Chapter 2:menerima kenyataan pahit

Kini lia terbangun, lemas, lusuh kini lia rasakan, putus asa yang jelas lia pikirkan.

Bagaimana aku akan meneruskan hidupku?

Lia menarik selimut yang menutupi tubuhnya, lia sangat bersyukur karena kali ini lia masih menggunakan sehelai pakaian, dress berwarna putih selutut dengan corak bunga tulip putih, yang sangat padu dengan warna kulit lia.

Apahkah lelaki itu masih ada? Apa dia akan melakukan hal yang sama seperti apa yang terjadi sebelumnya?

Takut dirasakan oleh lia, tapi lia tidak mau terus berada disini, lia harus menyelesaikan apa yang seharusnya lia selesaikan. Dengan berat hati lia nenarik gagang pintu dan menariknya, mata lia melirik ke sekeliling ruangan yang sangat luas, mata lia berputar putar mencari john.

Tapi lia merasa rumah itu sangat sepi, merasa situasi sudah aman, lia perlahan keluar, sambil dengan sedikit berlari, lia berusaha mencari pintu keluar.

Rumah yang sangat besar, setiap sudut rumah itu seperti dirancang oleh masing masing arsitek yang berbeda, kadang di satu sudut, terlihat klasik,  di satu sudut yang lain elegan,  rancangan terus berebeda beda di satu sudut ke sudut yang lainnya.

Saat sedang mencari cari pintu keluar, lia melihat sebuah pintu besar, lia yakin bahwa itu adalah pintu keluar, dengan cepat lia membuka pintu itu, dilihatnya sebuah lapangan rumput hijau yang di penuhi oleh mobil mewah yang terpakir rapih. Tapi, lia sama sekali tidak tergoda, lia terus berlari menuju gerbang yang begitu tinggi, tanpa satpam dan tanpa pengamanan lia dengan mudah keluar dari rumah itu.

Setelah merasa jauh dari rumah itu,  lia berhenti sejenak di pinggir jalan, telapak kaki lia terasa sakit, selama tadi lia berlari, lia tidak menggunakan sepatu. Kulit lia yang sehalus sutra, terasa robek, karena berlari di aspal yang panas terkena sinar matahari.

"Telapak kaki ku..  Terasa seperti terbakar." Lia mengusap telapak kakinya. Tak ada yang bisa lia lakukan, hidupnya kini sudah tidak berarti,  harapan lia satu satunya adalah,  semoga keluarganya masih mau menerima lia.

Lia masih menunggu taksi di pinggir jalan,

sampai taksi lewat,  dan lia memberhentikan taksi itu, "Taksi!" teriak lia, taksi berhenti mendengar teriakan lia. Dengan tertatih tatih lia berjalan menaiki taksi, lia meminta taksi itu untuk mengantarkannya ke alamat rumah keluarga fanz.

Setibanya lia di rumah, semua orang disana termasuk orang tua lia kaget akan kehadiran lia. Terlihat dari seluruh ekspresi keluarga dingin, kejam dan seperti sangat membenci lia. Tapi lia tidak mengiraukan lia terus tersenyum kepada seluruh keluarganya, tapi tak ada satupun yang menerima senyuman hangat yang di tampilkan oleh lia.

"Ternyata kamu masih punya muka untuk  kembali?" Kata kata itu terucap dari bibir ayah kandung lia sendiri.  "Ada apa?" Lia heran kenapa dengan seluruh keluarganya ini, di situ juga hadir tunangan dari lia yaitu georgeo. "Kamu memang tidak tahu kak?" Adiknya bertanya yaitu aedeline. Dengan wajah polos aedeline pura pura tidak mengetahui apa apa.

Tatapan mata seluruh keluarganya makin tidak terlihat senang, memandangi lia seperti orang hina. "Lihatlah.. kak banyak berita yang beredar tentang kakak, bahwa kakak semalam pergi bersama om om untuk melakukan kencan. " Aedeline menyodorkan sebuah berita dari internet kepada lia. Ekspresi kaget dan tak Meyangka di tunjukan oleh lia, tak kala lia melihat fotonya sedang di gendong oleh seorang lelaki. Lia berusaha memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi, lia ingat bahwa malam itu aedeline mengajaknya untuk pergi kepesta lajang, karena sebentar lagi lia akan menikah dengan georgeo. Dan lia diberi air minum oleh aedeline setelah itu lia tidak mengingat apapun lagi.

"Aedel bukankah kamu yang memberi kakak minuman itu?" Tanya lia menatap tajam wajah aedeline. "Jadi kakak menyalahkan ku atas segala kejadian yang terjadi atas kesalahan kakak? Aku sudah memperingatkan kakak untuk tidak banyak minum tapi apa? Kaka terus meminum bir sampai akhirnya kakak tak bisa aku kendalikan." Aedeline menjawab sambil menunjukan wajah yang tak bersalah, wajah yang merasa sedih karena sudah di tuduh.

Akting yang sangat bagus aedeline kamu lebih hebat dari artis artis terkenal, kamu seharusnya bisa memanfaatkan bakat mu dengan baik.

"Sudah! lia kamu tidak bisa menyalahkan adikmu atas apa yang kamu perbuat, sekarang aku ingin kamu pergi dari rumah ini, dan jangan lagi kamu mengaku sebagai bagian dari keluarga fanz!" Ayah lia berteriak tegas di hadapan lia.

Bagaikan tersambar petir di siang bolong, lia sangat kaget, dan terpukul. Keluarga satu satunya yang lia harapkan akan menolongnya malah mengusir lia, dan mnyuruh lia untuk tidak mengaku sebagai bagian dari keluarga fanz.

"Tapi.. ayah semua ini bukan salahku!" Lia berusaha membela dirinya. Namun ayahnya tetap bersikeras dan menyuruh lia untuk segera mengemasi barang barangnya. Dan angkat kaki dari rumah keluarga fanz.

Tak ada yang perlu lia katakan lagi, ayahnya sudah menentukan keputusan, lia tak bisa mengganggu gugat. Lia akhirnya mengemasi seluruh barang barangnya, Lia keluar dari rumah ayahnya sambil di tatap dengan tatapan sinis dari seluruh keluarganya, termasuk tunangannya sendiri yaitu georgeo, georgeo seperti terlihat jijik dan benci dengan lia yang sekarang. Padahal dahulu georgeo sangat sayang pada lia.

"Dan satu lagi, kamu lia bukan lagi tunangan georgeo, georgeo akan menikah dengan adikmu aedeline!" Ayah lia menambahkan keputusannya lagi. Keputusan baru yang ayah lia ucapkan, membuat hati lia semakin terluka, jelas bahwa ini semua adalah rencana aedeline.

Sejak awal lia sudah tahu bahwa adik tirinya yaitu aedeline sangat mencintai tunangannya, lia sudah berusaha berbicara kepada aedeline jika memang aedeline mencintai tunangannya, lia akan mengikhlaskan georgeo untuk aedeline. Tapi aedeline sangatlah licik, dia menolak mentah mentah tawaran kakaknya, dan terus berusaha terlihat baik dan bagus di hadapan ayah lia. Aedeline membuat seluruh rencana ini dengan ibu kandung aedeline untuk menyingkirkan lia, dan juga agar aedeline bisa menguasai seluruh harta yang dimiliki oleh ayah lia.

Tapi lia kini lia hanya lah sebuah debu di jalan yang dengan mudah hilang hanya dengan tiupan angin kecil. Yang bisa lia lakukan kini hanyalah diam melihat senyum licik aedeline melihat penderitaan lia.

Seandainya ibu.. masih ada di sini, pasti dialah yang akan Menemaniku di saat aku sedang terpuruk. Jerit lia di dalam hatinya

Ibu lia sudah meninggal saat lia berumur 11 tahun, ibu lia meninggal karena mengalami kecelakan mobil. Dan saat itu pula lia hanya mempunyai ayahnya. Dan ayahnya kini lebih perduli dengan anak tirinya, dan mengusir anak kandungnya sendiri.

sungguh sebuah kepandaian dapat membutakan mata seseorang!

Hanya bagaimana cara lia meneruskan hidupnya yang lia pikirkan kini! Kenyataan pahit ini sudah menjadi takdirnya!