Dalam sekejap semua perempuan ini setuju. Tetapi, mereka semua menyadari bahwa tatapan Roberto jatuh pada sosok Hannah.
"Baiklah kalau begitu." Hannah juga menyetujui ajakan Roberto.
Akhirnya grup perempuan dan laki-laki ini berjalan bersama-sama dan mengobrol bareng.
"Aku minta maaf sebelumnya." Roberto tersenyum, wajahnya terlihat tampan. "Bola yang aku tendang waktu itu hampir mengenaimu."
"Sudah tidak apa-apa." Hannah tersenyum. "Jika bukan karena insiden itu, kita tidak mungkin berkenalan."
"Benar juga." Roberto tersenyum kembali. "Tetapi waktu itu benar-benar berbahaya."
Setelah beberapa saat, suasana grup ini menjadi lebih rileks dan menyenangkan.
"Aku haus!" Pada saat ini, salah satu perempuan berseru. Setelah beberapa detik, Roberto berkata pada semua orang. "Sebentar, aku akan membelikanmu air."
Roberto berlari menuju kios makanan, setelah itu dia kembali dan membawa beberapa botol air.
"Wow, Roberto baik sekali membelikan kita!"
"Benar-benar jentelmen." Beberapa perempuan memuji Roberto. Lelaki itu hanya tersenyum dan memberikan mereka air satu per satu.
"Ini punyamu." Roberto memberikan sebotol air pada Hannah.
"Terima kasih." Hannah segera mengambilnya dan mengucapkan terima kasih. Dia segera membukanya dan meminumnya.
Melihat Hannah meminum airnya, Roberto berdiri di sisinya dan tersenyum hangat. Tetapi matanya memancarkan niat buruk yang pekat, khususnya ketika Hannah meminum airnya.
Namun, tatapan matanya itu hanya terjadi dalam sekejap, tidak ada yang menyadarinya.
Setelah berhenti sejenak, mereka semua mulai berjalan kembali menuju lantai atas.
"Hei, ayo kita main ke rumah hantu dulu." Kata salah satu perempuan dengan antusias, dia penggemar film horor dan tertarik dengan hantu.
Ajakan ini langsung disetujui oleh semua orang, hanya Hannah yang terlihat ragu-ragu. Dia telah berjanji pada Randika untuk menunggunya di depan pintu masuk mall. Kalau dia pergi sekarang, apakah kakak iparnya itu akan menyusulnya?
"Kalian pergi duluan saja, aku akan menyusul." Kata Hannah sambil meminta maaf.
Kata-kata Hannah ini membuat suasana menjadi canggung, tetapi senyuman Roberto memecah keheningan ini. "Aku akan menemaninya, kalian duluan saja."
Melihat kebaikan Roberto ini, semuanya akhirnya setuju untuk menemani Hannah sampai urusannya selesai.
Namun pada saat ini, ada suara yang berseru.
"Han, bukankah itu kakak iparmu?" Kata Stella.
Ketika Hannah menoleh, dia melihat sosok Randika yang baru saja datang.
Randika menatap Hannah dan teman-temannya lalu menghela napas, dia kira dia akan berduaan dengan Hannah. Namun, helaan napasnya itu berubah menjadi ekspresi terkejut ketika melihat Roberto.
Kamu juga di sini?
Hati Randika mengepal, tetapi dia tidak menunjukannya di wajahnya.
"Kak, kakak cepat sekali!" Hannah dengan cepat menarik Randika dan mengenalkannya kepada semua orang. "Ini kakak iparku namanya Randika. Tidak apa-apa kan dia ikut?"
"Tenang saja, makin ramai makin asyik." Salah satu lelaki berkata demikian.
"Lama tidak jumpa." Roberto mengulurkan tangannya sambil tersenyum. "Perkenalkan sekali lagi, namaku Roberto. Maafkan kesalahanku beberapa waktu yang lalu."
Randika menanggapi salam Roberto dengan hangat. "Tidak apa-apa."
Setelah perkenalan singkat ini, mereka semua pergi menuju rumah hantu yang berada di lantai atas.
Rumah hantu ini memakai sistem kereta rel jadi para pengunjung akan duduk di kereta berjalan selama di dalam. Sistem ini tidak kalah menakutkan dengan rumah hantu yang memakai sistem berjalan.
Teriakan ketakutan dan suara orang menangis membuat sekumpulan mahasiswa ini makin bersemangat.
Randika dan Hannah duduk bersama di bagian belakang sedangkan Roberto duduk di bagian depan bersama dengan temannya.
Selama perjalanan, Randika memperhatikan Roberto dengan seksama. Namun, dia tidak menemukan keanehan pada bocah satu itu.
Namun, Randika selalu gelisah dan tidak bisa tenang ketika melihat wajah Roberto. Samar-samar dia dapat merasakan firasat bahaya dari lelaki itu. Dia selalu merasa bahwa Roberto menyembunyikan sesuatu dari semua orang.
Randika mempercayai instingnya, terlebih lagi dia sangat familiar dengan wajah Roberto. Tetapi dia lupa pernah melihatnya di mana.
Atau ada seseorang yang mirip dengannya?
Pikiran Randika terus bekerja tanpa henti.
Setelah keluar dari rumah hantu, Hannah mengajak semuanya untuk bermain game bola basket dan semuanya setuju. Lagipula, di mall mewah seperti ini, setiap lantainya selalu dipenuhi oleh wanita-wanita cantik jadi Randika tidak keberatan.
Semuanya sekarang berjalan menuju game center sambil mengobrol dengan santai.
Sesampainya di sana, Roberto mengisi saldo kartu dan menawarkan untuk bermain komidi putar yang ada di dalam. Para lelaki menggunakan kesempatan ini untuk bermesraan dengan para perempuan.
Terlebih lagi, kebetulan jumlah lelaki dan perempuan sama banyaknya. Jadi setiap orang akan mendapatkan pasangan mereka masing-masing.
"Kak, ayo kita naik kuda yang itu." Hannah dengan cepat menarik Randika.
Naik kuda bersama?
Randika mengedipkan matanya, dia lalu menatap komidi putar tersebut. Rupanya teman-teman Hannah ini pada berpikiran terbuka semua, mereka mulai duduk bersama dengan para lelaki dan menaiki satu kuda tersebut bersama-sama.
Sepertinya para lelaki ini memiliki kesempatan dengan pasangan mereka masing-masing.
Main komidi putar di usia mereka bukanlah untuk bersenang-senang, kuncinya adalah bermain bersama dengan lawan jenismu.
Semuanya terlihat gembira, bahkan Stella terlihat asyik mengobrol sambil duduk berdempetan dengan lelaki lain.
Randika terbatuk dan menatap Hannah, dia berkata padanya. "Han, ini tidak bagus."
"Hah? Kenapa memangnya?" Hannah menoleh dan menatap Randika. "Kak, kenapa kakak selalu berpikiran mesum? Kita cuma ingin bermain dan bersenang-senang saja."
"Kamu kok tahu pikiranku?" Sambil menghela napas, dia berkata padanya. "Ya sudah, cepat duduk sini."
Randika langsung duduk di salah satu kuda. Dia menunjukan sisi atletisnya dengan meloncat secara indah dan duduk dengan gagah.
Hannah terlihat cemberut, karena dia ingin duduk di depan!
Tiba-tiba, komidi putar ini mulai bergerak dan Hannah mulai kehilangan keseimbangannya. Dalam sekejap, dia ditarik oleh tenaga yang kuat dan duduk di atas kuda bersama Randika.
Ketika dia duduk, wajahnya menjadi merah. Dia hanya duduk bersama dengan kakak iparnya, kenapa hatinya berdegup kencang?
Sekarang, kuda-kuda tersebut mulai bergerak naik turun. Randika dan Hannah benar-benar duduk sangat dekat, hampir menempel.
"Kak, munduran sedikit!" Karena saking dekatnya, Hannah merasa malu jika dilihat oleh teman-temannya. Namun, sebenarnya hatinya tidak tahan berdekatan dengan Randika.
"Sudah tenang saja, tidak ada yang curiga sama sekali kok." Randika berkata sambil tersenyum. "Kan lebih enak duduk berdekatan."
"Tidak mau, kak Randika terlalu dekat." Hannah mulai mendengus dingin.
Randika merasa tidak berdaya, kenapa adik iparnya ini tidak terpesona oleh dirinya?
Namun, karena kegigihan Hannah, Randika akhirnya mengalah dan memberi jarak di antara mereka.
Duduk seperti ini malah membuat Randika lebih memperhatikan leher putih milik Hannah. Pada saat yang sama, hati Randika mengepal karena dia bisa melihat dada besar Hannah yang gondal-gandul karena gerakan kuda yang naik turun.
Akhirnya secara perlahan dan menggunakan momentum dari kudanya, Randika berhasil melihat pakaian dalam yang dikenakan oleh Hannah.
Melihat buah terlarang ini, Randika hampir kehilangan kendalinya dan ingin menerjang ke arah Hannah pada saat ini juga.