"Sayang kamu kenapa?"
Inggrid memandangi jendela sambil berpikir, tiba-tiba ada suara dari belakang yang mengejutkannya. Kemudian kedua tangan orang tersebut langsung merangkulnya dengan cepat, tujuannya adalah kedua dada miliknya itu.
Inggrid menampar dan mendorong tangan Randika sambil mengatakan. "Jangan aneh-aneh, ini di kantor."
Randika tidak meneruskan, dia hanya berkata sambil tersenyum. "Apa kamu malu jika ketahuan orang-orang?"
Inggrid menatapnya tajam.
Randika lalu menaruh tangannya di punggung Inggrid dan membelainya. Dia dapat merasakan punggung indah istrinya itu dari balik pakaiannya. Tentu saja, jika dia berhasil melepas pakaiannya jelas lebih nikmat lagi.
"Sayang, apa kamu cemburu?" Randika berbisik di telinganya. Inggrid benar-benar mencintai suaminya ini. Meskipun hubungan mereka berawal dari sebuah kebohongan, hubungan mereka sekarang sudah jelas dan menerima satu sama lain. Setiap hari dilaluinya bersama Randika, semakin cinta dirinya padanya. Sedangkan bagi Randika, istrinya satu ini tiap mari makin cantik. Seolah-olah istrinya ini menyihir dirinya agar makin menyayangi sampai maut memisahkan.
"Cemburu? Kenapa aku harus cemburu sama karyawanku?" Senyuman Inggrid ini mengandung rasa cemburu dan sedihnya. Dia melepaskan pelukan Randika karena dia masih bisa mencium parfum perempuan lain itu.
"Aku hanya khawatir kamu terlalu banyak mempermainkan bawahanku, tolong jangan terlalu kelewatan." Inggrid lalu merapikan baju Randika yang berantakan itu.
Kejadian kecil ini mungkin terlihat biasa-biasa saja, tetapi hal ini membuat Randika terasa hangat. Istrinya ini benar-benar perhatian padanya.
"Kalau kamu ingin melakukannya, bawa mereka ke tempat sepi. Di dekat sini ada hotel bukan?" Tambah Inggrid dengan nada yang lembut.
Ketika mendengar hal ini, Randika benar-benar gembira. Sepertinya pola pikir istrinya ini sudah terbuka. Sepertinya istri pertamanya ini telah setuju dengan rencana haremnya!
Tetapi sebelum Randika meluapkan kegembiraannya, Inggrid menambahkan. "Tetapi jika kamu benar-benar melakukannya, aku akan membantumu membereskannya."
Membantuku?
Randika terlihat bingung.
"Sayang, maksudmu apa?" Tanya Randika.
"Tentu saja aku akan membereskan burungmu itu agar tidak bisa bermain-main lagi. Memangnya ada cara lain biar kamu tidak selingkuh?" Inggrid hanya tersenyum lebar. Dalam sekejap, Randika merinding seluruh badan.
Ternyata impiannya itu masih sangat jauh.
Suasana hati Randika menjadi muram, tetapi entah kenapa dia merasa terangsang melihat sisi sadis istrinya ini. "Kalau begitu, biarkan burungku ini memuaskan dirimu dulu."
"Hush!" Wajah Inggrid langsung menjadi merah, sebelum dia bisa mengusir Randika, bibirnya itu sudah diblokir oleh Randika.
Mereka berdua suami istri jadi sebuah ciuman tidak ada salahnya bukan?
Setelah membuat istrinya yang memberontak ini terangsang, di ruangan tertutup ini, Randika mendorongnya ke jendela. Dengan satu sapuan, Randika berhasil membuka gembok milik istrinya itu dan memasukan kunci miliknya.
...…..
Setelah berhubungan badan dengan istrinya, Randika merasa segar dan bersemangat. Ketika dia masuk kembali ke laboratoriumnya, wajahnya tersenyum lebar.
Melakukannya di ruangan istrinya itu menambah sensasi mendebarkan yang cukup menyenangkan, apalagi sifat istrinya di kantor itu berbeda dengan di rumah.
Di lain sisi, seleksi internal untuk lomba renang kota itu akhirnya telah selesai. Mengenai hal ini, Randika sama sekali tidak peduli. Apabila dirinya terpilih, dia tinggal menggunakan kewenangannya untuk mengundurkan diri. Hadiah kecil semacam itu tidak membuatnya bersemangat sama sekali.
Setelah bekerja seharian penuh, akhirnya Randika dan Inggrid pulang bersama-sama ketika jam pulang kerja.
Di dalam mobil, tangan Randika sama sekali tidak bisa berhenti bergerak. Tangannya terus menerus meraba Inggrid. Setelah sekian lama, Inggrid sudah terbiasa dan terus mengemudikan mobilnya.
Sesampainya di rumah, sifat dingin Inggrid itu langsung berubah menjadi istri yang penyayang.
"Selamat datang kembali nona dan nak Randika." Ibu Ipah menatap keduanya sambil tersenyum. Dia sekarang sedang sibuk memasak di dapur.
"Hmm harum sekali masakannya, hari ini masak apa bu?" Randika dengan ceria membalas sapaan Ibu Ipah.
"Hahaha ini masakan spesialis punya ibu. Nanti nak Randika pasti menyukainya." Balas Ibu Ipah.
Ketika Inggrid mendengar ini, dia juga tersenyum. "Bu, biarkan aku membantumu."
"Sudah nona duduk saja, serahkan makan malam ini pada ibu." Kata Ibu Ipah.
"Tidak apa-apa kok bu." Inggrid sudah memakai celemek memasaknya dan bergabung di dapur. Dia yang sekarang sudah tergila-gila dengan memasak. Ketika dia melihat Ibu Ipah memasak, baginya ini adalah kesempatan untuk belajar.
Kemampuan memasak Inggrid sudah sangat membaik. Kalau diumpamakan dengan olahraga basket, dia yang awalnya baru saja belajar dribel bola itu sudah berhasil melakukan dunk dengan sangat hebat.
Randika sendiri duduk dengan santai di sofa sambil menonton TV. Tidak lupa dia mengambil coca cola di lemari es dan bersandar di sofa.
Kehidupan santai seperti ini merupakan kehidupan idamannya.
Randika benar-benar merasakan kedamaian karena hari ini tidak ada Hannah. Jika adik iparnya itu ada di sini, kehidupannya benar-benar mirip dengan neraka. Ketika dia barusan saja berpikir seperti itu, pintu rumahnya itu tiba-tiba terbuka dan muncul sosok Hannah yang bersemangat.
"Kak Randika, kak Randika!"
Hannah memanggil Randika dengan semangat, dia lalu menghampiri Randika yang duduk di sofa.
Sialan, tidakkah kamu membiarkanku menikmati malam yang indah ini dengan damai?
Randika hanya bisa tersenyum pahit melihat Hannah duduk di sampingnya.
"Han, apa kamu barusan menang lotere lagi?"
"Bukan, bukan, tadi aku bertemu dengan Roberto." Kata Hannah dengan semangat.
Mendengar nama Roberto, hati Randika mengepal dan dia mengerutkan dahinya.
"Oh? Kenapa dia?" Tanya Randika sambil tersenyum, dalam hati dia sudah menahan amarahnya.
Di sisi lain, Inggrid tertawa kecil ketika melihat sosok adiknya yang bersemangat itu.
"Jadi, jadi, tadi kan ada pertunjukan drama dari siswa internasional, kita semua tidak menyangka Roberto yang atletis itu ikut. Ya ampun kak, seharusnya kakak lihat betapa kerennya dia tadi!" Hannah terlihat terkagum-kagum saat menceritakan Roberto.
"Terus?" Randika masih mendengarkan dengan seksama.
"Dia terlihat tampan saat memakai kostumnya, bahkan dia juga terlihat gagah ketika berdiri saja!" Hannah benar-benar tersihir oleh sosok Roberto.
"Jadi dia keren cuma karena terlihat tampan gitu doang?" Randika menguap dan bersandar kembali di sofanya.
Hannah menyadari itu dan mendengus dingin. "Yang paling mengejutkan adalah ketika dia menyanyi, suaranya itu seperti…."
Hannah terlihat kesusahan memikirkan kata-kata yang tepat, kosakatanya memang kurang.
"Kambing?" Kata Randika sambil tertawa.
"KAK! Mana mungkin suaranya dia seperti kambing! Pokoknya suaranya bagus!" Hannah memukul Randika.
Randika hanya menggelengkan kepalanya secara diam-diam. Apa enaknya mendengarkan orang nyanyi? Lebih enak duduk dan merangkul cewek bukan? Bahkan jika Roberto mau adu nyanyi dengannya, suara merdu Randika pasti menang!
"Setelah menyanyi, Roberto juga menari. Tidak ada yang menyangka dia akan selincah itu jadi semua orang menjadi heboh tadi." Di kedua bola mata Hannah bisa terlihat dua bintang yang sedang berpijar. Sepertinya dia masih terpukau oleh pertunjukkan Roberto tadi.
Tetapi tiba-tiba, suara kakak iparnya ini menyadarkan dirinya. "Han, sepertinya kamu itu tergila-gila sama orang yang salah. Seharusnya kamu tergila-gila denganku kan?"
Hannah menatap tajam pada Randika. "Kak, Roberto itu tampan dan berbakat, mana bisa dibandingin dengan kak Randika yang malas!"
"Dia bisa menari, menyanyi, atletis, dan tahu tidak, dia juga bisa bermain piano!" Hannah bersemangat lagi. "Aku benar-benar kaget dia sampai bisa main piano, benar-benar lelaki yang luar biasa."
Hannah terlihat dilemma dan melankolis, wajahnya benar-benar menunjukan bahwa dia sedang jatuh cinta. "Ah… dia benar-benar sempurna. Apakah dia pangeran hidupku?"
Inggrid yang ada di dalam dapur lumayan terkejut, dia belum pernah melihat adiknya membicarakan seorang laki-laki sejauh itu. Apakah orang bernama Roberto benar-benar luar biasa?
"Memangnya tampan doang bisa buat perutmu kenyang?" Sindir Randika.
"Kak!" Hannah menatap marah pada Randika. "Jangan menghina terus, Roberto itu orang yang baik hati. Terlebih lagi, dia pernah menyelamatkanku ketika pegangan tangga kantin sekolahku yang sedang kugenggam itu rusak. Kalau bukan karena dia, aku sudah ada di rumah sakit!"
Mendengar ini, Randika tiba-tiba memiliki firasat.
"Han, coba ceritakan kejadian itu secara detail."
"Waktu itu aku baru saja selesai makan dengan teman-temanku. Dan ketika kita mau turun dan masuk ke kelas, tiba-tiba pegangan tangga itu rusak dan aku kehilangan keseimbangan. Aku langsung terjun ke bawah. Kalau saja tidak ada Roberto, pasti aku sudah terbaring di rumah sakit." Kata Hannah sambil tersenyum.
Pegangan tangganya tiba-tiba rusak?
Randika memikirkannya lagi, bagaimana mungkin itu bisa rusak secara tiba-tiba?
Pada saat ini, Inggrid keluar dari dapur sambil membawa sepanci sup.
"Benarkah itu?"
Dalam sekejap, Hannah berlari dan memeluk kakak perempuannya itu. "Kak, kakak percaya sama aku kan? Kakak tidak kejam seperti kak Randika kan?"
"Hanya saja aku tidak percaya orang bisa menangkap orang yang jatuh dari tangga begitu mudah." Inggrid tersenyum. "Tetapi fakta bahwa dia telah menyelamatkanmu itu tidak berubah."
"Benar kak! Refleknya dia benar-benar hebat! Banyak perempuan di kampusku yang naksir sama dia." Balas Hannah.
"Han, kamu jangan manja sama istriku gini dong." Randika datang menghampiri dan memeluk pinggang Inggrid. "Lagipula, aku heran kamu masih menganggap orang itu sempurna. Bukankah di depanmu ini ada orang yang lebih hebat dan lebih sempurna daripada dia?"