Chapter 140 - 140. Luka yang terbengkalai

Ludius segera menyembunyikan lengannya yang terluka dari pandangan Silvia. "Darah apaan?. Sayang, kamu mungkin salah dengar. Lebih baik kamu istirahat lagi. Kita sedang dalam perjalanan menuju bandara dan kembali ke China sore ini juga".

"Beneran kamu tidak apa-apa?. Ohya.. kita belum berpamitan dengan Ibu, masa kita pergi tanpa berpamitan dengannya".

"Maafkan aku Sayang, Kepergian kita memang mendesak. Tapi aku sudah menghubungi Ibu dan berpamitan dengannya di telefon. Ibu memahaminya dan meminta kamu untuk menjaga diri dengan baik".

Silvia yang masih penasaran dengan perkataan Ludius tentang darah membuatnya memperhatikan Ludius dari ujung kepala sampai kaki. Dan Silvia merasa aneh dengan lengan Ludius yang selalu di tutupi. "Jangan pernah membohongiku Tuan Lu.. Kamu sedang terluka kan?". Tanya Silvia selidik.

"Sayang.. Apakah kamu sedang mengkhawatirkanku?". Tanya Ludius dengan tatapan jahilnya. Ludius semakin mendekati wajah Silvia yang menghindar dari tatapannya.

"Tuan Lu, Apakah wajahmu tidak terlalu dekat?. Disini masih ada Pak Sopir yang sedang mengemudi. Sopanlah sedikit".

"Apa salahnya menatap wajah Istri sendiri, semakin kamu menghindar aku semakin tidak bisa menahan diri". Ludius memojokkan Silvia hingga tidak bisa mengelak darinya.

"Dasar Tuan mesum, muka tebal.. Tidak tahu malu..!". Silvia mengatakan banyak hal yang membuat Ludius semakin tidak bisa menahan diri. Dengan cepat Ludius menarik tubuh Silvia kedalam pelukannya dan mencium bibir Silvia hingga Silvia tidak berdaya.

"Am.. Em.. Ah..". Desah Silvia. Karena tidak bisa lepas dari ciuman Ludius yang liar. Silvia menggigit bibir Ludius hingga Ludius melepas ciumannya.

"Auugh..". Rintih Ludius. "Sayang.. Kamu sudah berani menggigitku yah.. Apa perlu kita lanjutkan ketahap berikutnya?". Perkataan Ludius semakin jahil dan usil. Dia tidak akan melepas Silvia semudah itu.

"Dasar Tuan mesum..!. Tahap berikutnya apaan..! Jangan jahil lagi deh.. Ingat ada orang didepan..!". Teriak Silvia, wajahnya merah padam, antara malu dan kesal karena ulah Ludius. Dia tidak sadar teriakannya mengundang perhatian Pak Sopir yang sedari tadi diam.

Pak supir yang diam tanpa sepatah katapun karena penasaran memandang kebelakang lewat kaca depan dan Ludius memergokinya sedang melihat mereka. "Pak.. Kamu tidak perlu melihat urusan kami. Mengemudilah dengan benar..!". Perintah Ludius.

"Tuan.. Saya tidak melihat dan mendengar apapun. Anda tidak perlu khawatir, silahkan lanjutkan apa yang sedang Tuan kerjakan". Dengan cepat Pak Sopir mengalihkan pandangannya ke depan kembali.

Setelah perdebatan itu, Ludius dan Silvia saling diam. Untuk sementara Ludius berhasil mengalihkan perhatian Silvia dari lengannya yang berdarah.

Mobil telah sampai dibandara, Ludius dan Silvia keluar dari mobil disambut oleh beberapa orang. Disana sudah ada Zain yang memakai Jas Kasual yang membuatnya lebih tampil modis. Disamping Zain sudah ada Ibu Yuliana dan Julian yang datang untuk mengantar kepergian mereka.

"Ibu.. Maaf membuat Ibu harus kemari untuk mengantar kepergian kami. Sebenarnya kami ingin lebih lama lgi berada di Indonesia, tapi tiba-tiba ada urusan yang tidak bisa ditunda lagi dan mengharuskan aku kembali secepatnya". Ludius membungkukkan diri didepan Ibu Yuliana.

"Jangan seperti ini, kamu juga Putraku". Ibu Yuliana mengangkat Tubuh Ludius. "Nak Ludius, tidak apa-apa.. Ibu sudah lama menemani Kalian di China dan itu sudah cukup. Kalian tidak perlu khawatirkan Ibu, disini selalu ada Julian yang menemani Ibu".

Ibu Yuliana menatap wajah putrinya sendu, Dengan mata berkaca-kaca Silvia memeluk Ibunya. "Ibu.. Aku pasti akan sering mengabari ibu jika ibu rindu. Aku akan jadi wanita dan Istri yang Ibu harapkan. Jadi.. Ibu jangan terlalu mengkhawatirkanku, karena menantu Ibu tidak akan membiarkanku terluka".

'Sayang.. Perkataanmu manis sekali dalam menenangkan Ibu Mertua'. Batin Ludius yang mendengar perkataan Silvia.

Ludius berjalan kearah Julian dan menjabat tangannya. "Kakak Ipar, aku titip Ibu Mertua padamu. Masalah Silvia, kamu tidak perlu khawatir. Aku punya cara sendiri untuk melindunginya".

"Aku tahu tahu, kalian pergilah".

Ludius menaiki pesawat bersama Silvia di ikuti Zain di belakang mereka. Ludius dan Silvia duduk berdampingan sedangkan Zain duduk dibelakang mereka.

Wajah Ludius semakin terlihat pucat karena dia belum sempat memperban lukanya hingga darah terus mengalir. Silvia yang pada saat itu mengambil Ponsel di tasnya justru ponsel itu terjatuh di bawah kaki Ludius,

Praank..

Silvia menunduk untuk mengambil ponselnya, Hingga tanpa sengaja Silvia melihat dengan jelas jas hitam Ludius basah karena darah. 'Jas Ludius berdarah..?'. Batin Silvia. Dia kembali berdiri dan menaruh Ponselnya kembali ke tas.

"Katakan yang sejujurnya, apa sebenarnya yang terjadi padamu Ludius?". Tanya Silvia dengan tatapan penuh keseriusan.

"Apa yang kamy bicarakan Sayang..". Jawab Ludius pura-pura tidak mengerti.

Silvia menarik lengan kanan Ludius dan memperlihatkan jas hitamnya yang berdarah pada Ludius. "Ini basah karena darahkan, Mengapa kamu menyembunyikannya dariku?". Tanya Silvia tegas. Silvia beranjak dari tempat duduknya dan pergi.

Dari belakang Zain datang dan duduk di samping Ludius. "Hei Tuan Lu.. Kamu sepertinya senang sekali membuat Silvia menangis..!. Silvia adalah wanita yang paling benci kebohongan, yah.. Walaupun aku juga membohonginya sih. Tapi marahnya Silvia padamu apa kamu tidak menyadarinya. Dia sangat memperdulikanmu, tapi kamu justru menutupinya, apa ini caramu membahagiakan Silvia?". perkataan Zain cukup pedas.

"Heh.. Kamu mengatakan itu seperti kamu memahami Silvia saja. Jika bukan karena kelalaianmu dan membuat Silvia terjebak dalam situasi seperti ini aku juga tidak ingin melakukannya. Kamu tidak perlu mengajariku bagaimana cara membahagiakan Silvia, karena aku punya cara tersendiri untuk membahagiakannya!. Kamu fikirkan saja dirimu sendiri. Apa benar sikapmu yang terus menerus mengejar wanita yang sudah bersuami?". Perkataan Ludius yang tajam seketika membuat Zain kesal.