Chapter 13 - Sop tulang iga mengingatkan akan hal masa lalu

Hari  berikutnya,

Di pagi hari Silvia  sedang bersiap-siap untuk berangkat kuliah. Para pelayan sudah mempersiapkan beberapa pakaian untuk Silvia coba.

"Nona Silvia, Tuan Lu meminta anda untuk memakai pakaian yang telah Tuan pilihkan. Jika sudah, Turunlah untuk sarapan".  Bibi Yun keluar bersama para pelayan yang lain.

"Baik Bi, taruh di meja. Sebentar lagi aku akan turun".  Silvia mencoba pakaian dengan model atasan dan bawahan berwarna biru laut, berpadu dengan desain yang sederhana namun tetap elegan membuat Silvia terlihat lebih muda.

30 menit kemudian, Silvia turun dengan segala bawaannya menuju ruang makan. Dia memulai sarapan sendiri, dan teringat dengan Ludius yang selalu mengganggu nya ketika mereka sarapan bersama.

Terasa ada yang kurang. Tidak ku sangka, sarapan tanpa dirinya ternyata seperti ini. Terasa hampa...!.

Silvia teringat untuk membuat Sup tulang Iga, makanan yang selalu ibunya buat ketika dia sedang sakit. "Bi.. apakah di dapur ada persediaan daging?" tanya Silvia sembari melanjutkan sarapan.

"Bahan makanan selalu tersedia Nona, apakah Nona menginginkan sesuatu?"

"Aku hanya ingin membuat sup tulang Iga untuk Tuan Lu, sebelum aku ke kampus aku ingin menjenguk nya"

"Kebetulan, Tuan Lu memang menyukai sup Tulang Iga. Dan Bibi selalu mempunyai bahannya di dapur".  Silvia menyelesaikan sarapan nya dan beranjak menuju dapur. Di dapur, dia mulai meracik bumbu di bantu oleh seorang pelayan.

"Nona Silvia, apakah Nona sudah terbiasa memasak di rumah? Bagaimana Nona bisa mengenal Tuan Lu yang terkenal kejam itu?" Bisik pelayan.

"Aku memang sudah terbiasa memasak dari dulu. Tentang Tuan Lu yang kamu sebut kejam, mungkin kamu belum mengenal sisi lain darinya. Jadi, janganlah menilai seseorang dengan sebelah mata".

"Maaf Nona, saya tidak bermaksud menjelekkan Tuan Lu, saya hanya kasihan terhadap Nona".

"Waktu terus berjalan dan Takdir sudah ditetapkan oleh Sang Pencipta. Biarkan mengalir seperti ini, mungkin dengan cara ini Tuan Lu lebih bisa membuka mata dan hatinya yang tengah tertutup kabut".

Panjang lebar mereka berbicara dan akhirnya sup selesai di buat. Dan bersiap-siap menuju ke mobil. "Bibi Yun, aku berangkat dahulu" . Silvia menuju ke mobil untuk pergi menemui Ludius yang masih terbaring di rumah sakit.

***

Sesampainya di Rumah Sakit, Silvia langsung berjalan menuju ruangan di mana Ludius dirawat. Setibanya didepan kamar, dia melihat Xiang Zhu sudah berada disana sedang menemani Ludius sarapan.

"Permisi Nona Xiang.. Saya mengantar sup untuk Tuan Lu" Sapa Silvia yang berada di ambang pintu.

"Sayang… Lihatlah, pelayan mu telat membawakan mu sarapan. Dia adalah pelayan tidak berguna, mengapa kau masih memungutnya?" Xiang Zhu sengaja mempermalukan Silvia didepan Ludius.

"Maafkan saya Nona, Lain kali saya tidak akan melakukan kesalahan yang sama". Silvia tertunduk, mencoba menyembunyikan kesedihan nya melihat kedekatan mereka.

"Cukup Xiang..! Kau berani mempermalukan wanitaku di depan ku? Apa hak mu mengatakan itu, Lalu.. apa bedanya denganmu, Kau hanyalah wanita murahan yang mengatasnamakan wasiat hanya untuk mendekati ku. Sungguh Murahan..! Xiang,  Cepat pergi dari hadapanku sebelum kesabaran ku habis..! " Ludius terbakar emosi dengan perkataan Xiang, Xiang justru  memandang Silvia dengan tatapan penuh kebencian.

Sikap lain yang di tunjukkan Ludius pada Silvia sudah cukup membuat Xiang Zhu geram. Dia tidak menyangka bahwa Ludius akan jatuh cinta pada wanita seperti Silvia.

"Baik aku akan pergi, Ludius kau nikmati saja hidupmu hari ini dengan wanitamu…!". Xiang Zhu berjalan keluar dengan perasaan kesal dan marah. Dia sengaja menabrak Silvia hingga hampir terjatuh. Silvia berjalan mendekati Ludius dengan wajah tertunduk.

"Gadis kecil, jangan sembunyikan wajahmu dariku!". Menarik Silvia ke sisinya dan menegakkan wajahnya. "Apakah kamu sedang menangis Gadis kecil?". Wajah Silvia basah, dia memalingkan wajahnya untuk menghindari tatapan Ludius.

"Aku tidak menangis, buat apa aku menangisi hal yang tidak penting. Aku kemari untuk memberikan sup padamu Tuan. Kalau begitu, aku pergi kuliah dulu". Silvia berjalan keluar, namun langkahnya terhenti karena Ludius tidak melepaskan cekalannya.

"Hari ini aku sudah meminta izin kepada Dosen yang mengisi mata kuliahmu bahwa kamu tidak bisa masuk, dan mereka sudah memberi izin.  Jadi tidak ada alasan lagi untukmu pergi dari sini..!".

"Dasar licik, kenapa Tuan tidak membiarkan aku untuk pergi kuliah. Bukankah ada Nona Xiang yang menjagamu?".

"Bibi Yun mengatakan kalau kamu sudah membuatkan ku sup tulang Iga. Jadi, kenapa kamu tidak sekalian menyuapi ku Gadis kecil?" Goda Ludius.

"Tuan Ludius yang Terhormat..! anggota tubuh Tuan yang sakit itu tubuh Tuan bukan tangan. Apa perlu tangan Tuan ku buat terluka juga.?" Silvia membalas ledekan Ludius.

"Asalkan kamu mau merawatku sepanjang hidupmu, Lumpuh pun aku terima. Jadi, apa kamu masih mau pergi dari sisiku?".

'Ya Tuhan.. Orang ini ngeselin juga yah, selain tidak punya hati ternyata dia masih punya keahlian lain yaitu membuat orang kesal sama dia. Aku heran, kenapa masih banyak wanita yang tergila-gila pada orang aneh seperti dia?!'  Cibir Silvia dalam hati.

"Heh… Diam-diam ternyata kamu sedang memikirkan aku yah gadis kecil?" Mendengar Ludius yang selalu meledek, Silvia membuka tempat makan dan menyuapi Ludius paksa.

"Tuan… Lebih baik Tuan makan, agar fikiran yang ada di kepala Tuan tidak kosong karena terus mengatakan hal yang membuat orang kesal pada Tuan".  Saat Ludius menikmati sup nya. Dia teringat akan seseorang yang pernah membuatkan sup untuk nya dulu.

"Gadis kecil, dari mana kamu mendapatkan sup ini?". Tiba-tiba wajah Ludius berubah serius.

"Aku membuat nya sendiri. Ibuku yang mengajarkan aku cara membuatnya. Memangnya kenapa, Apa rasanya tidak enak?" Silvia bertanya-tanya dalam hati melihat ekspresi dari Ludius.

"Bukan seperti itu. Sup mu mengingatkanku dengan masakan seorang ibu yang selalu dia bawakan ketika aku masih kecil. Walau aku tidak tahu dimana dia sekarang, tapi rasa masakannya masih terasa jelas seperti buatanmu".

"Mungkin itu kebetulan. Aku dulu juga pernah tinggal di Sini, sebelum akhirnya pindah ke Indonesia".

Mendengar perkataan Silvia, Ludius sempat kaget. "Benarkah..! tepatnya, kapan kamu pernah tinggal di China?" Ludius ingin memastikan tentang apa yang dia fikirkan selama ini.

"Itu sudah lama, mungkin saat aku berumur 4 tahun. Ibu tidak pernah menyinggung masalah ini. Setiap aku bertanya ibu selalu diam".

'Kenapa begitu bersamaan?. Kalau cuma sekali mungkin itu kebetulan. Tapi apa ada kebetulan untuk yang kedua kali?'. Ludius ingin menanyakan lebih jauh lagi, tapi ia urungkan.