Setelah selesai mandi, Silvia mengambil Dressnya dan memakainya. Dia duduk didepan meja rias untuk sedikit merias diri. Tepat pukul 07.30 Silvia selesai merias diri. Dia mengambil tas mungilnya dan menaruh kartu serta ponselnya dalam tas. Disaat Silvia keluar dari kamar, di meja makan sudah tersedia sarapan Nasi goreng ala Tuan Ludius.
"Nasi goreng isi kornet, Benar-benar menggoda selera. Tuan Lu, kamu bangun jam berapa sepagi ini sudah menyiapkan sarapan untukku?. Sepertinya aku harus memberi sesuatu untuknya sebagai rasa terima kasih. Selama ini aku belum pernah memberinya apapun ". Silvia mengambil piring dan mengambil beberapa sendok nasi goreng. Dengan sedikit terburu-buru Silvia memakan Nasi gorengnya.
Drrrt.. Drrrt..
Ada suara dering telfon dari ponselnya. Sementara Silvia menghentikan makannya dan mengambil ponselnya yang ada di tas.
["Pagi Sayang.. Apa kamu sudah memakan sarapanmu? ". ]Tanya Ludius.
[ "Pagi juga Tuan Lu, Ehm.. Makasih sarapannya. Ini benar-benar enak… Ohya, sebagai tanda terima kasih, Tuan Lu menginginkan hadiah apa dariku? ". ]
[ "Sayang.. Kamu sudah dua tahun bersamaku masih tidak tahukah apa yang paling aku inginkan darimu? ". ]
[ "Tidak! soalnya dari dulu keinginanmu tidak pernah masuk akal. Habis ini aku mau ke Mall membeli bingkisan untuk anak panti, sekalian saja Tuan Lu ingin apa dariku? ". ]
[ "Bagaimana kalau aku menginginkanmu? ". ]
[ "Tuan Lu, kamu ini senang sekali mengatakan hal yang tidak masuk akal. Kalau kamu terus seperti itu, aku tutup telefonnya ". ] Kata Silvia ketus.
[ "Baiklah.. Aku tidak akan menggodamu lagi. 2 jam lagi aku jemput kamu ya Sayang, kutunggu hadiah yang kamu persiapkan untukku. See You Babe.. ". ]
Telfon terputus, Silvia memasukkan kembali ponselnya kedalam tas. Dia segera menyelesaikan sarapannya dan bergegas pergi.
Silvia keluar dari Apartement dan mencari mobil yang di tinggalkan Ludius. Didepan ada seorang satpam menghampiri Silvia.
"Nyonya, Apakah anda Nyonya Silvia? ". Tanya satpam.
"Iya benar, memang ada apa Pak? ".
"Begini Nyonya,, saya mendapat pesan dari Tuan Ludius, bahwa mobil yang Nyonya cari ada di sini. Ini mobil yang suami Nyonya persiapkan ". Kata Satpam menunjukkan mobilnya.
Silvia yang merasa diikuti melihat kesekeliling 'Apakah ada yang mengikutiku, atau ini hanya perasaanku saja? '. Batin Silvia.
"Eh.. Baik, terima kasih Pak ". Silvia menuju mobil Ferrari keluaran terbaru berwarna merah darah. Terlihat begitu mencolok bahwa ini adalah mobil mahal. Silvia mengambil kunci dan membuka mobilnya. Dia masuk mengendarai Mobil menuju Kafe yang biasa dia kunjungi bersama teman semasa SMA nya.
Tiba di depan sebuah Cafe Jazz, Silvia menghentikan mobilnya. Dia yang baru keluar dari mobil sudah menyita perhatian banyak orang, terutama para pria dan wanita muda yang seumuran dengannya. Kebetulan hari ini adalah hari minggu membuat Cafe Jazz dipenuhi oleh pelanggan. Cafe Jazz, sebuah tempat kumpul yang klasik dan juga nyaman untuk didatangi para anak muda.
Silvia berjalan masuk dengan anggunnya membuat semua mata tertuju padanya. Walau Silvia memakai make up dan Dress sederhana, tapi tidak memengaruhi pesonanya setelah keluar dari mobil Keluaran terbaru. Silvia memilih duduk di sebuah meja yang masih kosong.
"Nostalgia.. Jadi teringat semasa SMA, kira kira aku bakal ketemu teman lama tidak yah? ".
Disaat Silvia duduk, tidak disangka dia mendengar hal yang mengusiknya dari kemarin.
Tiada guna lagi mengharapmu untuk memiliki..
Takkan ada lagi kesempatanku untuk kembali..
Seluruh cintaku segenggam maafku, takkan mungkin bisa menggantikan salahku..
Dada Silvia langsung terasa sesak, dia teringat kembali janjinya 5 tahun yang lalu sebelum akhirnya dia pergi tanpa bisa bertemu untuk terakhir kali. "Suara dan Petikan gitar ini.. Jelas sekali ini Zain, Aku harus menemuinya sekarang juga atau aku tidak akan bisa tenang seumur hidupku ".
Silvia terus menelusuri Cafe Jazz dengan mengandalkan suara yang dia dengar. Di atas panggung mini, Silvia melihat Zain sedang tampil dengan Grup bandnya. Tanpa Silvia sadari dia melangkah kedepan dengan mata terus memandang Zain yang memegang gitarnya hingga Silvia berdiri tepat didepan panggung.
Oooh.. Akankah terulang kembali, masa-masa indah yang dulu ada..
Oooh.. Kuakui memang kusalah tak berada didekatmu disaat kau rindu..
Prok.. Prok.. Prok..
Silvia terus mengamati hingga musik selesai, dan rupanya Zain baru menyadari kedatangan Silvia. Dia yang melihat Silvia langsung meletakkan gitarnya dan berdiri menghampiri Silvia.
"Silvia.. Sudah 5 tahun kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu? ". Sapa Zain, dia saat ini berdiri didepan Silvia tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun.
"Kabarku baik, Zain.. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu ".
"Silvia.. Aku tahu apa yang ingin kamu katakan, tapi Kamu tidak perlu mengatakannya. Itu hanya perkataan konyol 5 tahun yang lalu ". Kata Zain dingin. Dia menarik Silvia ketempat yang sedikit sunyi.
"Memang apa yang kamu tahu tentangku? ". Tanya Silvia tegas.
Di sebuah ruangan khusus Zain melepas tangan Silvia. "Kamu yang lebih tahu tentang dirimu sendiri. Aku hanya ingin bertanya, mengapa kamu tidak datang pada waktu itu?. Kamu berjanji akan menemuiku di Sekolah untuk yang terakhir kalinya. Mengapa kamu tidak datang? ". Tanya Zain dengan penuh ketegasan.
"Apa yang kamu katakan Zain? Jelas-jelas kamu yang meminta ku untuk bertemu di Cafe ini sebelum aku berangkat ke China.. Aku sudah menunggumu seharian di Cafe ini. Tapi kamu tidak datang dan aku justru melihatmu sedang jalan bersama Natasha. Sejak saat itu, aku berfikir kamu memang lebih memilih dia dan lebih baik pergi tanpa memberitahumu ". Kata Silvia lirih diakhir kalimatnya. Dia menundukkan wajahnya tanpa berani menatap Zain.
"Kapan aku mengatakan akan menemuimu di Cafe?. Natasha.. Apakah dia yang mengatakannya?. Silvia.. Jadi selama ini kita telah di permainkan oleh Natasha?. Silvia.. Maafkan aku.. Seharusnya aku meminta penjelasanmu tanpa mendengarkan apa kata Natasha".
"Itu adalah pilihanmu yang memilih tidak menanyakannya padaku. Kesalahpahaman ini sudah terselesaikan, dan apa yang ingin aku katakan sudah aku katakan. Sebaiknya aku pergi dari sini ".
Tangan Zain mencekal Silvia membuatnya tidak bisa pergi begitu saja. "Tunggu… Apakah tidak ada kesempatan kedua untukku memperbaikinya?, perasaanku padamu tidak berubah sedikitpun ".
"Aku sudah bersuami, dan disaat aku sendiri dan terluka dialah yang pertama kali ada disisiku. Dia adalah orang yang aku Cintai saat ini dan seterusnya. Kamu sudah memiliki Natasha, Berhentilah mengatakan tentang kita ". Silvia melepas paksa pegangan tangan Zain.
"Jika itu maumu baiklah. Aku akan tetap setia menunggu sampai dia melepasmu dan saat itu tiba aku akan membawamu pergi dari sisinya ".
"Terserah kamu mau melakukan apa. Nasi sudah menjadi bubur, hal yang sudah terjadi takkan bisa kembali seperti semula. Dihatiku sudah di penuh oleh Suamiku, dan takkan ada sisa ruang untuk orang lain. Lebih baik lupakan aku ". Silvia pergi dari hadapan Zain yang masih berdiri terpaku melihat kepergian Silvia.
'Kamu yang melepasku, dan memberi kesalahpahaman pada hubungan kita. Tidak ada hal yang bisa di perbaiki lagi, karena aku memang sudah mencintai orang lain '.