Tubuh kecil Daniah ditarik ibunya
keluar rumah, wanita itu sudah membuka pintu mobil dan mendorongnya masuk
ke dalam.
“ Bu, kita mau kemana? Bu?” anak kecil itu mulai merengek.
Wanita itu diam tidak menjawab, dia menghidupkan mobil lalu membawanya melaju memecah keramaaian kota. Tidak bicara apapun, dia hanya menatap anak tirinya sekali. Lalu melengos dan menatap
jalanan lagi.
Aku harus memberi mu pelajaran
berharga, supaya kamu tahu siapa yang berkuasa di dalam rumah. Dasar, kenapa aku
harus membesarkan anak orang lain seperti mu. Lebih sebal lagi ayah mu yang tidak
mau membuang mu, mengembalikan mu pada keluarga ibu mu. Kalau kau pergi semuanya
jadi mudah kan.
“ Ibu, kita mau ke mana?” Daniah
merasa takut, tangannya sudah gemetar. Wanita di sampingnya tidak menjawab
membuatnya semakin ketakutan. “ Ibu.”
“ Aku bukan ibu mu!”
Kata-kata itu mencekik Daniah, dia
yang sudah mau merengek takut mengunci mulutnya. Dia menyadari kalau wanita
yang sedang mengemudikan mobil di sampingnya ini sedang marah. Dia tahu, dia
tidak disukai oleh ibu tirinya. Beberapa kali dia dimarahi untuk alasan yang
tidak jelas. Dia tidak menngangu adik tirinya, tapi dia selalu dituduh bersalah
kalau adiknya menangis.
Mobil terus berjalan tidak tahu
kemana tujuan, Daniah menatap keluar kaca mobil, mereka memasuki kawasan
pinggiran perkotaan. Dia bisa melihat pohon-pohon besar sepanjang jalan. Mobil
berhenti. Daniah mengkerut di kursinya. Sementara ibu tirinya turun.
Dia membuka pintu mobil dan menarik tubuh Daniah.
“ Ibu, maafkan aku bu. Maafkan aku.”
Airmata mulai menganak sungai dan pecah, suaranya sudah bergetar karena takut.
“ Turun.” Wanita itu menarik lengan
Daniah, anak kecil yang berpegangan pada kursi mobil itu kalah tenaga. Tubuhnya
sudah tertarik, dan dia sudah turun dari mobil. Brak! Pintu mobil dibanting
dengan keras.
“ Ibu, ibu mau kemana? Jangan tinggalkan aku bu.”
Ibu tirinya tidak bicara apa-apa,
dia hanya menatap Daniah dengan kebencian. Lau berjalan memutari mobil dan masuk
ke dalam mobil. Dia menghidupkan mobil.
“ Ibu jangan tinggalkan aku bu.”
Daniah berusaha membuka pintu mobil, tapi terkunci. “Maafkan aku bu, maafkan
aku. Aku bersalah, aku bersalah bu. Jangan tinggalkan aku bu. Aku takut. Ibu,
buka pintu mobilnya bu. Aku mohon bu.” Mobil berjalan pelan. Daniah mulai
berlari mengejar sambil mengetuk kaca pintu keras. “ Ibu jangan pergi bu,
jangan tinggalkan aku. Aku mohon bu.”
Daniah tersungkur jatuh saat mobil
yang dia kejar semakin melaju kencang. Meninggalkannya sendirian. Tangis anak
kecil itu pecah. Dia melihat sekeliling hanya ada pohon-pohon besar
dimana-mana.
“ Maafkan aku bu, maafkan aku.
Jangan buang aku, jangan usir aku bu. Maafkan aku bu. Aku takut.” Tubuh Daniah
menggigil, dia ketakutan. Berjongkok sambil menangis sekerasnya yang bisa dia
lakukan.
Udara di sekelilingnya sudah terasa
semakin dingin, matahari pun sudah mulai meredup. Daniah kecil masih menangis
sesengukan. Duduk bersimpuh di tanah. Dia mendongak saat mendengar suara mobil.
Dia bangun dari duduk saat ia tahu itu mobil ibunya yang kembali. Dia berlari
saat mobil sudah berhenti.
Wanita yang tadi menariknya paksa
keluar dari mobil, Daniah memeluk kaki wanita itu erat. Seperti menjaga benda
paling berharga miliknya.
“ Maafkan aku bu, aku salah, aku
nakal. Aku akan jadi anak baik dan patuh pada ibu dan ayah. Jangan buang aku
bu, jangan usir aku.”
Ibu tirinya menyentuh kepala Daniah.
“ Kamu tahukan sekarang, anak yang
tidak patuh akan diusir dan dibuang. Kamu akan tinggal sendirian, tidak punya
rumah dan keluarga seperti ini. Kamu mau.”
“ Tidak bu, maafkan aku bu. Aku
akan patuh pada ibu, jangan buang aku bu.” Air mata masih membanjir, dia tidak
melepaskan pelukan eratnya di kaki ibu tirinya.
“ Nah begitu, kalau kamu jadi anak yang patuh, aku juga akan merawat mu.”
“ Ia bu, aku akan patuh dan
menurut, jadi jangan buang aku bu, jangan usir aku.”
“ Masuklah, kita pulang.”
“ Ia bu.”
Tubuh Daniah yang masih gemetar
masuk ke dalam mobil. Dia menerima sebotol minuman. “ Minum, kalau ayah mu
bertanya dari mana, jawab kalau ibu mengajak mu pergi jalaan-jalan.”
“ ia bu.”
Sejak hari itu Daniah tumbuh dengan
rasa takut di hatinya, takut untuk dibuang jika dia tidak patuh, takut terusir
dari rumah jika dia tidak mendengarkan ibu tirinya. Dia selalu menganggukan kepala
bahkan sampai dia dewasa. Walapun seiring waktu, kepatuhan pada ibunya berubah
menjadi kebencian namun dia sama sekali tidak berani melawan. Apapun yang
diputuskan orang tuanya. Termasuk menikahi Saga Rahardian.
“ Maaf bu. Maaf.”
“ Mbak Niah, mbak Niah bangun.”
Tika menguncang-guncang tubuh Daniah agar gadis itu terjaga. Daniah
mengerjapkan mata terkejut. “ Mbak gak papa? Mimpi buruk ya.”
Daniah mengusap wajaahnya, keringat
membanjir. Dia mengingat apa yang baru saja ia impikan. Kenapa kenangan buruk
itu muncul lagi diingatannya. Ia selalu kehabisan nafas kalau mengingat
kejadian dulu dimasa kecilnya.
“ Tika bisa tolong ambilkan air dingin.”
“ Ia mbak sebentar. Mbak Niah sakit ya.”
“ Gak papa, hanya pusing. Terimakasih ya.” Daniah menerima minumannya. Dia meminum hampir setengah botol. Bayangan gelap itu belum berhasil dia usir. Masih mengantung di pelupuk mata
bayangan kecilnya yang meringkuk di tanah karena ketakutan. Takut dibuang, takut
diusir dari keluarga.
BERSAMBUNG..................