Chapter 317 episode 316 (S2)

Mereka telah tiba di rumah, mamanya sedang memandikan papanya di kamar mandi.

" Ma, mari aku bantu." Ucap Kevin.

Kevin mengambil alih membersihkan tubuh papanya. Kulit papanya kering dan banyak yang mengelupas. Setelah selesai dia menyerahkan kembali kepada mamanya, di kamar mandi mamanya memakaikan baju untuk papanya.

Setelah itu tubuh papanya di dorong ke kamar dan di pindahkan lagi ke atas kasur. Kevin ikut membantu memindahkan tubuh papanya. Menurutnya tubuh papanya sangat berat dan dia bisa melakukannya sendiri, tapi dia tidak bisa membayangkan dua wanita di rumah itu mengangkat papanya.

" Mama mau ke toko roti. Kamu jaga papa di sini." Ucap mamanya sambil mengecup dahi suaminya.

" Iya ma." Ucap Jesy.

Kevin memperhatikan peran mamanya. Dia bisa membayangkan tubuh mamanya sudah tidak kuat lagi mengangkat badan papanya.

" Sampai jam berapa mama di toko roti." Tanya Kevin.

" Biasanya jam tiga sore sudah balik, tapi kalau sepi sampai jam lima sore." Ucap adiknya.

" Apa kamu selalu menemani papa di rumah." Tanya Kevin lagi.

" Iya kak, aku tidak pernah keluar rumah." Ucap Jesy sambil menundukkan kepalanya.

" Kenapa? Apa mama melarangmu untuk bermain dengan teman-temanmu." Tanya Kevin lagi.

" Enggak, mama tidak melarang sama sekali, tapi aku sadar diri, kalau aku pergi siapa yang akan mengurus papa. Dan lagian temanku pada kuliah semua. Omongan mereka seputar kampus, mana aku tau tentang itu. Jadi dari pada aku jadi bahan olokan, mending aku menghabiskan waktu di rumah untuk mengurus papa." Ucap Jesy.

Kevin merasa sedih mendengar adiknya berbicara seperti itu. Dimana usia belia seperti itu lagi gemar-gemarnya kumpul dengan temannya. Tapi Jesy menghabiskan waktu untuk mengurus papanya. Untuk orang tuanya, satu poundsterling sangat berarti untuk mereka. Berbanding berbalik dengan dirinya, di tanah airnya dia bisa menghamburkan uang dalam sehari.

Tidak berapa lama ada suara pintu diketuk. Jesy langsung berlari membuka pintu.

" Hai kak Jasmin." Sapa Jesy.

" Hai Jesy." Ucap Jasmin.

" Masuk kak."

Jasmin melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah itu. Dia melakukan rutinitasnya untuk mengecek keadaan tuan Hendrik.

" Bagaimana keadaan papaku." Tanya Kevin.

" Ada kemajuan, tangan kirinya tadi mulai ada pergerakan, walaupun tidak banyak tapi kemajuan itu ada." Ucap Jasmin.

" Baiklah aku akan langsung ke rumah sakit." Ucap Jasmin pamit untuk pergi.

" Kakak enggak minum dulu." Jesy mencoba menawarkan minuman untuk Jasmin.

" Lain kali saja." Ucap Jasmin sambil berlalu meninggalkan dua kakak beradik itu.

Di luar rumah.

" Jasmin tunggu." Kevin sedikit berteriak agar Jasmin menghentikan langkahnya.

" Iya ada apa?" Jasmin memutar badannya ke arah Kevin, mereka berbicara cukup dekat.

Kevin menghembuskan nafasnya secara perlahan.

" Aku mau mengucapkan terimakasih karena selama ini kamu yang telah mengurus keluargaku." Ucap Kevin cepat.

" Sudahlah, tidak perlu kamu mengatakan hal itu kepadaku. Aku menganggap keluargamu sama seperti keluargaku." Ucap Jasmin sambil melangkah kakinya lagi menuju mobilnya.

" Tunggu."

Jasmin kembali menoleh kebelakangnya.

" Ada apa?"

" Aku berencana akan mengajak keluargaku ikut denganku." Ucap Kevin pelan.

Jasmin kaget, dia merasa sedih mendengar itu.

" Kenapa." Mata Jasmin berkaca-kaca.

" Aku merasa kasihan dengan orang tuaku, jika mereka ikut denganku, mama tidak akan bersusah-susah lagi untuk jualan roti." Ucap Kevin pelan.

" Kamu benar, Tante Paula memang terlalu letih. Kenapa kamu saja yang tidak pindah ke sini." Tanya Jasmin cepat.

" Aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku dan usahaku di sana." Ucap Kevin lagi.

Jasmin berusaha untuk tetap tersenyum, walaupun dia merasa sedih harus kehilangan keluarga itu.

" Semua keputusan ada ditanganmu." Ucap Jasmin cepat.

" Tapi." Kevin menggantung kalimatnya.

" Apa lagi Kevin." Jasmin memandang lekat wajah pria yang pernah menolaknya mentah-mentah.

Dengan berat hati Kevin harus mengambil keputusan singkat.

" Sebelum kami pergi, aku mau kita bertunangan." Ucap Kevin cepat.

" Apa!" Jasmin terlihat kaget.

" Kevin tolong jangan permainkan perasaanku." Ucap Jasmin cepat.

Kevin menganggukkan kepalanya cepat.

" Aku serius." Ucap Kevin cepat.

Mata Jasmin berkaca-kaca, dia merasa bahagia mendengar ucapan Kevin. Kemudian wajahnya langsung kembali sendu.

" Apa kamu mau bertunangan denganku karena ada dorongan dari tante Paula." Tanya Jasmin.

Kevin menggelengkan kepalanya, dia berbohong kepada Jasmin.

Jasmin terlihat senang dan bahagia.

" Apa kamu mencintaiku." Tanya Jasmin lagi dengan wajah bahagianya.

Untuk urusan perasaan Kevin tidak bisa berbohong.

" Aku memang belum mencintai kamu, tapi izinkan aku belajar mencintaimu." Ucap Kevin pelan.

Wajah Jasmin kembali sendu.

" Kevin, aku tidak mau menjalin ikatan karena adanya tekanan. Aku mau hubungan ini berjalan dengan semestinya." Ucap Jasmin.

Kevin diam, dia mengambil keputusan itu dengan tekanan, dan perasaan bersalah.

" Jasmin, aku juga ingin hubungan ini berjalan dengan semestinya, tapi apa salahnya kita coba." Ucap Kevin pelan.

" Kenapa dulu kamu tidak menerima perjodohan kita." Tanya Jasmin.

" Aku tidak menyukai hubungan karena perjodohan. Dan menurutku dulu terlalu cepat buatku." Ucap Kevin cepat.

Jasmin tersenyum ceria.

" Baiklah, aku akan mengatakan hal ini kepada orang tuaku." Ucap Jasmin sambil berlalu meninggalkan Kevin.

Mobil Jasmin sudah pergi meninggalkan rumah itu. Wanita itu pergi dengan perasaan senang. Tidak dengan Kevin, dia merasa bersalah atas semuanya. Dia telah membohongi banyak orang dalam hal ini, dari dirinya, Jasmin dan Menik.

Kevin duduk di kursi sambil menyandarkan kepalanya di sandaran sofa.

" Kakak kenapa?" Jesy penasaran dengan wajah kakaknya yang sedih.

" Kakak telah mengatakan kepada Jasmin." Ucap Kevin pelan.

" Maksud kakak apa?" Jesy belum mengerti arah pembicaraan kakaknya.

" Kakak mengatakan kepada Jasmin semuanya, kalau kakak akan bertunangan dengannya sebelum kita kembali ke tanah air." Ucap Kevin cepat.

" Apa yang kakak lakukan? Kakak telah mengorbankan kebahagiaan kakak." Jesy tidak setuju dengan keputusan kakaknya.

" Bagaimana lagi, kakak tidak mungkin tega meninggalkan kalian di sini seperti ini. Mama harus mencari uang untuk membiayai kalian. Dan kakak tidak ingin melihat masa-masa indahmu habis hanya mengurusi papa." Ucap Kevin sambil memeluk adiknya.

Jesy menangis, menurutnya kakaknya pria yang bertanggung jawab dan mau mengorbankan kepentingan orang lain di bandingkan dirinya sendiri.

" Jangan kamu ceritakan hal ini kepada mama atau siapapun." Ucap Kevin pelan sambil menghapus air mata adiknya.

" Pasti mama akan mengerti kak, tapi bagaimana dengan wanita yang ada di ponsel kakak. Apa yang akan kakak lakukan." Ucap Jesy lagi.

" Entahlah, kakak belum bisa berpikir sampai kesitu. Tapi kakak mohon sama kamu, setibanya kita di tanah air jangan kamu ceritakan hal ini sama siapapun." Ucap Kevin cepat.

" Kenapa kak."

" Kakak tidak ingin siapapun tau mengenai hubungan dadakan ini. Biarkan ini menjadi rahasia kita." Ucap Kevin pelan.

" Tapi jika ada pertunangan pasti ada pernikahannya. Apa yang akan kakak lakukan, nanti." Tanya Jesy lagi.

" Ada pertunangan belum tentu ada pernikahan, tapi kebalikannya ada pernikahan belum tentu sebelumnya ada pertunangan." Ucap Kevin cepat.

" Maksud kakak apa?" Jesy penasaran.

" Kakak berharap setelah pertunangan itu, Jasmin akan menemukan cinta sejatinya." Ucap Kevin pelan.

" Dari mana kakak tau, kalau kak Jasmin akan menemukan cinta sejatinya. Bukannya kakak cinta sejatinya." Ucap Jesy cepat.

" Entahlah, keajaiban selalu ada. Kakak berharap bukan kakak cinta sejatinya." Ucap Kevin cepat.

Jesy mengangkat kepalanya dari dada kakaknya.

" Kak, bagaimana jika kak Jasmin tau kalau kakak tidak mencintainya." Ucap Jesy khawatir.

" Kakak sudah mengatakan kepadanya untuk mencoba belajar mencintainya. Dan dia mengerti akan hal itu." Ucap Kevin cepat.

Jesy hanya diam, dia merasa kasihan dengan kakaknya. Semua di korbankannya hanya untuk membahagiakan keluarganya.

" Like, komen dan vote yang banyak ya terimakasih."