Setelah mengantar Hannah dengan selamat, Randika sudah berjalan kembali menuju perusahaannya.
Tidak butuh waktu lama bagi Randika untuk mencapai kembali ke gedung perusahaannya.
Saat hampir sampai, Randika tiba-tiba melihat sosok yang familier. Randika langsung tersenyum lebar ketika melihat perempuan tersebut.
Meskipun hari ini dia tidak memakai stocking hitamnya yang ketat itu, hari ini dia memakai jeans yang super pendek. Tubuh indahnya itu dapat terlihat jelas dipadu dengan rambut panjangnya yang terurai. Sudah jelas bahwa Elva tetap cantik seperti biasanya.
Yang Randika heran adalah kenapa dia selalu mengikat dadanya hingga tampak kecil seperti itu.
Randika merasa bahwa hal ini sangat disayangkan. Elva memiliki dada yang besar dengan tubuh yang indah, kenapa dia harus menyembunyikannya? Kenapa menutupi keindahan dunia sampai sedemikian rupa? Bukankah kecantikan seharusnya dikagumi?
Untuk memperbaiki pola pikirnya, Randika merasa harus membantunya.
Jadi Randika memutuskan untuk duduk di seberang Elva berada.
Namun, ketika jarak pandang Elva tertutup oleh Randika, dia langsung menggeser tempat duduknya.
Sialan, dia jual mahal?
Melihat Elva yang menggeser kursinya, Randika juga ikut menggeser. Hal ini membuat Elva mengerutkan dahinya, dia langsung menggeser kursinya ke arah berlawanan. Tetapi, Randika kembali mengikutinya.
Pada saat ini, darah Elva sudah mendidih. Kenapa pria ini tiba-tiba datang mengganggu dirinya?
Ketika dia menatap wajah Randika, dia hanya bisa melihat pria ini tersenyum pada dirinya. Dalam sekejap, Elva merasa ingin meninju wajah tersebut.
"Jadi di mana targetnya?" Kata Randika sambil menahan dagunya dengan tangannya. Randika melihat gelas yang di depan Elva, dia lalu meminum minuman yang dipesan oleh Elva.
"Buat apa aku memberitahumu." Kata Elva dengan nada dingin, dia benar-benar kehabisan kata-kata dengan sifat Randika yang tidak tahu malu itu.
Randika menoleh ke belakang. Dia mulai memeriksa sekelilingnya, akhirnya dia menyadari siapa yang Elva buntuti.
Orang itu masih muda dan memakai topi serta kacamata hitam, yang membuatnya mencolok adalah dia dikelilingi oleh orang asing. Meja mereka cukup jauh dari tempat Randika dan Elva berada.
"Oh ya, apa kamu akhir-akhir ini melihat Safira?" Tanya Randika.
"Dia sibuk dengan pekerjaannya, apa kamu pikir kita sebebas kamu?" Kata Elva, tetapi tatapan matanya itu tidak tertuju pada Randika melainkan pada targetnya.
Randika berniat untuk bertanya beberapa hal lagi tetapi tiba-tiba Elva menyadari bahwa targetnya kali ini hendak pergi. Dalam sekejap dia berdiri dan berjalan mengikuti targetnya.
Randika hanya bisa menghela napas melihat Elva yang pergi begitu saja, tetapi suasana hatinya masih dalam keadaan baik. Dia kembali mengambil gelas minuman Elva dan meminumnya dari sedotan bekas Elva. Inikah yang dinamakan ciuman secara tidak langsung?
Selama ini merupakan bekas dari perempuan cantik, Randika sama sekali tidak mempermasalahkannya.
Ketika dia selesai menghabiskannya, pada saat yang bersamaan, seorang pelayan datang dan berkata sambil tersenyum. "Siang pak, ini tagihannya. Totalnya 50 ribu."
Randika benar-benar terkejut, dia menatap gelas yang dipegangnya itu dan bertanya dengan wajah bingung. "Minuman ini belum dibayar?"
"Belum pak, tadi ibunya yang baru saja pergi itu bilang bahwa bapak yang membayar." Kata pelayan itu sambil tersenyum ramah.
Menghadapi kenyataan seperti ini membuat Randika sedih setengah mati.
Setelah meninggalkan cafe, Randika kembali menuju gedung perusahaannya. Gedung perusahaan lamanya itu masih dalam renovasi dan progressnya sangat cepat. Jika semuanya berjalan lancar, perusahaan istrinya itu bisa kembali ke gedung lamanya dalam beberapa bulan lagi.
Ketika Randika sampai di depan pintu laboratoriumnya, dia berhenti dan tidak masuk ke dalam. Dia dapat mendengar bahwa para bawahannya itu sedang bergosip.
"Hei, kamu ikut atau tidak?" Lelaki muda bernama Adrian bertanya dengan semangatnya.
"Aku aslinya ingin ikut tetapi coba kamu lihat lengan dan kakiku yang kurus ini. Lagipula aku kan orang kantoran, mana mungkin aku mampu mengikuti kompetisi itu?" Jawab temannya sambil tersenyum pahit.
"Sayang sekali, padahal hadiahnya 50 juta lho." Jawab temannya yang lain. "Jika departemen kita mau ikut kompetisi ini atas nama perusahaan kita dan juara 1, setidaknya kita bisa bagi-bagi hadiahnya itu."
"Tetapi setahuku, bahkan jika kita ingin ikut lombanya, kita harus minta ijin ke atasan lho. Mana mungkin setan itu mengijinkan kita." Jawab laki-laki bernama Axel.
Pada saat ini, Kelvin tiba-tiba masuk ke dalam laboratorium dan berkata dengan santai. "Aku tidak masalah mengijinkan kalian, asalkan kalian menang dan mengharumkan nama perusahaan kita. Uangnya ambil saja dan bagi-bagi untuk kalian."
Kerumunan orang ini terdiam ketika menyadari bos mereka itu tiba-tiba datang. Namun setelah Kelvin pergi, mereka semua menghembuskan napas lega.
"Aduh untung saja pak Kelvin tidak marah kita malas-malasan gini. Kamu juga bodoh sekali menyebut nama pak Kelvin." Semuanya tertawa pada Axel. Ketika Kelvin tiba-tiba muncul, Axel sudah seperti anak SD yang ketakutan.
Axel menatap teman-temannya itu dengan tatapan tajam, bisa-bisanya mereka tertawa di saat dirinya ketakutan seperti itu. Dia benar-benar kehabisan kata-kata, bukankah biasanya kalian menyebut Kelvin sebagai setan juga?
Pada saat ini Randika masuk dan langsung duduk di kursinya.
"Oh? Pak Randika sudah kembali?" Semua orang langsung tersenyum. "Pak, simpanan bapak yang mana lagi yang kangen dengan pak Randika? Kok tumben tidak sampai malam keluarnya?"
"Sudah sana kerja lagi." Randika mengibaskan tangannya dan mengusir mereka. Tetapi pikirannya itu masih terpaku dengan obrolan mereka tadi. "Jadi yang kalian sebut setan itu termasuk aku?"
"Hahaha tentu saja tidak pak, yang kami maksud adalah satunya saja kok!" Kata Adrian sambil tertawa.
"Benar, mana mungkin kita membenci pak Randika?" Axel juga ikut menambahkan. Kedua orang ini merupakan orang yang paling aktif di departemen ini.
"Benar pak, kita tidak mungkin mengatai pak Randika seperti itu. Kami semua menyukai bapak kok." Kata salah satu perempuan.
Randika kehabisan kata-kata, mereka semua ini terlalu jujur dengan perasaan mereka.
"Sudah jangan memujiku terus, tadi aku dengar tentang 50 juta itu apaan?" Tanya Randika.
"Jadi baru-baru ini, kota kita menyebarkan berita bahwa akan lomba renang antara perusahaan. Dan juara 1 akan mendapatkan 50 juta rupiah sebagai imbalannya." Jawab Adrian.
Randika mengangguk, ternyata mereka sedang berdiskusi mau ikut atau tidak.
"Setelah mendapatkan ijin dari pak Kelvin, kita boleh ikut dan uangnya boleh kita ambil sendiri lho pak! Demi kejayaan perusahaan kita, kita harus menang!" Kata Adrian dengan semangat.
"Bagus, bagus." Randika ikut senang. "Kalau begitu departemen kita harus ikut, nanti uangnya kita bagi-bagi sama-sama."
Orang-orang menjadi bersemangat. "Tentu saja!��
Sebagai karyawan dari sebuah perusahaan, mendengar kata bonus merupakan simfoni bagi mereka. Per bulan mereka akan mendapatkan gaji UMR yaitu sekitar 4-5 juta. Mendengar mereka akan mendapatkan 50 juta, siapa memangnya yang tidak akan bersemangat?
"Pak, hari ini ada seleksi internal di perusahaan kita untuk menentukan siapa yang akan mewakili perusahaan. Ayo cepat kita berangkat ke sana." Kata Axel.
"Baiklah." Randika langsung berdiri.
Jadi beberapa orang langsung mengikuti Randika dan berangkat menuju kolam renang!
Di era modern seperti ini, aktivitas orang-orang semuanya diadakan di dalam gedung. Selain sarana gym, kantin, ruang istirahat, gedung perusahaan Cendrawasih yang baru ini memiliki kolam renang di lantai teratas mereka.
"Wah penuh sekali! Ternyata banyak yang tertarik untuk ikut ya." Kata Randika ketika melihat puluhan orang yang memenuhi pinggir kolam renang ini.
"Tapi kebanyakan pasti cuma ingin bolos kerja pak, aku rasa pesertanya cuma sekitar 20 orang kok pak." Kata Adrian.
"Hahaha sepertinya mewakili perusahaan kita sepertinya tidak akan berjalan dengan mudah."
Bukan hanya departemen parfum saja yang tertarik untuk mencoba, seluruh departemen bersemangat ketika mendengar perlombaan ini.
Terlebih lagi, banyak perempuan yang ikut!
Perempuan-perempuan ini memakai bikini! Mata Randika langsung berbinar-binar dalam sekejap.
Kenapa dia tidak menyadari banyak bunga cantik di perusahaannya sebelumnya?
Sepertinya dia belum menjelajahi perusahaan miliknya ini dengan benar. Dan sekarang sepertinya merupakan waktu yang tepat untuk berkenalan dengan mereka!