik iparnya itu hanya memalingkan wajahnya dan menundukan wajahnya.
Sialan, jadi dia memilih untuk mengabaikanku?
Randika menghela napasnya, apakah ini karena dia masih bingung dengan perasaannya atau kesal dengan dirinya?
"Pagi." Randika berjalan melewati Hannah sambil tersenyum.
"Hum." Hannah dengan cepat memalingkan wajahnya lagi dan berpura-pura tidak melihat Randika sama sekali.
"Hahaha setiap hari kamu makin cantik saja, kok bisa ya kayak begitu?" Kata Randika.
Ketika mendengar hal ini, wajah Hannah kembali menjadi ceria. Tetapi mengingat kejadian kemarin, suasana hatinya kembali menjadi galau.
Randika dapat merasakan bahwa kata-katanya yang manis barusan telah berhasil, dia harus menyerang mumpung masih bisa. "Bagaimana kalau hari ini kita pergi main, kebetulan aku ada waktu luang! Kamu mau pergi ke mana, kakak akan menemanimu ke mana pun!"
"Siapa memangnya yang mau pergi?" Kata Hannah sambil cemberut.
Randika hanya bisa tersenyum pahit. Ah… Malu-malu kucing? Dasar anak muda, kenapa kamu tidak mau jujur dengan perasaanmu!
"Yakin kamu tidak mau pergi? Aku dengar ada toko kue baru di mall dekat sini lho, katanya kuenya itu nomor 1 di kota!"
"Tidak mau." Hannah menatap Randika dan berkata dengan nada dingin. "Apa kakak berusaha menyuapku?"
"Menyuapmu?" Randika terlihat bingung. "Buat apa aku menyuapmu? Kamu sudah besar bukan?"
Hannah menatap Randika dengan tatapan bingung. Di dalam hatinya sekarang banyak pertanyaan buat kakak iparnya ini, akhirnya dia pun bertanya. "Kak, apa kakak lupa kejadian kemarin malam?"
"Kemarin malam?"
Dengan aktingnya yang bisa meraih piala Oscar, Randika memasang wajah kebingungan.
"Memangnya ada apa kemarin malam?" Tanya Randika.
"Apa kakak benar-benar lupa atau sedang berpura-pura?" Hannah menatap tajam pada kedua bola mata Randika, seolah-olah berusaha melihat apakah Randika berpura-pura atau tidak.
"Aku benar-benar tidak ingat." Kata Randika dengan tatapan mata tidak bersalah. "Jujur aja ingatanku sedikit kabur karena kebanyakan minum kemarin malam jadi aku tidak tahu mana yang benar."
Hannah menatapnya curiga, dia tidak tahu apakah Randika pura-pura atau tidak.
Karena mereka berdua sudah kenal begitu lama, Hannah sangat paham dengan sifat kakak iparnya ini. Selama ini Hannah menganggap Randika adalah serigala berbulu domba, benar-benar orang yang licik!
Randika masih memasang wajah polosnya. "Kalau begitu tolong ceritakan apa yang sebenarnya terjadi tadi malam."
Kamu ingin aku yang bercerita?
Kedua mata Hannah terbelalak. Yang benar saja!
Apa kakak iparnya ini ingin dirinya bercerita bahwa dia melamar dirinya, kakaknya dan Viona? Terlebih lagi, dia telah mencium kami semua dengan paksa!
Ketika memikirkan hal ini, Hannah menjadi panik dan dia tidak tahu harus berbuat apa.
Pada saat ini, Inggrid tiba-tiba keluar dari arah dapur. Dengan nada dingin, dia berkata pada Randika. "Cepat makan."
Randika lalu menatap istrinya yang cantik itu duduk di meja makan, entah kenapa dia merasa ada yang aneh hari ini. Kenapa istrinya terlihat dingin begitu?
Akting Randika kemarin malam itu benar-benar sempurna dan tanpa cela, tetapi Inggrid merasa ada sesuatu yang ganjil dengan tindakan Randika kemarin.
"Wah makanannya terlihat lezat semua! Istriku makin pandai memasak, aku benar-benar bangga sama kamu!" Randika dengan cepat duduk dan mengambil sayur bening.
"Wih istriku ternyata sekarang bisa masak pepes ikan! Benar-benar hebat! Bumbu-bumbunya pas dan lezat, bisa-bisa aku habis 10 kg nasi!" Randika terus memuji masakan Inggrid.
Kali ini Hannah menatap tajam ke arah Randika.
Randika menyadari tatapan adik iparnya ini dan mengerutkan dahinya. Apa ada yang salah?
Randika lalu melirik ke arah Inggrid yang mukanya benar-benar cemberut. "Pepes ikan itu aku beli di pasar."
Uhuk, uhuk, uhuk!
Randika hampir saja tersedak.
"Pfft!!"
Hannah berusaha menahan ketawanya itu dengan menutup mulutnya. Ketika dia menyadari tatapan Randika, Hannah langsung memasang wajah serius. "Sudah cepat makan, main lirik terus."
"Kenapa kok hari ini kamu begitu marah sama aku Han?" Randika pura-pura terlihat sedih. "Apa aku berbuat salah padamu?"
"Kamu ini bodoh atau apa? Sudah jelas kita semua marah sama kamu gara-gara kemarin!" Kata Inggrid.
"Sayang, aku benar-benar lupa dengan kejadian kemarin. Memangnya aku berbuat apa sampai kalian berdua marah sama aku?" Randika menatap Inggrid.
Hannah yang mendengar ini ingin muntah darah, kulit kakak iparnya ini benar-benar tebal.
Namun, wajah Inggrid tidak ada perubahan. Dia hanya berkata dengan nada dingin. "Cepat makan."
Mendengar respon yang seperti itu, Randika hanya bisa menurutinya. Sialan, apa aktingnya itu terbongkar? Tidak, tidak, tidak mungkin!
Sejak Randika dan Inggrid berhubungan badan selayaknya suami istri, karakter istrinya ini berubah menjadi pribadi yang lembut. Namun hari ini sifat istrinya itu benar-benar dingin. Seolah-olah Inggrid Elina di hadapannya saat ini sama dengan ketika mereka berdua bertemu.
Tujuan utamanya adalah membuat Inggrid kembali seperti sedia kala, ini semua demi kehidupan ranjang mereka berdua!
Namun ketika Randika ingin berbicara, Inggrid berkata duluan. "Aku ada beberapa sampel parfum yang harus departemen parfum kembangkan, hari ini aku butuh bantuanmu agar proses produksinya bisa berjalan dengan cepat."
"Tidak masalah." Kata Randika sambil membusungkan dadanya.
"Kak Randika ini benar-benar genit, inginnya menyenangkan hati semua perempuan." Kata Hannah sambil menggerutu.
"Maksudmu apa?" Randika merasa tersinggung.
Melihat Hannah dan Randika mulai bertengkar lagi, Inggrid hanya berkata dengan nada dingin. "Apa kalian tahu bahwa di meja makan itu tidak boleh bertengkar? Memangnya umur berapa kalian sampai-sampai bertingkah kayak anak kecil begini."
"Kak, aku memang masih kecil kan?" Kata Hannah sambil tersenyum.
"Sayang, aku juga masih kecil!" Kata Randika dengan wajah memelas.
"Bicara apa kamu ini? Rambut penuh uban itu sok kayak anak kecil." Kata Inggrid dengan nada marah.
"Aku kan memang masih kecil, aku juga haus kasih sayang dari istriku." Kata Randika.
Hannah menatap jijik pada kakak iparnya.
Inggrid benar-benar kehabisan kata-kata, dia terdiam dan melanjutkan sarapannya.
Setelah sarapan, Randika dan Inggrid langsung masuk ke mobil mereka.
"Lho mana pak supir?" Tanya Randika ketika melihat Inggrid hendak duduk di kursi pengemudi.
"Dia sedang cuti." Kata Inggrid sambil membanting pintu mobilnya.
Setelah membuka dan menutup gerbang rumahnya, Randika duduk di samping Inggrid. Pada saat ini, istrinya itu memakai jas dan rok berwarna hitam dengan kalung berwarna ungu. Penampilannya begitu menawan karena ditambah dengan stocking hitam yang menutupi seluruh kakinya.
Dengan rambut yang terurai, wajah istrinya ini benar-benar cantik meskipun dilihat dari samping. Lipstik merahnya itu menggoyahkan imannya.
Randika makin cinta ketika sinar matahari yang hangat itu menyinari wajah istrinya, seolah-olah langit telah memberikan malaikatnya pada dirinya. Randika sudah tidak sabar lagi.
Randika mulai menaruh tangannya di atas paha Inggrid dan berusaha melepaskan stockingnya. Setelah merasakan kelembutan paha istrinya, dia tidak ingin melepaskannya.
"Jangan aneh-aneh, aku sedang menyetir." Inggrid langsung menampar tangan Randika.
"Hahaha cuma sedikit saja kok." Randika kemudian kembali menaruh tangannya. Sedangkan Inggrid hanya bisa menghela napasnya dan menyetir dengan wajah cemberut.
"Sayang, kamu benar-benar cantik." Puji Randika.
"Aku yakin kamu mengatakannya itu pada semua perempuan." Kata Inggrid.
Mendengar kata-kata ini, Randika merasa ada yang aneh. Apakah benar aktingnya ini ketahuan oleh Inggrid?
"Sayang, kemarin malam itu…" Randika terlihat ragu-ragu. "Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Kamu benar-benar tidak tahu?" Kata Inggrid dengan nada dingin.
"Aku minum terlalu banyak, aku benar-benar tidak ingat apa pun." Randika menggaruk-garuk kepalanya, menunjukan bahwa dia terlihat bingung.
Inggrid lalu membalas setelah terdiam cukup lama. "Tidak terjadi apa-apa."
Tidak terjadi apa-apa?
Mendengar respon istrinya yang seperti itu, Randika tidak tahu harus membalas apa.
Mungkin cara paling sederhana adalah cara yang paling tepat.
Randika kembali bermain dengan tangannya, tangannya mulai menyusup ke dalam stocking Inggrid. Awalnya paha Inggrid itu terbungkus oleh stocking tetapi berkat Randika, paha putihnya itu kembali terungkap. Dan tangannya mulai masuk ke gua milik Inggrid.
"Jangan aneh-aneh." Kata Inggrid dengan wajah yang sedikit memerah.
Randika menatap wajah istrinya, dia masih ingin meneruskannya. Dan ketika ada lampu merah, mobil mereka berhenti total.
Memanfaatkan kesempatan ini, Randika langsung memeluk leher Inggrid dan menciumnya.
Kelembutan bibir Inggrid membuat Randika terpana dan tidak ingin berpisah. Pada saat yang sama, tangannya berenang-renang di dada Inggrid. Dalam sekejap, Inggrid merasa tubuhnya itu kehilangan tenaganya.
"Jangan." Wajah Inggrid terlihat malu. "Kita masih di dalam mobil."
"Kalau begitu malam nanti?" Bisik Randika di telinga Inggrid.
Inggrid lalu menatap Randika dan memalingkan wajahnya. "Memangnya aku punya pilihan lain?"
Mendengar jawaban itu, Randika hanya tertawa. Tetapi di dalam hatinya, Randika benar-benar lega. Sepertinya Inggrid tidak mengetahui aktingnya ini, kalau dia benar-benar tahu bisa-bisa situasinya bertambah buruk!