Perlahan Silvia membuka matanya, dia tersenyum orang pertama yang dia lihat adalah Ludius.
"Jangan pernah berkata untuk meninggalkanku setelah kamu merebut semua isi hatiku". Kata Silvia mengulangi ucapannya.
Ludius menggenggam erat tangan Silvia, dia mengecup tangan dingin itu dengan sepenuh hati.
"Sayang.. Aku selalu menempatkanmu dalam keadaan bahaya. Semakin kita dekat, maka bahaya akan selalu mengintaimu. Bahkan aku melukaimu dengan tanganku sendiri. Aku benar-benar tidak pantas untukmu".
"Tuan Lu, aku pernah mengatakan bahwa aku akan selalu di sampingmu untuk membantumu mendapatkan arti hidup dan keyakinanmu. Dan Itu berlaku untuk seumur hidup. Jadi jangan pernah mengatakan untuk meninggalkanku lagi, apalagi mengatakan kamu tidak pantas untukku". Kata Silvia masih dengan suara lirih.
Mendengar perkataan Silvia, perasaan Ludius bergetar. Dia seperti mendapat secercah cahaya hanya dengan sepatah kata dari Silvia.
"Sayang, maafkan aku. Tidak seharusnya aku mengatakan hal bodoh seperti tadi".
'Sayang.. Sebenarnya hatimu terbuat dari apa? Mengapa kamu bisa begitu tegar dalam menghadapi cobaan hidup?'. Tanya Ludius dalan hati.
Dari luar terdengar suara ketukan pintu. "Permisi Tuan.. Saya akan memeriksa kondisi Nona Silvia. Silahkan Tuan menunggu di luar". Dokter dan 2 orang suster masuk untuk memeriksa Silvia.
Ludius keluar dari ruangan Siilvia. Didepan ruang ICU sudah ada Julian yang datang tanpa Silvia ketahui. "Julian, bukankah kamu baru saja pulang. Cepat sekali kamu sudah sampai disini?".
"Aku adalah Kakak dari Silvia, wajar jika aku ada disini. Tuan Lu tidak ada hak untuk mempertanyakan untuk apa aku disini".
Perdebatan kecil yang mengusik di pagi hari membuat suasana sedikit memanas. Di saat itu Dokter Daniel keluar dari ruang ICU. "Bagaimana keadaan rahimnya Dok?". Tanya Julian
"Rahim? Memangnya apa yang sebenarnya terjadi pada Silvia?". Ludius yang belum mengetahui kondisi sebenarnya Silvia merasa heran dengan perkataan Julian.
"Begini Tuan Lu, peluru yang berada di perut Nona Silvia ternyata menembus rahimnya, dan kabar tidak baiknya adalah rahim Nona mengalami kerusakan cukup fatal. Cara terbaik untuk menghindaribhal terburuk adalah mengangkat rahimnya. Tapi Nona yang mengetahui itu melarang dan meminta untuk menjalani operasi biasa. Untuk saat ini kami berusaha untuk mengurangi presentasi infeksi sampai 0%".
'Rahimmu bermasalah, Sayang.. Semua ini karenaku? Bagaimana kamu akan menerima kenyataan ini? Aku benar-benar telah merusak masa depanmu'. Batin Ludius.
Penuturan dokter membuat Ludius memandang Julian dengan tatapan amarah meminta penjelasan "Julian! Kamu tahu kondisi Silvia yang sebenarnya dan tidak memberitahuku?. Kondisi sepenting ini kalian baru memberitahuku!".
"Tenang Tuan Lu, aku ingin memberitahumu. Tapi Tuan sedang menjalani operasi. Aku tahu ini memang berat, tapi Silvia telah memilih jalan ini. Seharusnya kita mensupportnya agar dia tidak patah semangat sebagai seorang wanita".
'Pria ini.. Kata-katanya ada benarnya juga. Seharusnya aku tidak mempermasalahkan keputusan yang Silvia ambil. Seharusnya aku mensupportnya'. batin Ludius.
LingLing dan Bibi Yun datang untuk menjenguk. "Tuan Julian, maaf kami meninggalkan anda sendiri untuk menjaga Nona Silvia semalaman". Kata Bibi Yun,
"Tidak perlu meminta maaf Bi, Silvia adalah adik saya. Sudah seharusnya saya menjaganya".
…..
Siang ini Silvia sudah di pindahkan ke ruang rawat karena kondisinya mulai stabil. Silvia sengaja di pindahkan satu ruangan dengan Ludius. Disana sudah ada LingLing yang menemani Silvia.
"LingLing, aku sangat merindukanmu. Bagaimana kabarmu?". Tanya Silvia dengan suaranya yang lemah
"Aku baik dan sehat seperti yang kamu lihat. Aku juga merindukanmu Silvia. Beberapa bulan tanpamu benar-benar seperti ada yang kurang". LingLing memegang tangan Silvia.
Find authorized novels in Webnovel,faster updates, better experience,
"Silvia, bagaimana kelanjutan asmara kalian? Kapan kalian akan menuju pelaminan?" Bisik Ling Ling.
"Ehm… Aku bisa dengar Lho..!". Ludius menyahut. Dia berjalan menghampiri Silvia dari ranjangnya.
"Eh, Tuan Lu!, aku sebagai sahabat Silvia meminta pertanggung jawabanmu untuk masa depannya. Kapan kamu akan melamar Silvia pada orang tuanya kembali, tentunya dengan kemantapan dan kesiapan. Tidak seperti dulu, tidak ada hujan tidak ada angin tiba-tiba melamar. Memang Tuan anggap sahabatku ini apa?".
"Sayang.. Apa kamu sudah membuka pintu hatimu yang terakhir untukku? Apakah aku sudah pantas untuk bersanding di sampingmu?". Tanya Ludius dengan senyum menggoda.
"Kalau itu tergantung, jawabannya ada pada tangan ibuku. Jika Tuan Lu bisa mendapat restu ibu, aku akan menyerah dan mengikuti apa kemauan Tuan, Bagaimana?".
"Apa kamu yakin hanya itu?. Baiklah.. Jika itu permintaanmu, dakam waktu dekat aku akan datang ke Indonesia untuk menjemput ibumu, Dan membawanya kemari. Setelah itu, jangan harap bisa kabur dariku lagi gadis kecil". Jawab Ludius dengan senyum jahilnya.
"Sepakat!".
"Ehm.. Jadi obat nyamuk memang tidak enak yah. Kalian mesra-mesraan, Apa kalian lupa masih ada aku disini?". LingLing menyela dengan senyuman.
"Bukannya kamu ada Bryan, Dimana kekasihmu itu Ling?" Tanya Ludius.
"Dia sedang ada di kantor. Sekarang dia menggantikan Ayahnya mengurus kantor dan mengabaikanku. Ingin sekali aku marah padanya, tapi apa daya.. Aku masih sayang". Kata LingLing dengan ekspresi kesalnya.
"Hahaha… sepertinya Bryan perlu belajar banyak dariku, Bagaimana untuk menyenangkan kekasih. Iya tidak Sayang?". Melirik ke arah Silvia.
"Pffft… kya.. Di cuekin, Mana..! Katanya menyenangkan kekasih. Dilihat dari manapun juga kamu belum menyenangkan hatinya. Dia masih menunggu perkataan penting darimu Tuan Lu. Pria payah! Tidak peka dengan perasaan wanita!".
Perkataan Ling Ling membuat Ludius merasa harga dirinya sebagai Laki-laki jatuh. "Heh.. Apa kamu bilang! Aku ini pria gantle dari semua pria. Tidak mungkin aku tidak tahu apa yanh diinginkan kekasihku. Iya kan sayang. please.. Katakan iya donk! Jangan buat harga diriku turun didepan gadis cerewet dan bawel sepertinya". Kata Ludius dengan tangan memohon.
Ekspresi Ludius yang menggaskan membuat Silvia tersenyum menahan tawa "Pfft… Tuan Lu, kamu tahu.. Ekspresimu saat ini benar-benar sangat menggemaskan. Boleh tidak aku cubit. Jarang-jarangkan liat ekspresi Tuan Lu yang seperti ini. LingLing, ayo cepat ambil beberapa gambar!".
Silvia mencubit pipi Ludius, sedangkan LingLing sibuk memotret mereka yang sedang berekspresi menggemaskan.