Chapter 233 episode 232 (S2)

" Keluar yuk, kakak kamu sudah telepon nih." Ucap Zira merayu adik iparnya.

" Aku kesal kak, aku enggak mau bertemu dengan Koko lagi."

" Jangan seperti itu, itu perbuatan tidak baik. Kamu harus berjiwa besar. Seharusnya kamu bangga dengan Koko, atas pengakuannya bisa saja dia menduakan dirimu, berpura-pura tidak tau dan mengambil kesempatan dari dirimu. Tapi Koko tidak kan? Dia dengan sengaja memberikan pengakuan, walaupun pengakuan itu memang sakit tapi kamu harus berjiwa besar."

Zira sengaja mengatakan seperti itu, agar adik iparnya merasa tenang. Ingin rasanya dia bicara berdua dengan Koko, menanyakan hal sebenarnya. Tapi keadaan yang tidak memungkinkan untuk bicara sekarang, karena ada suaminya. Tahap awal dia harus menenangkan adik iparnya. Tahap kedua dia akan membicarakan hal ini kepada suaminya. Tahap selanjutnya akan menanyakan kebenaranya kepada Koko.

Zira akan ikut andil dengan permasalah adik iparnya. Semua masalah harus ada titik temu. Dan tidak mungkin dia membiarkan wajah gadis cantik itu sendu setiap hari. Jadi Zira harus bertindak.

Setelah emosi Zelin sudah membaik, dia mengajak adik iparnya untuk keluar dari toilet.

Mereka keluar dari toilet dan berjalan beriringan ke ruang presiden direktur. Koko melihat sekilas wajah Zelin, karena kebanyakan menangis mata Zelin sembab.

Didalam ruangan sudah ada Ziko dan Kevin. Mereka sedang membicarakan sesuatu hal, ketika dua wanita itu masuk. Mereka langsung diam seribu bahasa apalagi mata Zelin terlihat sembab.

Ziko menghampiri adiknya yang baru saja masuk ke dalam ruangannya.

" Kamu kenapa?" Ucap Ziko khawatir.

" Nangis." Jawab Zira.

" Kenapa kamu nangis, apa ini karena ulah si Koko." Ucap Ziko emosi. Dia tidak bisa terima kalau orang yang di sayanginya mengeluarkan air mata hanya dengan masalah sepele. Dia sudah ingin beranjak dari ruangan itu. Tapi Zira menahan tangannya.

" Apa?" Ucap Ziko ketus.

" Ikut aku." Ucap Zira menarik tangan suaminya.

" Nanti aku harus memberikan pelajaran pada pria gemulai itu." Ucap Ziko keceplosan.

" Apa maksud kakak pria gemulai?" Ucap Zelin bingung.

Ziko menatap wajah adiknya, kemudian beralih menatap wajah istrinya. Dia tidak tau harus memberikan penjelasan apa dengan adiknya.

" Itu hanya plesetan aja, maksud tuan muda kebalikannya. Benarkan tuan muda?" Ucap Kevin menengahi masalah itu.

" Iya, aku suka memberikan plesetan sama orang lain. Seperti kakak iparmu mulut micin." Ucap Ziko sambil memegang tubuh istrinya.

Zelin tidak curiga lagi. Dia memang mengenal kakaknya luar dalam jadi menurutnya semua hanya julukan saja.

Zira menarik tangan suaminya ke dalam ruangan yang ada di belakang meja kerja Ziko.

" Ih kamu ini, kenapa sampai mengatakan pria gemulai segala." Ucap Zira cepat.

" Aku keceplosan." Ucap Ziko pelan.

" Aku mau memberikan pelajaran untuk pria gemulai itu." Ucap Ziko emosi.

" Hello suamiku sayang, bukannya kamu yang memberikan ancaman kepada dia sebelumnya. Dan sekarang dia sudah mencoba menjauh malah mau kamu hajar. Kamu harus konsisten dong. Itukan cara agar dia bisa menjauh dari Zelin. Jangan main hajar saja." Ucap Zira cepat.

Zira tidak tau menahu tentang ancaman yang di berikan suaminya kepada pria gemulai itu. Tapi dari pembicaraan adik iparnya di butik. Kalo Ziko mendapati Zelin dan Koko di sebuah cafe. Dan setelah pertemuan Ziko dan Koko, sikap Koko langsung dingin jadi Zira menyimpulkan kalau pria gemulai itu mendapatkan ancaman dari suaminya.

" Dari mana kamu tau kalau aku memberikan ancaman kepada si Koko. Apa dari Zelin? Tapi Zelin juga tidak tau dengan ancaman itu, karena pada saat itu aku hanya berdua dengannya." Gumam Ziko cepat.

" Sayang aku mengambil kesimpulan sendiri. Memang Zelin ada cerita, tapi dia tidak tau tentang percakapanmu dengan si Koko pada waktu itu. Aku mengambil kesimpulan sendiri karena kamu memang tukang mengancam." Ucap Zira cepat.

" Iya iya aku memang mengancamnya. Semua demi kebaikan adikku." Ucap Ziko cepat.

" Apa kamu lihat Zelin membaik. Dia malah terpuruk seperti itu. Dia baru saja meluapkan airmatanya di toilet dan ini semua karena kamu." Ucap Ziko menunjuk dada suaminya.

" Aku? Kenapa aku?" Ucap Ziko menunjuk dirinya sendiri.

" Coba kalau kamu tidak mengancam pria itu pasti dia tidak akan membuat pengakuan yang menyakiti Zelin." Ucap Zira mengumpamakan.

" Tapi kalau aku tidak mengancam pasti mereka akan bersatu, aku enggak mau Zelin jadian dengan pria gemulai itu. Enggak bisa aku bayangkan kalau adikku nikah dengannya. Apa kata dunia kalau mereka tau menantu keluarga Raharsya seorang banci." Ucap Ziko membayangkan yang aneh-aneh.

" Aih sayang, kenapa kamu harus memikirkan sampai kesitu. Merekakan hanya berteman saja. Kalau memang mereka jadian biar itu di ketahui Zelin sendiri tanpa harus kita yang memberitahukannya. Dan belum tentu juga dia masih pria gemulai. Bisa jadi dia sudah sembuh dari penyakit itu. Jadi jangan berpikiran negatif dulu." Ucap Zira menjelaskan.

Semua ucapan istrinya seperti merapikan benang kusut yang runyam. Ada kelegaan ketika dia bertukar pikiran dengan istrinya.

" Baiklah aku akan bersikap tenang setelah ini. Dan membiarkan mereka mengikuti alurnya. Aku akan memantau dari jauh." Ucap Ziko yakin.

" Nah gitu dong. Seorang kakak harus bisa berpikiran panjang jangan gampang emosi. Menilai seseorang dari sisi baiknya jangan cepat mengambil keputusan dari masa lalu seseorang." Ucap Zira lagi.

" Iya sayang." Ucap Ziko mengecupi bibir istrinya.

" Mumpung kita berdua di dalam sini, bagaimana kalau kita melakukan satu jurus. Aku ada jurus baru loh." Ucap Ziko merayu istrinya agar mengikuti kemauannya.

" Idih kamu, di mana ada tempat selalu menjadi peluang usaha." Ucap Zira asal.

" Iya usaha menaklukan lubang ajaib." Ucap Ziko menciumi bibir istrinya. Dan suara konser terdengar kembali. Ziko melepaskan aksinya sambil melihat wajah istrinya.

" Kenapa sih jika aku lagi pengen nyoblos selalu saja perut kamu konser." Gerutu Ziko.

" Ya gimana lagi, yang di dalam sudah minta makan." Ucap Zira manja.

" Jadi kita makan siang dulu nih." Ucap Ziko meyakinkan istrinya agar mengatakan lanjutkan aksimu. Tapi Zira tidak mengatakan apapun dia hanya menganggukkan kepalanya cepat.

" Nasib-nasib ubi kayu." Gerutu Ziko.

Zira tertawa mendengar gerutu dari suaminya. Selalu mengalah ketika perut istrinya sudah konser.

" Sayang kita makan di luar ya. Sekalian bawa Zelin dan Koko." Ucap Zira cepat.

" Si Koko juga?" Ucap Ziko kurang yakin.

" Iya kan enggak apa-apa kalau dia di ajak. Anggap saja kamu lagi menebus dosa-dosa kamu." Ucap Zira lagi.

" Aih seberapa besar dosa aku sampai harus mengajak dia ikut makan bersama apa lagi ada Zelin di sana nanti." Ucap Ziko protes.

" Ssstt , apa kamu lupa yang baru saja kamu utarakan kepadaku. Kalau kamu akan membiarkan hubungan mereka mengalir mengikuti arus. Dan kamu hanya melihat dari jauh saja. Baru sebentar saja udah lupa." Ucap Zira protes balik.

" Ya maaf, mungkin aku lupa karena aku belum menaklukkan gua ajaib." Ucap Ziko mengada-ada.

Zira menarik hidung suaminya gemes. Tingkah suaminya kadang kekanak-kanakan, tingkah seperti itu yang selalu jadi ruang rindu dirinya.

" Like, komen dan Vote yang banyak ya terimakasih."