Randika cukup terkejut ketika mendengarnya, berarti dia sudah bisa dipastikan tewas jika tidak memiliki kekuatan misterius di dalam tubuhnya?
Meskipun begitu, Randika sangat memahami betapa mengerikan konsekuensi kekuatan misterius ini untuk tubuhnya. Setiap dia memakainya, dia merasakan tubuhnya terbebani. Jika diumpamakan dalam game, setiap dia menyerang dengan kekuatan 1000, HP miliknya berkurang 800.
Jika dia tidak dapat menemukan cara untuk mengendalikannya, Randika takut bahwa suatu saat nanti, tubuhnya akan meledak dan dikuasai oleh kekuatan misteriusnya.
Elva masih asyik memakan pisangnya, sementara Randika terus bertanya. "Tetapi aku tidak menyangka kamu akan begitu khawatir denganku. Sebagai ucapan terima kasih, bagaimana kalau kita check in di hotel? Aku dengan senang hati memberikan kamu waktu terbaik di dalam hidupmu."
"Kamu masih bersikap mesum walaupun tubuhmu seperti ini?" Elva terlihat tersenyum tetapi di dalam hatinya amarahnya sudah memuncak.
"Tentu saja, apa kamu kira aku tidak bisa melakukannya? Mari kita buktikan, tetapi aku tidak yakin pertarungan kita akan selesai dalam 2 jam saja." Kata Randika dengan nada bangga.
"Oh ya?" Elva memperhatikan Randika dari atas hingga ke bawah. Randika memberikannya sebuah senyuman yang hangat. Tiba-tiba, Elva merasakan tanda bahaya dan berusaha menghindar.
Tetapi, gerakannya ini benar-benar terlalu lambat. Tangan kanan Randika berhasil menangkap pinggang Elva.
Tetapi ketika dia melakukannya, Randika sadar bahwa kecepatannya ini jauh lebih lambat daripada biasanya.
Randika yang teralihkan ini menjadi lengah, dia segera mengangkat tangan kirinya untuk mencegah serangan Elva.
Ujung jari Elva berhenti tepat di leher Randika, jika dia bergerak sedikit lagi, dia bisa membunuh Randika di tempat.
"Masih merasa kuat?" Elva menarik kembali tangannya. Wajahnya tanpa ekspresi tetapi darahnya itu sudah mendidih. Biasanya dialah yang menjadi korban, tetapi hari ini Randika lah yang menjadi mainannya.
Randika terlihat sedih dan lemas. "Pertarungan yang kumaksud bukan pertarungan yang seperti ini."
"Aku tidak peduli dengan maksudmu, kamu cuma pria lemah sekarang." Elva mendengus dingin.
Sialan!
Randika tidak merasa terhina, lagipula yang menghinanya adalah wanita cantik. Mungkin sesekali menjadi masokis tidak masalah.
Tetapi lain kali, dia akan merobek baju dan celananya, menalinya di atas tempat tidur dan bermain dengan tubuhnya semalaman.
Randika tertawa dalam hati ketika Elva tiba-tiba berkata. "Sejujurnya, kamu menghabisi keluarga Alfred di Jakarta kapan hari bukanlah langkah yang bagus."
Mata Randika berkedip. "Kamu tahu tentang masalah ini?"
"Hum." Elva mendengus dingin. "Arwah Garuda sudah mengawasimu sejak dulu, mustahil aku tidak informasi penting seperti ini."
Randika hanya tertawa, dia tidak menjawab sama sekali.
"Apa kamu tahu masalah apa yang kamu bawa?" Elva menatap tajam Randika.
"Aku tidak tahu." Kata Randika. Tetapi di dalam hatinya, dia merasa cuek. Kenapa memangnya membantai satu keluarga? Toh mereka yang cari gara-gara duluan.
Elva menghela napasnya. "Masalahnya kamu tidak membantai semua anggota keluarga Alfred. Tindakanmu itu hanya membawa masalah yang lebih besar."
Oh!?
Jadi yang dimaksud oleh Elva adalah Tom dan Anna yang masih buron itu?
Randika terlihat sedikit senang. "Jadi kamu diam-diam sudah membantuku?"
"Hum." Elva tidak menjawab, dia hanya menjelaskan. "Aku sudah mengatur orang untuk mengikuti Tom dan Anna. Aku akan memberitahumu ketika dia memasuki Indonesia lagi."
"Elva, kamu memang wanita cantik yang dermawan." Kata Randika dengan wajah serius.
"Apa?" Elva masih tidak berhenti mengambil buah yang ada di meja. Buah-buah ini dibeli Hannah untuknya, tetapi perempuan satu ini sudah menghabiskan hampir semuanya.
"Aku tahu bahwa kamu mencintaiku." Kata Randika. Elva hanya bisa membeku di tempat.
Wajah Elva langsung berubah menjadi marah dan tatapannya benar-benar tajam. ���Siapa yang memangnya suka sama kamu? Jangan jadi sentimental seperti it, jijik tahu!"
"Tetapi perhatianmu itu menurutku benar-benar spesial." Kata Randika sambil tersenyum. "Sejujurnya, aku juga sangat menyukaimu dari dulu. Aku suka pantatmu yang keras dan kencang itu, temperamenmu juga dingin dan keras bagaikan seorang ratu. Sepertinya, permainan BDSM cocok untuk kita!"
"Kamu ngomong apa?" Elva sudah naik darah, tetapi di dalam hatinya dia sudah panik.
"Kata-kataku sudah jelas. Aku hanya ingin kamu menjadi pacarku, kita bisa hidup bahagia bersama." Kata Randika dengan nada yang malu-malu.
"Berani sekali kamu menggodaku!" Elva dengan cepat menyerang Randika, hal ini membuat Randika sedikit takut.
"Stop, stop! Aku ini masih sakit tahu, jika lukaku tambah parah, kamu harus bertanggung jawab!" Teriak Randika.
"Hum." Elva mengambil kembali tangannya. Kali ini Randika tidak bisa berhenti ngomong. "Terkadang sikap cuekmu ini imut. Bahkan jika kamu ingin menyerangku, aku sarankan kamu memakai cambuk sambil meneteskan lilin di tubuhku. Sakit tapi enak!"
Elva merasa bahwa dia bisa menjadi gila jika terus-terusan berada di sini, dia langsung berkata. "Aku pergi!"
"Titip salamku pada Safira ya! Katakan aku baik-baik saja." Kata Randika.
Setelah Elva pergi, Randika kembali menghela napasnya. Hari ini benar-benar merupakan hari yang sial. Dia tidak menyangka dua perempuan cantik bisa lepas dari genggamannya. Harus aku apakan agar mereka mengerti perasaanku?
Pada saat ini, tiba-tiba HP Randika berbunyi.
"Ran, apa kamu hari ini bebas? Aku ada tiket konser nih, ayo pergi sama-sama." Kata Christina di balik telepon.
"Maaf, tapi aku lagi sakit dan dirawat di rumah sakit. Mungkin kamu bisa pergi sama temanmu yang lain?" Hati Randika tersenyum pahit.
Ketika mendengar hal ini, nada Christina langsung menjadi panik. "Apa? Kenapa kamu bisa dirawat di rumah sakit? Kamu sakit apa? Apakah kamu baik-baik saja? Cepat katakan rumah sakit mana, aku akan datang menjengukmu."
Pertanyaan yang bertubi-tubi ini membuat telinga Randika sakit, tetapi dia dapat merasakan kekhawatiran Christina dari balik telepon. Sepertinya Christina sudah sangat mencintainya.
"Kondisiku sudah baik-baik saja, seharusnya aku bisa pergi ke konser sama kamu setelah beberapa hari ke depan. Sebentar, sebentar, jangan-jangan konser yang kamu maksud tiba-tiba band rock ya?" Kata Randika sambil tertawa.
"Sudah cepat katakan rumah sakit yang mana." Christina tidak terpengaruh dengan pengalihan topik Randika.
"Apa kamu beneran mau datang?" Randika kehabisan kata-kata.
"Kamu sedang sakit, mana mungkin aku tidak menjengukmu!" Kata Christina dengan nada serius, dia lalu menambahkan. "Lagipula, aku pacarmu bukan?"
Pacar?
Hati Randika langsung menjadi bersemangat. Meskipun dia belum melakukan apa-apa pada Christina, hubungan mereka sudah pasti lebih dari teman. Dia tidak menyangka bahwa Christina sendiri yang menegaskan hubungan mereka.
Ketika dia memikirkan Viona, Randika menghela napas. Dia awalnya berpikir akan mendapatkan hati Viona terlebih dahulu, rupanya yang takluk duluan adalah Christina!
"Aku ada di Rumah Sakit Bunda Terkasih, rumah sakitnya ada di bagian timur kota." Randika juga memberitahu kamar nomor berapa dia berada. Setelah itu, Christina menutup teleponnya sambil mengatakan. "Tunggulah aku."