Chapter 323 episode 322 (S2)

Bulan sudah kembali sembunyi di dalam bayang-bayang. Karena telah tiba waktunya sang mentari menunjukkan kemilau indahnya.

Zira telah berkutat di dapur dengan bi Inah. Tidak pernah sedikitpun dia melewatkan membuat makanan untuk suami tercintanya.

Ziko sedang bersiap-siap di kamar. Ada suara pintu di ketuk.

" Biar saya yang buka." Ucap bi Inah.

Wanita paruh baya itu berjalan ke ruang tamu, dan membuka pintu rumah. Di depannya sudah ada sosok pria yang di kenalnya.

" Eh asisten Kevin, silahkan masuk. Ucap bi Inah.

" Terimakasih bi." Ucap Kevin sambil ikut masuk ke dalam rumah itu.

" Tuan muda lagi bersiap-siap, dan nona Zira lagi di dapur." Ucap bi Inah.

" Ya sudah, saya tunggu di sini saja." Ucap Kevin sambil duduk di sofa ruang tamu.

Bi Inah kembali ke dapur untuk membantu majikannya.

" Siapa yang datang bi." Tanya Zira.

" Assisten Kevin nona." Jawab bi Inah.

Zira langsung mencuci tangannya.

" Bi lnah lanjutkan." Ucap Zira sambil berlalu meninggalkan wanita paruh baya itu di dapur.

Zira mendatangi ruang tamu.

" Pagi nona." Ucap Kevin sopan.

" Kapan kamu tiba di tanah air." Tanya Zira.

" Kemaren nona." Jawab Kevin.

Ziko sudah selesai mengenakan jasnya. Dia keluar kamar dan langsung menuju ruang tamu, karena dia mendengar ada suara seseorang yang tidak asing di telinganya.

" Pagi tuan." Sapa Kevin.

" Pagi." Jawab Ziko.

Zira mengajak asisten itu untuk ikut sarapan, tapi dia menolak.

" Saya sudah sarapan nona." Ucap Kevin.

" Setidaknya minum." Timpal Zira.

Mereka menuju meja makan, Zira mempersiapkan sarapan untuk suaminya. Dan Ziko mengobrol tentang perusahaan mereka di sana.

" Bagaimana dengan perusahaan kita di sana." Tanya Ziko.

" Untuk sementara tidak ada pengurangan karyawan tuan, cuma jam kerja karyawan di batasi tidak ada lembur lagi.

" Nanti setelah kita menjalin kerjasama dengan perusahaan Alpa corporate, mereka bisa kembali lembur." Ucap Ziko cepat.

Zira duduk di sebelah suaminya.

" Kamu yakin sudah makan." Tanya Zira lagi.

" Sudah nona, sekarang saya tidak perlu beli makanan lagi di luar." Ucap Kevin cepat.

" Maksud kamu? Menik sekarang memasakkan untuk kamu." Tanya Zira.

" Bukan nona, orang tua saya sudah ikut kesini." Jawab Kevin pelan.

Ziko langsung memberhentikan makannya.

" Bagaimana bisa keluarga kamu ikut kesini, bukannya papa kamu masih bekerja di perusahaan ternama di Inggris." Tanya Ziko.

" Karena kondisinya yang sakit, papa saya tidak bekerja lagi." Ucap Kevin.

" Sakit apa papa kamu." Tanya Zira.

" Stroke nona." Ucap Kevin.

Dia menceritakan kisah orang tuanya yang hidup susah di London, tapi dia tidak menceritakan apa yang menyebabkan papanya sakit stroke.

" Oh kasihannya, jadi karena sakit makanya mereka hidup susah." Ucap Zira prihatin.

" Dengan seperti ini masalahmu dengan orang tua kamu sudah selesai." Tanya Ziko.

" Sudah tuan." Ucap Kevin cepat.

Masalah dengan orang tua saya sudah selesai, tapi saya telah membuat masalah yang baru.

Setelah selesai makan mereka berangkat ke kantor. Zira belum berangkat ke butik, karena suaminya belum mengizinkannya, hanya dua pria itu saja yang berada di mobil.

Mobil sudah tiba di kantor, loby sudah terlihat sepi dari para karyawan, karena jam kerja sudah di mulai.

Dua orang penting di perusahaan itu jalan beriringan menuju lift khusus presiden dalam beberapa detik sudah sampai di lantai ruangan mereka.

Ziko langsung menuju ruangannya, dan Kevin juga menuju ruangannya. Koko melihat kedatangan Kevin, ketika bosnya Ziko sudah masuk ruangannya. Koko langsung menghubungi nomor pantry.

" Halo Menik." Ucap Koko cepat.

" Ini siapa." Tanya Menik cepat. Dia kurang paham dengan suara pria gemulai itu ketika didalam saluran telepon suaranya berbeda.

" Ini aku Koko."

" Oh Koci. Ada apa." Tanya Zira.

" Pak Kevin sudah datang." Ucap Koko cepat.

" Oh ya." Menik langsung menutup telepon itu.

Dia menyiapkan kopi untuk Kevin, dengan hati yang berdebar-debar dia berjalan menuju ruangan Kevin sambil membawa gelas kopi di tangannya.

Pintu di ketuk, tok tok tok.

" Masuk." Ucap Kevin.

Menik masuk secara perlahan sambil tersenyum. Kevin kaget, dia ingin membalas senyuman yang diberikan Menik kepadanya, tapi dia berusaha untuk menahan rasa rindunya.

" Pak ini kopi buat bapak." Ucap Menik pelan sambil meletakkan gelas yang berisi kopi di atas meja.

Kevin ingin menolak minuman yang di buatkan Menik untuknya karena dia sudah minum kopi sebelumnya di rumah bosnya, tapi dia tidak ingin menyakiti perasaan wanita itu.

" Terimakasih." Ucap Kevin sambil mengalihkan pandangannya ke arah laptopnya.

Menik masih berdiri dengan hati yang berdebar-debar.

" Bapak apa kabar." Tanya Menik pelan.

" Baik." Jawab Kevin cepat tanpa melihat ke arah Menik.

Menik berharap pria di depannya menanyakan kabarnya. Tapi sama sekali Kevin tidak menanyakan hal tentang dirinya.

Kenapa dia tidak bertanya keadaanku. Apa dia tidak rindu kepadaku.

" Pak mengenai jawaban yang kemaren, saya mau mengatakan kalau." Menik belum sempat menyelesaikan kalimatnya tapi Kevin langsung beranjak dari kursinya.

" Saya harus ke ruangan bos." Ucap Kevin langsung meninggalkan Menik yang masih berdiri diam mematung.

Kevin berjalan menuju ruangan Ziko.

Menik maafkan diriku ini, aku tau kamu ingin mengutarakan perasaanmu kepadaku. Aku sangat mencintaimu, tapi kondisiku mengharuskan kita harus berjauhan.

" Ada apa dengan Pak Kevin? Kenapa dia seperti orang asing. Apa yang terjadi dengannya." Gumam Menik pelan sambil keluar dari ruangan bosnya.

" Mungkin dia letih. Baiklah aku akan menunggu waktu yang tepat untuk mengutarakan perasaanku." Gumam Menik sambil kembali ke pantry.

Menik menuju pantry dan dia melirik Koko, pria gemulai itu juga meliriknya.

Koko mencoba menghubunginya dengan telepon yang ada di mejanya.

" Halo Menik, bagaimana? Apa kamu sudah mengutarakan perasaanmu." Tanya Koko.

" Belum, tadi aku mau mengatakan kepadanya, tapi dia langsung beranjak dari kursinya. Sepertinya Pak Kevin sangat sibuk." Ucap Menik cepat.

" Mungkin juga, Pak Kevin seperti ada masalah." Ucap Koko lagi.

" Maksud kamu apa." Tanya Menik.

" Tadi bapak itu jalan menuju ruangan presiden direktur sambil menundukkan kepalanya." Ucap Koko cepat.

" Memangnya dengan menundukkan kepala, bisa terlihat banyak masalah." Tanya Menik lagi.

" Bisalah, biasanya bapak itu selalu jalan dengan mengangkat kepalanya, tapi sekarang dia jalan menunduk, dengan ibarat ada beban di bahunya." Ucap Koko dari ujung telepon.

" Mungkin ada masalah perusahaan atau malah masalah yang lain." Menik mencoba menerka-nerka.

" Entahlah, tapi sepertinya masalahnya sangat berat, beliau terlihat tidak bersemangat." Ucap Koko lagi.

" Like, komen dan vote yang banyak ya terimakasih."